THIRTEEN

1K 210 2
                                    


Salju pertama di malam bulan desember sudah turun.

Menandakan musim telah berganti.

Oranye kemerahan berganti menjadi putih.

Namun kehadiran salju pertama tidak disambut dengan begitu baik oleh (Name).

Pintu kamar yang digedor kasar, teriakan untuk membiarkannya keluar.

Keluar mengikuti kunang-kunang.

Keluar untuk menemui Sei.

Kuroo hanya duduk diam. Teriakan dan tangisan (Name) tetap membuatnya tidak bergeming sedikit pun.

"Tuan Dokter..." Riko menatap khawatir kearah pintu kamar tempat (Name) berada.

"Apakah akan baik-baik saja, kenapa tidak pakai obat penenang? Saya bisa memanggil Sugawara dan suami Saya," Wanita itu kembali bersuara.

Kuroo hanya tersenyum menanggapi, "Tidak perlu, hari ini kita sudah banyak menggunakan obat penenang, aku khawatir jika itu berpengaruh pada kesehatannya nanti."

Namun jawaban tersebut tidak membuat Riko tenang, "Tapi bukankah akan berbahaya, saya dengar dulu sebelum tinggal disini, Nyonya sudah berkali-kali menocoba untuk bunuh diri-"

"Jika itu terjadi, aku akan berusaha mencegahnya," Potong Kuroo, pemuda itu meraih dan mengelus tangan renta milik Riko.

"Tenanglah, kita biarkan saja sampai ia tenang," Pemuda itu tersenyum, berusaha menyembunyikan perasaan yang sebenarnya.

Jujur, Kuroo juga merasa khawatir.

Sangat khawatir.

Hatinya terasa pedih kala mendengar setiap teriakan dan tangisan (Name).

Kuroo seolah ingin menikam dirinya sendiri.

Tapi apa boleh buat. Ia tidak bisa terus memberi (Name) obat penenang.

Satu-satunya jalan hanyalah mengurung dan membiarkan wanita itu kelelahan dan menjadi tenang.

Tapi apakah ia benar-benar akan tenang?

Riko hanya tersenyum kecil, "Kalau begitu akan Saya akan menemani."

"Tidak perlu, Bibi beristirahat saja. Aku bisa melakukannya sendiri," Kuroo dengan cepat menolak. Bagaimana mungkin ia membiarkan wanita renta seperti Riko harus begadang menemaninya mengawasi kondisi (Name).

Meski agak enggan, Riko akhirnya setuju dan memilih meninggalkan Kuroo sendirian.

***

Salju masih turun.

Malam yang semakin larut.

Setelah semua kekacauan yang terjadi, suasana kembali dilanda keheningan.

Tapi hal itu tetap tidak membuat Kuroo beranjak dari tempatnya.

Mengeratkan syal hitam, entah kenapa udara menjadi begitu dingin.

Manik Hazel menatap langit yang bertaburkan bintang.

Beberapa memori masa lalu kembali terekam di pikirannya.

Entah itu memori yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan.

Kuroo hanya sedang berpikir, mencari-cari jawaban atas segala pertanyaan yang selalu ia lontarkan selama ini.

Tubuh berbalik menatap pintu geser.

Ia bisa tahu, bahwa (Name) sedang menangis dibalik pintu itu.

Tubuhnya bergetar tanpa sebab, apakah ini karena suhu udara yang begitu dingin? Kuroo sama sekali tidak mengerti.

Sejak kapan semuanya bisa berubah drastis seperti ini?

Sejak kapan ia telah kehilangan sosok gadis itu?

'Kembalilah...'

Jauh di alam pikirannya Kuroo bisa mendengar suaranya sendiri yang tengah berteriak sembari menangis.

'Kembalilah (Full Name)...'

.

.

.

.

.

PRANG

.

.

.

Tatapan sayu mengerjap cepat.

Manik hazel membesar kala mendengar suara barang pecah yang berasal dari kamar (Name).

Pemuda itu segera beranjak dari duduknya.

Sesuatu yang tidak baik pasti telah terjadi.

***

TBC

HOPE ❄️ || Kuroo TetsurouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang