30. glass

249 58 3
                                    

Mulutnya menguap lalu mengatup kembali. Menyisakan setitik air mata di sudut mata. Ini masih pagi. Jarang abdi setia Ja'far meletakkan kepala di atas meja. Pandangannya menembus gelas kaca di meja, memperhatikan seseorang di meja sana.

Yah—memang terbiaskan. Tapi menurutnya jadi semakin indah. Sisa-sisa air di gelas pembuat pemandangan seperti tetes hujan. Wanita di tengah embun pagi. Ah, betapa menyejukan....

"Ada apa, Ja'far?"

Ia terlonjak dari lamunan kala yang ditatap memergoki.

"A-a-ah? Mu-mungkin aku masih mengantuk? Lelah mungkin?"

[Name] tertawa kecil. "Lucu sekali."

Ja'far tersenyum kecil. Dari bawah mejanya, ia menunduk. Menatap lekat pada sebuah benda dari kaca. Kecil. Diameternya selebar jari manis—benda itu cincin. Biasanya seorang pelamar memberikan dari emas, intan, permata, zamrud—tapi bagi Ja'far kaca ini lebih istimewa dari yang lain. Setara pula harganya.

Menghela napas, ia teringat nasihat raja pada hari-hari lalu.

"Kurasa kau harus menikah, Ja'far."

Alisnya berjengit. Muncul perempatan di kedua pelipis. "Kurasa yang lebih membutuhkan istri adalah kau. Sadarlah, raja kita hampir berkepala tiga. Setiap pangeran di kerajaan lain bahkan sudah menikah pada belasan tahun. Huh."

Senjata makan tuan jadinya.

Dikuatkan tekadnya, berdiri mendekati [Name]. "Ayo ikut aku."

"Eh? Kemana? Aku masih ada pekerjaan."

Sang pria tahu trik apa yang paling ampuh. "Kau mau tahu salah satu rahasia dunia?"

Netra wanita di depannya perlahan berbinar bersama terbitnya seringai di wajah gemas Ja'far. Toh mereka sama-sama bekerja keras sejak kemarin. Tugas hari ini telah gugur.

Mereka menuju tempat temaram istana di malam hari. Pagi hari, ketika matahari telah menyapa, tempat ini juga sepi. Hanya mengenal dua insan ini.

"Tempat ini bagus juga untuk menatap langit pagi." kata [Name] menatap langit biru dilengakapi awan berarak.

"Iya kan, Ja'far?" meminta persetujuan.

Hanya senyum singkat sebagai belasan. Gantinya, pria itu menatap [Name] dalam, yang tentu mendatangkan rasa heran.

"Aku tidak tahu bagaimana memulainya, tapi,...."

Mengeluarkan cincin kaca dari sakunya. "Menikahlah denganku."

Matanya tak bergerak. Telah mengunci netra lawannya tetap di tempat. Hanya pupilnya yang membesar terkejut.

Semburat merah perlahan merayapi permukaan wajah wanita itu. Tangannya gemetar oleh kalimat yang tak ia duga sebelumnya. Pertama kali sejak menjadi ksatria pedang, tubuhnya gemetar seperti ini. Tapi getaran ini memuat kebahagiaan tiada batas.

Bulan sabit terbit di wajah lawannya. Melihat tangan lawan bicara yang serasa kaku, digengganggamnya lembut. "Jadi, ... bagaimana?"

[Name] menunduk malu. Alih-alih malah melihat tangan Ja'far yang menyelimuti tangannya. Pipinya semakin memerah, menjalar hingga ke telinga.

"Kau pikir siapa yang akan menolak?"

Bulan sabit Ja'far perlahan membentuk separuh, memasangkan cincin kaca itu di jari manis calon teman hidup.

Mereka saling bertatapan, tersenyum malu, dengan hening sesaat yang penuh makna.[]

𝐭𝐫𝐢𝐛𝐮𝐭𝐚𝐫𝐲 ↯ jafar/readerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang