10

38.8K 2.9K 14
                                    

     Langit berselimutkan abu-abu, diserang mendung. Bahkan matahari hampir tak nampak sore ini. Tak ada lagi cahaya jingga di ujung barat.

   Sira menyesap tehnya, lalu menarik sudut bibirnya ke atas.
"Jadi, ada yang mau kamu bicarain?"

"Ra, please denger penjelasan aku dulu" Vanya melempar tatapan memohon pada Sira. Sekarang mereka tengah menikmati sore di halaman belakang rumah Sira. Setelah Dion -memaksa- mengantarnya pulang, Sira hanya berganti pakaian dan memastikan Syifa tengah tidur siang. Lalu menelpon Vanya untuk datang.

"I knew. Dion udah cerita semuanya"

  Vanya terbengong, matanya mengerjap-ngerjap.

"Serius? Anak itu cerita semuanya?" Vanya histeris.

"Dia cerita apa aja?" tanyanya tertarik.

"Semuanya"

"Terus?"

"Ya gitu"

Sira membuang muka.

"Gitu gimana? Aduh, Sira bikin kepo deh"

"Ya gitu. Udah deh, nggak usah di lebih-lebihin"

"Lebih-lebihin? Ra, ini penting tahu. Kamu itu butuh pendamping, pelindung dan Syifa juga butuh ayah"

"Lalu kenapa harus Dion?"

  Vanya menganga dengan dramatis. "Menurut kamu? Ya jelas karena Dion itu ayahnya Syifa"

"Dion udah cerita semuanya bukan berarti kita bakal sama-sama. Lagipula, aku nggak bisa sama Dion"

"Kenawhy?"

"Semenjak Dion datang, kamu kenapa jadi lebih alay, sih?"

"Mengenang masa remaja, xixixi" Vanya terkekeh, "eh, kamu mau ngalihin pembicaraan, kan?" lanjut Vanya. Dirinya tentu saja hapal jurus berkelit Sira.

Sira hanya menanggapi dengan kekehan.

"Non ada tamu, katanya mau ketemu ibu Sira"

Mba Sum dari arah pintu depan menyela. Di tanganya nampan teh tadi masih dia genggam.

"Siapa, mba?"

"Saya nggak kenal. Tapi ibu-ibu non"

Tanpa sadar Sira menghela napas, lega. Tadinya Sira kira Dionlah yang datang.

"Oh iya, makasih ya mba"

"Ra, aku tunggu di sini aja, ya?"

Sira mengangguk.

  Dia bergegas menuju ruang tengah rumahnya mungilnya. Barangkali yang datang salah satu guru di tk tempatnya mengajar. Selama ini, mba Sum memang tidak mengenali mereka, karena yang pernah berkunjung ke rumah hanya Ibu Kepala Sekolah.

    Tapi yang ditemui Sira di ruang tengah rumahnya adalah seorang wanita paruh baya dengan gaya glamor yang sedang duduk di sofa kecil miliknya sambil tersenyum.

    Sira mengamati wajah ibu itu dengan lekat-lekat. Menggali ingatannya sendiri, wajah ibu ini pernah ia lihat. Terasa familiar. Tapi, Sira tak dapat mengingat apapun. Termasuk dimana kira-kira ia pernah bertemu ibu ini.

"Ekhem" Sira berdehem. Sengaja menarik perhatian tamunya yang asik mengamati hiasan di lemari sudut.

"Sira, ya? Senang bertemu dengan kamu" Beliau tersenyum. Mengulurkan tangan dan Sira buru-buru menjabatnya. Takut bila-bila tindakannya dianggap kurang sopan.

"Silahkan duduk" Sira mempersilahkan tamunya. Walaupun dalam kepalanya sendiri tanda tanya besar sedang menari-nari.

"Iya. Terimakasih" Beliau tersenyum lagi. Kali ini malah makin lebar.

Dan sebelum Sira bertanya perihal kedatangan ibu ini, suara teriakan Vanya lebih dulu terdengar.

"Tante?" Ia tampak terkejut. Sementara Sira keheranan.

Tante? Tante Vanya? Jauh banget sampai cariin Vanya kesini

"Tante kamu?"

Vanya ragu-ragu mengangguk.

"Tadi barusan dapat sms, katanya Tante kesini. Kenapa nggak bilang dulu sama Vanya?" tanya Vanya pada tamu Sira itu. Vanya bahkan tanpa canggung duduk di sebelahnya dan mulai mengomel, seperti biasa.

"Loh? Memangnya cuman kamu dan Dion yang boleh ketemu sama Sira? Tante juga pengen kenalan, dong sama calon mantu tante"

Sira melebarkan matanya.

Calon mantu?

Dion?

Mata Sira beralih ke Vanya, menuntut penjelasan.

"Kenalin Ra, ini mami Dion, namanya Tante sani" Dia menjelaskan dengan takut-takut, menggigit bibir bawahnya sendiri.

Sira hanya diam, mematung.

Cobaan baru, lagi?

Ketika Kamu Kembali [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang