Happy Reading.
"Kamu tadi ke kantin sama siapa?"
Salsha menghentikan fokusnya pada ponsel. Dia menatap ke arah laki-laki yang saat ini tengah fokus dengan kegiatan menyetirnya. Memang, sejak tadi, tepatnya dia dijemput oleh laki-laki ini lebih memilih diam dibanding mengajaknya mengobrol.
"Kenapa?" tanya Salsha kembali.
"Sama Bryan kan?"
Salsha mengernyitkan alis ketika nada bersarat kecemburuan itu mengalun melalui bibir laki-laki ini.
"Emang kenapa sama Bryan?"
"Salsha... dia suka sama kamu."
"Terus?"
Alwan mengembuskan napasnya kasar. Dia melepas tangan kirinya dari roda kemudi, kemudian berganti menggenggam tangan Salsha. "Aku cemburu," katanya lirih.
"Kamu punya Jessi kalau lupa." Salsha bahkan membiarkan jemari lelaki itu merematnya pelan.
"Tapi aku sakit, Sha..."
"Kalau begitu, putusin Jessi," kata Salsha seringan kapas.
Alwan menoleh seketika. Dipandangnya paras cantik yang tak menampakkan raut bercanda itu. Dia mengaku bahwa dirinya telah jatuh pada gadis di sampingnya. Jatuh pada kubangan pesona yang ada di diri si gadis.
"Gak semudah itu, Sha."
"Kenapa? Kenapa terasa sulit? Kalau memang kamu punya perasaan sama aku, harusnya ngelepas cewek kayak dia bukan hal sulit kan?"
Alwan diam. Ya, Jessi memang bukan gadis baik yang membuat para lelaki bersikeras mempertahankan. Tidak, Jessi tidak senakal remaja perempuan yang merokok, clubbing, berdandan tidak sesuai umur, atau mungkin mengenakan pakaian minim. Over all, she's good girl jika poin gemar membully tidak masuk dalam hal yang sering dia lakukan. Jessi juga tidak pernah berinteraksi apalagi menggoda laki-laki lain. Dan hal itu akan susah bagi Alwan untuk mencari alasan menyudahi hubungan mereka.
"Kasih aku waktu untuk mikirin alasan yang tepat."
Salsha mengangguk, gadis itu menyunggingkan senyuman manisnya pada Alwan. "Tentu. Aku kasih kamu waktu."
"Kamu beneran mau nunggu aku?"
Salsha tersenyum dan mengangguk yang dibalas senyuman pula oleh Alwan.
"Makasih."
Alwan tidak tahu jika jenis senyuman penuh kemenanganlah yang tersungging di bibir tipis Salsha.
"Well i can't wait for the momment, Jessi," katanya dalam hati.
***
Gadis yang sejak dua puluh menit yang lalu itu tak henti-hentinya membuka bedaknya, hanya sekedar mengecek penampilan lewat kaca. Dia mengalihkan atensinya pada jam tangannya, meski sebenarnya lelah, dia masih bisa menyunggingkan senyuman menunggu sang pangeran.
Dia memilih duduk di bangku halte. Beberapa siswa dan siswi agak menjauhkan tubuh mereka. Sayangnya, gadis itu memilih acuh. Dikeluarkannya ponsel dari saku rok. Ia menghela napas ketika tak ada bunyi notifikasi dari sang pujaan.
Hanya butuh waktu dua menit setelah menyimpan ponselnya. Mobil sport mewah bewarna biru itu mengambil arah pandangnya, bukan cuma dia, akan tetapi para siswa dan siswi yang ada di sekitarnya.
Ia tersenyum bangga. Well, dia yakin fotonya akan terpasang di akun gosip SMA Garuda. Ia pun yakin jika namanya akan populer dibandingkan si ratu kegelapan, Salsha.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sweetest Ex
Teen FictionProtektif dan diktator adalah sifat yang mendarah daging gadis itu, hingga membuat Iqbaal jengah dan memutuskan mengakhiri semua. Tak perduli secantik dan sepopuler dia. Namun ketika ia melepas diri gadis itu, semua terasa berbeda. Bukan kebebasan y...