TWO

2.4K 347 49
                                    





.

.

.

.

.


Kunang-kunang yang beterbangan

Bayangan bulan yang terpantul pada kolam ikan.

Cahaya kuning yang keluar dari lampu pijar.

Pintu geser yang sengaja dibuka lebar memberikan pasokan udara segar.

Dari dalam ruangan tampak seorang wanita yang bersiul kecil.

Jemarinya memegang dua tongkat rajut, segulung benang merah tergeletak di dekat kaki telanjangnya.

"(Name)."

Sebuah suara bariton memecah keheningan, namun yang dipanggil masih tetap sibuk dengan rajutannya.

"(Name)."

Masih tidak ada tanggapan.

"Akashi (Name)."

Akhirnya yang dipanggil menoleh.

"Oh halo Tetsurou," sebuah senyuman manis terpantri diwajahnya.

Kuroo memaksa untuk balas tersenyum.

"Kenapa pintunya terbuka begini?"

"Aku hanya ingin menikmati angin musim gugur," jelas (Name) polos. Wanita itu kembali berbalik dan fokus pada pekerjaannya.

"Boleh aku masuk?" tanya Kuroo.

"Silahkan."

Kaki pun melangkah masuk menghampiri (Name) yang tengah duduk bersimpuh.

Pria itu mencoba mengambil posisi duduk di depan sang wanita. Netra hazel menatap lekat-lekat wajah kurus milik (Name).

"Merajut apa?"

"Syal."

"Wah," Kuroo berusaha mengeluarkan nada tertarik.

"Untuk siapa (Name)?" tanya pria itu hati-hati.

"Kenapa masih bertanya? Tentu saja untuk Sei. Tetsurou Kau selalu saja lucu seperti dulu yah," (Name) menghentikan kegiatan merajutnya. Tangan kanan bergerak menepuk-nepuk bahu lebar milik sang dokter.

"Hahaha, Kau benar. Kenapa aku masih bertanya," Kuroo balas tertawa renyah. Meskipun sebenarnya hati pria itu tengah teriris.

"Tetapi bagaimana caranya Kau memberikan syal itu pada Akashi?" Pria itu lanjut bertanya.

"Hmm," (Name) memasang pose berpikir.

"Mungkin aku akan mengirimnya lewat paket. Aku dengar di Inggris sangat dingin, karena itu Sei harus memakai syal ini."

"Ohh, Akashi pasti akan senang menerimanya."

(Name) tersenyum lembut.

"Tetsurou terima kasih sudah menemaniku. Tidak kusangka kita bisa bertemu sebagai seorang pasien dan dokter."

"Itu lebih baik dari pada dokternya orang lain kan?" Kuroo mengedip nakal.

"Mou~ Sei akan marah besar jika Kau seperti itu Tetsurou."

"Haha maaf. Aku hanya bercanda. (Name) ini obatmu, jangan lupa diminum sebelum tidur yah," Kuroo meletakkan bungkusan plastik bening berisi obat-obatan di atas sebuah meja kecil.

"Tentu, terima kasih Tetsurou."

Tiba-tiba angin berhembus kencang, menyebabkan lonceng angin yang tergantung mengeluarkan bunyi gemericing.

"Sepertinya angin semakin dingin, lebih baik pintunya kututup saja yah," saran Kuroo dibalas anggukan oleh (Name).

Kuroo bangkit dan menutup pintu dari luar.

"Jangan begadang (Name)."

"Aku tidak pernah begadang kok."

"Baguslah. Kalau begitu selamat malam."

"Selamat malam Tetsurou."

Pintu akhirnya menutup dengan sempurna. Kuroo menghela napas panjang. Ini lebih parah dari yang ia bayangkan sebelumnya.

Itu bukan (Name).

Wanita yang berbicara dengannya beberapa detik yang lalu bukanlah (Full Name) yang biasa Kuroo kenal.

Tatapan sendu itu bukanlah milik (Name).

Senyuman palsu itu juga bukan milik (Name).

Perasaan rindu mulai berkecamuk dan mengacaukan alam pikiran pria tersebut.

Hatinya terluka.

Dadanya terasa sakit.

Kuroo terduduk frustasi di depan pintu.

'Kembalilah, aku mohoh kembalilah,'

.

.

.

[To be Continued]

sama seperti ff sparknya maz Juro, ini juga bakal update pas lagi mood aja *ngek

Terima kasih buat yang udah mbc :) 

Mampir, baca, dan comment wkwkkw /digamvar

see ya!

HOPE ❄️ || Kuroo TetsurouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang