14

35.1K 2.5K 8
                                    

   Tangan Dion mengepal kuat. Buku-buku jarinya memutih. Ia bisa merasakan sendiri kukunya menusuk telapak tangan. Lelaki itu murka.

     Ini sudah terhitung seminggu sejak ia memerintahkan Kepala Sekolah taman kanak-kanak tempat Sira mengajar untuk memecat perempuan itu. Ia juga sudah menyewa peretas untuk merusak situs Sira. Jadi dari mana Sira mendapatkan uang untuk membiayai hidupnya sendiri dan Syifa?

    Vanya masuk tanpa mengetuk terlebih dahulu. Menyaksikan sendiri bagaimana marahnya Dion yang disiksa diamnya Sira.

"Dia belum datang?" Vanya bersandar pada kusen pintu. Mencoba terlihat keren walau sebenarnya ia takut melangkah masuk, takut jadi pelampiasan amarah Dion tepatnya.

"Menurut lo?" Dion mendelik tajam ke arah Vanya.

"Yakali. Kan gue udah bilangin"

"Lo nggak ngunjungin dia? Tanya gitu dia dapat uang dari mana? Ini udah seminggu loh"

"Enggak. Takut Sira masih marah sama gue. Apalagi kemarin Tante Sani datengin rumahnya Sira"

"Hah? Mami datang ke rumah Sira?" Dion nampak terkejut.

"Lo nggak tahu? Wah bener-bener Tante Sani, udah dateng nggak notice dulu, eh ternyata nggak ngasih tau juga"

"Apa gue datengin aja yah si Sira," kata Dion lebih kepada dirinya sendiri. Ia berpindah ke sofa dan duduk sambil menyentuh dagunya, nampak berpikir.

"Terserah! Males gue ngurus drama percintaan lo pada" Vanya melangkah masuk. Dion sudah tidak semarah tadi, pikirnya. Jadi dengan lebih santai ia duduk di sofa bed dekat pintu. Jauh dari jangkauan Dion.

Ponsel pintar di dalam tasnya berdering. Sebuah panggilan masuk dari nomor Mba Sum.

Mba Sum? Nggak biasanya Mba Sum nelpon.

     Vanya segera mengangkatnya.

"Halo Mba Sum"

Vanya bisa merasakan Dion menatapnya penasaran saat mendengar nama Mba Sum. Tentu saja ia ingat, Mba Sum, kan  yang selama ini menemani Sira.

"......."

"Apa? Mba serius?" Vanya terlonjak kaget mendengar kalimat Mba Sum. Ia balas menatap Dion dengan takut.

"Okeh Mba, saya on the way"

   Vanya menutup sambungan telepon lalu tergesa-gesa berdiri.

"Ada apa?"

"Gawat! Sira sakit"

○○○

   Rumah sakit tak pernah menyenangkan bagi Sira. Ia tidak suka mencium bau obat-obatan, seragam pasien, dan selang infus. Dan sialnya, ia sekarang berada d rumah sakit, menghirup udara yang penuh dengan bau obat-obatan, memakai seragam pasien dan bahkan selang infus.

    Di sebelahnya Vanya duduk dengan khawatir, memperhatikan tiap jengkal tubuh Sira. Sementara Dion berdiri dua meter di hadapan mereka.

"Kamu kenapa bisa sampai gini, sih, Ra?" Vanya bertanya dengan khawatir. Tadi sewaktu Mba Sum menelponnya dan mengatakan kalau Sira sakit Vanya buru-buru datang.

   Vanya pikir, ketakutan Sira terhadap hujan kambuh lagi. Pasalnya seminggu belakangan ini cuaca tak menentu, tapi dalam satu hari hujan pasti akan turun, mungkin karena ini Desember. Kadang tanpa mendung atau matahari masih bersinar, tiba-tiba saja rinainya mulai turun.

    Untungnya sewaktu ia sampai di rumah Sira, yang ia temukan hanya Sira yang sedang demam dan lemas. Perempuan itu terbaring tak berdaya. Dan Dion langsung membawa Sira ke rumah sakit.

Ketika Kamu Kembali [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang