Episode 6 : Meet The Real Kara

22 3 0
                                    

Meninggalkanmu cukup membuatku menyesal. Menyesal karena aku tak mendapat apapun dari itu.

-Angga-

...

Vena hanya berguling kesana-kemari di atas kasurnya. Hari minggu ini terasa sangat lama dan membosankan. Rachel sedang pergi dengan keluarganya ke luar kota sehingga dia tak bisa mengajaknya pergi jalan-jalan. Sebenarnya, Vena sudah merencanakan akan mengajak Rachel membeli baju di mall, dan jika tidak jadi, Vena akan mengerjakan PRnya yang deadline nya dua minggu mendatang. Namun, rasa malas jauh lebih kuat datangnya sehingga membuat Vena berguling-guling di atas kasur.

Ting!

Suara notifikasi dari smartphone Vena menyita perhatiannya. Dengan cepat, dia berdiri dan menghampiri benda pipih itu yang sedang di cash di atas meja.

Ternyata ada DM dari seseorang.

karstar123

Ketemu gue di kafe
Rainbow nanti siang.
Gue bakal jelasin
apa yang mau lo tahu.
Setelah itu, balikin KTP gue.

Vena mengeryit. Akun instagram ini milik Raka, bukan? Akhirnya Raka menyerah juga yang artinya perjuangan Vena tak sia-sia.

venakusuma

Oke. Jam 3
di kafe Rainbow.

karstar123

Jam 3.

Setelah membalas DM Raka yang tiba-tiba datang itu, Vena melempar smartphonenya ke atas kasur lalu melanjutkan kegiatannya berguling-guling ria.

---

"Jadi, tebakan lo benar, Ven. gue Raka," ujar Raka lalu menyeruput cappuchino yang dia pesan.

Vena merasa ini aneh dan mengerutkan keningnya. "Tapi, kok kalian-- maksud saya, kamu bisa jadi 'beda' sekali? Padahal kalian orang yang sama,"

Raka meletakkan gelasnya di meja. Tubuhnya dia rebahkan di kursi sambil melipat tangannya di dada. "Berarti akting gue bagus dong? Ya kan?"

Merasa tidak puas dengan jawaban Raka, Vena juga ikut-ikutan melipat tangannya di dada. "Oh, gitu. Kara-- ah Kak Raka, saya tidak mau mengembalikan KTP kamu karena saya tidak mendapat jawaban yang saya inginkan."

Raka tergelak. "Hah, sudah gue duga. Jadi, lo mau jawaban seperti apa?"

"Alasan kakak bertingkah seperti ini, apa?"

Terdiam sejenak. Hening mulai menyelimuti mereka berdua. Suara-suara di sekitar terasa sangat ramai namun lambat. Seperti adegan yang di slowmotion. Suara detik jam, suara bel yang di tekan oleh pelanggan, suara pintu terbuka, semua seperti tertangkap oleh indera pendengaran Raka.

Alasan kamu bertingkah seperti ini, apa Raka?

Suara perempuan itu lagi.

"Kak? Melamun?" ujar Vena sambil mengibas-kibaskan tangannya di depan wajah Raka.

Raka lelah. Dia ingin bicara tapi lidahnya sangat kelu. Melihat Vena sama seperti melihat perempuan itu. Hatinya sakit, seperti tercabik. Menceritakan segalanya sama saja dengan membuka luka masa lalu. Apalagi menceritakannya kepada Vena, sama saja dengan menaburi garam pada lukanya.

"Kita nggak terlalu dekat sampai gue harus repot-repot buka rahasia gue ke lo. Sekarang, balikin KTP gue. Gue mau pulang," ujar Raka dingin.

Merasa aura Raka berbeda drastis--lebih dingin tentunya-- Vena membuka tasnya dan mencari dompetnya. Setelah ketemu, diambilnya KTP Raka yang langsung direbut dengan kasar oleh sang pemilik.

Vena sejenak merasa takut dengan reaksi Raka. Apa dia terlalu kelewat batas sehingga Raka marah seperti itu.

"Well, sorry, kak. Saya nggak maksud menyinggung apalagi membuat kakak marah,"

Raka yang tadinya akan beranjak pulang membalikkan tubuhnya. Tatapannya menghunus iris mata Vena, membuat Vena semakin merasa bersalah. Dia hanya merasa penasaran dengan Raka dan Kara. Terlalu penasaran lebih tepatnya.

"Oke. Tapi, lo gak usah cerita-cerita masalah ini ke orang lain. Terutama ke teman lo. Kayaknya dia fans gue, jadi jangan cerita ke dia,"

Setelahnya, Raka beranjak pergi dari kafe Rainbow.

Vena kembali duduk dan membolak-balik buku menu. Niatnya, setelah bertemu Raka, dia akan ke toko buku. Namun, niatnya seketika menguap karena Raka yang marah kepadanya--meski katanya sudah dimaafkan--tetapi tetap menambah kegundahan dalam dirinya.

Ditambah lagi, kemarin dia bertemu Angga.

Tak bisa dipungkiri, bertemu cinta pertama lagi setelah beberapa tahun menghilang cukup membuat hati Vena yang sudah dia tata serapi mungkin jadi hancur berantakan. Upayanya dua tahun ini melupakan hal-hal yang sangat membebani hidupnya itu menjadi sia-sia.

Erlangga tidak hanya cinta pertama Vena. Dia lebih dari itu. Dari dia-lah, Vena merasakan apa itu pengkhianatan meskipun Vena tahu, Angga tak bermaksud melakukannya.

Tapi lucunya, mengapa Angga lebih membenci dirinya daripada dirinya yang membenci Angga? Seharusnya, dia yang berhak membenci, bukan Angga.

Karena pikiran yang semakin kalut, Vena tidak jadi memesan dan langsung pulang ke rumahnya.

...

Senyum dalam foto yang sedang Angga genggam itu, terasa semakin memudar. Bukannya senyum itu tiba-tiba bergerak sendiri seperti dalam film horor, bukan. Angga hanya merasa dirinya semakin jauh dari sosok itu meskipun dia selalu berusaha mendekatinya.

Baginya, maju selangkah menuju perempuan itu, semesta akan menjauhkannya beribu-ribu langkah darinya. Intinya, sekarang Angga lelah.

"Let, lo sebenarnya dimana sih? Kapan kita bisa ketemu lagi?" gumam Angga sambil menatap foto perempuan dengan kaos polos dan celana jeans yang tampak sedang dirangkul oleh Angga.

Ditaruhnya foto itu kembali ke kotak tempat Angga menyimpan foto. Tanpa sengaja, tangannya menemukan sebuah foto yang menampilkan potret dirinya yang sedang menggandeng Vena. Mereka tersenyum ceria ke arah kamera. Dengan backround komedi putar di malam hari. Meski tidak terlihat jelas, namun hati Angga sedikit terasa hangat saat melihat foto ini.

"Ven, long time no see you, and now, i'm going to miss you,"

Angga mendesah pelan, lalu dimasukkannya semua foto yang berserakan. Setelahnya, dia menyimpan kotak foto itu di atas lemari.

"Padahal, gue udah lakuin apa yang Letta mau. Tapi, kenapa dia tetap milih buat ninggalin gue?"

...

Still Waiting For A Reason✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang