Hanna menatap ke luar kamarnya sembari menghela nafas dalam. Ia lirik kembali ponsel dalam genggamannya. Tiba-tiba saja dirinya menjadi bimbang seperti ini. Apakah ia harus menerima tawaran mamanya yang lalu atau tetap pada pilihannya.
Hanna menggigit bibir cukup lama sebelum akhirnya beranjak keluar dari kamarnya. Ia menatap sekeliling rumah dari anak tangga paling atas, mencari keberadaan sang mama.
"Nyari apa sayang?"
Sapaan dari orang yang ia cari membuat Hanna tersenyum senang. Ternyata mamanya itu baru selesai memasak, terlihat dari apron yang masih menempel di tubuhnya
"Nyari mama," jawab Hanna sembari menuruni tangga dengan hati-hati.
"Ada apa nih? Mama jadi penasaran."
Hanna meraih lengan sang mama lalu memeluknya erat. Ia terkekeh pelan sembari mengajak orang yang paling ia sayangi itu menuju ruang makan. Hanna lapar asal kalian tau.
"Hanna laper banget, tapi bosen sama makanan sehat Ma, " ujar Hanna memasang wajah memelas. Sungguh Hanna sudah muak dengan daging rebus dan juga sayuran rebus yang selalu di buat mamanya khusus untuk menjaga kesehatan Hanna.
"Kangen cimol sama seblak ya?" Mama mengusap rambut Hanna lembut. Ia sangat mengerti apa yang putrinya itu rasakan."Nanti mama bikinin yang versi sehatnya deh kapan-kapan. "
"Nggak usah ma, nanti kita makan yang asli aja di Indo," jawab Hanna membuat mama terkejut.
"Ehh,,,, mama nggak salah denger ini?"
"Enggak Ma, Hanna berubah pikiran. Hanna mau lanjutin pengobatan di Indonesia." Hanna menarik kursi di depannya perlahan. Ia tersenyum lembut ke arah sang mama yang masih terkejut dengan keputusan putrinya.
"Ada apa nih, tiba-tiba anak mama ini jadi mau pulang?"
"Raja ulang tahun minggu depan, kayaknya jahat banget kalo Hanna tetep mau disini padahal sebenarnya udah bisa pulang. Ini juga Hanna udah telat dari janji yang cuma setahun itu," terang Hanna jujur.
"Jadi bisa kita pulang sebelum ulang tahun Raja nggak ma?" lanjut Hanna menatap mamanya penuh harap.
Mama memeluk Hanna dengan sayang sembari mengangguk beberapa kali. Tentu saja wanita paruh baya itu senang bukan main. Putrinya bersedia pulang untuk bertemu orang yang dia rindukan. Ia harap itu akan membantu proses penyembuhan Hanna. Ia ingin putrinya bersemangat lagi dan tidak murung seperti saat ia berada di London.
Hanna tersenyum sedikit lebih lebar dari biasanya. Ia baru saja kembali ke kamarnya dan setelah melihat ponselnya, Papanya sudah mengirimkan pesan berupa tiket untuk pulang ke Indonesia 4 hari lagi. Ini pasti ulah sang mama. Ia jadi sedikit gugup membayangkan hari itu. Apa Raja akan senang?
***
Raja mengelap keringat yang menempel di dahinya. Bola basket yang tadinya menjadi rebutan kini sudah terlempar dengan mengenaskan."Gila panas banget cuk, " ujar Kennan mengibas-ngibaskan jerseynya. Cowok tengil itu mengambil tempat duduk di samping Raja. Ini lebih cenderung mepet sih.
"Minggir!" pinta Raja mendorong Kennan yang menempel padanya. Ia tak suka kulitnya menepel dengan milik orang lain. Ia merasa aneh saja, tapi kalau Hanna itu lain cerita.
"Aelah kursinya sempit ini," ujar Kennan mendengus. Ia memutar bola matanya malas lalu dengan tidak tahu diri merapas air milik Raja hingga tak tersisa. Sang korban hanya bisa memutar bola matanya malas. Ia sudah biasa dengan tingkah Kennan ini, malah cenderung muak.
"Siti tuh, " ujar Raja usil lalu saat Kennan menoleh ke sana kemari ia dengan penuh kekuatan menggeplak belakang kepala sahabatnya itu.
"Sakit njing, lo bohongin gue ya?" keluh Kennan mengusap kepalanya dengan wajah masam.
"Kalau iya?"
"Kalau iya, kalau iya. Gue pacarin si Hanna juga nangis lo."
Raja menatap Kennan dengan tajam dan menusuk. Tatapannya penuh peringatan, padahalkan Kennan hanya bercanda.
"Kalau berani, " ujar Raja mengancam. Cowok itu mengalihkan pandangannya ke depan. Rambutnya yang basah oleh keringat ia bawa kebelakang. Seperti biasa, sangat tampan tapi kalau kata Kennan itu namanya sok keren. Yah, kenyataan sudah keren dari sananya ya mau bagaimana lagi.
"Oh iya, tu bocah atu belum bisa pulang juga? " tanya Kennan penasaran. Ia sebenarnya juga sedikit kangen ya.
"Belum," jawab Raja sekenanya.
"Betah banget ya, pasti dia nemu bule ganteng tuh di sana. Kalau kata tren sekarang sih I need a big boy gitu." Sekali lagi Kennan dengan sengaja memanasi Raja yang memang gampang panas kalau sudah menyangkut Hanna.
"Mulut lo ya."
"Kenapa mas? Seksi ya?" ujar Kennan memajukan bibirnya tak tau malu.
Sungguh Raja frustasi menghadapi orang seperti Kennan ini. Sangat sangat menyenalkan.
"Bercanda, nanti lo kepikiran lagi," lanjut Kennan saat tak ada tanggapan dari Raja.
"Hmm,"
Raja meraih tas di sampingnya lalu pergi meninggalkan Kennan yang dengan santainya tidur terlentang di kursi panjang yang sekarang hanya ada dirinya. Ia akan pergi ke ruangannya mengambil beberapa berkas dan setalah itu bertemu direktur untuk mengurus program kerja setelah OSPEK selesai. Yaa, memang sangat melelahkan menjadi Ketua BEM seperti ini. Untunglah tinggal 6 bulan lagi.
Baru saja Raja akan masuk, ponsel di sakunya bergetar. Ia memutar bola matanya malas. Cowok itu paling tidak suka menjawab telpon di saat seperti ini.
"Son, dimana?" suara sang Papa menyapa Raja dengan nada bahagia. Entah apa yang akan di katakannya.
"Di kampus, lagi sibuk," jawab Raja jujur.
"Gaya mu udah kayak direktur aja son," dapat Raja dengar kekehan pelan dari Papa.
"Kan anaknya," jawabnya malas.
"Ya nggak salah sih, Papa kan memang keren, anaknya pasti keren."
"Kenapa Pa?" tanya Raja lagi, ia menghela nafas pelan. Sudah ia katakan sedang sibuk tapi pria tua itu malah berbasa basi.
"Santai dikitlah, nanti kamu cepet tua loh, lebih tua dari Papa lagi. Serem deh," tutur pria baya itu dengan sengaja membuat Raja malas.
"Raja tutup," ancam cowok tampan itu pada sang papa.
"Jangan dong, Papa cuma mau nanya kamu mau hadiah apa? Kan bentar lagi kamu ulang tahun," ujar pria itu akhirnya berhenti menjahili putranya.
Raja terdiam sejenak, ia menimang-nimang apa yang ingin dia minta. Sebenarnya Raja sedang tidak butuh apa-apa saat ini. Jujur saja selama ini Raja sudah mendapatkan yang ia inginkan dari papanya itu. Katanya sayang kalau uang banyak tidak dibelanjakan. Sudahlah pria tua itu memang sedikit sombong, untungnya Raja sayang.
"Raja mau ke London." pinta cowok dingin itu, mencoba keberuntungannya. Ia tahu Hanna tidak mengijinkannya tapi setidaknya ia ingin melihat gadis itu barang sejenak saja. Katakanlah ia nekat, tapi Raja sudah tidak tahan lagi.
"Gimana ya,,,, Papa sama Mama udah buat rencana pesta ulang tahun kamu, sekalian kenalan sama rekan-rekan kerja papa."
"Raja bukan anak kecil Pa," ujar Raja tidak suka dengan rencana orang tuanya itu. Ia tidak suka pesta kekanakan seperti itu.
"Gini deh,,, kita adain pesta ulang tahun kamu dulu hari Sabtu nanti, setelah itu Papa yang urus semua keperluan kamu buat berangkat ke London,gimana?" tawar Roy pada putranya itu. Kalau tidak begini Raja tidak akan mau setuju pada rencananya.
"Boleh," jawab Raja dengan mata sedikit berbinar. Ia jadi tidak sabar. Persetan dengan pesta itu, yang terpenting adalah ia akan segera bertemu Hannanya.
Dengan pasti Raja menekan tombol merah untuk mengakhiri sambungan telepon sebelum Papanya mengoceh lagi panjang lebar.
Senyum tipis muncul di bibirnya, sebelum cowok itu kembali pada tujuan awalnya.
"Kak Raja," sapa orang yang kini melambai ke arahnya. Ia memutar bola matanya malas tanpa membalas sapaan sang empu. Sungguh Raja muak dengan Alexa.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Boy 2
Teen FictionSequel of My Cold Boy. Apa kalian masih ingat dengan rasa sakit dan tawa mereka? Pertemuan kembali membawa cerita baru bagi mereka. Akankah rasa sakit itu tetap sama? Bisakah mereka melewati semuanya kali ini? Bagaimana jika memang mereka tidak di...