Epilog

17 1 0
                                    

Sudah tujuh tahun. Vena dan Raka telah berhasil menyelesaikam studi mereka tahun lalu. Mereka berkuliah di universitas yang sama, hanya saja berbeda fakultas saja. Sekarang mereka sudah bekerja di bidang masing-masing.

Mas Raka
Blm balik?

Pipi Vena menghangat setelah melihat pesan masuk dari Raka. Kegiatannya memasukan nilai muridnya ke database sekolah sejenak dia hentikan. Jari-jarinya dengan cepat mengetikan pesan balasan untuk pria yang sudah berjuang bersamanya itu.

Vena
Blm.
Msh sibuk
input data.
Mas, udah balik?

Mas Raka
Udh. Ini udh di rumah
Mama nanyain kamu
kok blm main kerumah
lg

Vena
Hehe, maaf, Mas
Aku msh sibuk soalnya
bentar lg anak-anak ujian

Mas Raka
Oke. Nanti jd Mas
jmpt kan? Jam 3 sore

Vena
Iya. Nanti sekalian
ke butik dulu buat
cek kebaya

Mas Raka
Siap. Udh sana
lanjut kerja :*

Vena
Iya. Geli, Mas
emotnya

Mas Raka
Udh tiap hari kasih
kamu emot gini
msh gak kebiasa aja

Vena
Mas kalau lg
manis-manis gitu
bawaannya bikin
aku geli.
Gausah gitu-gitu
lagi napa

Setelahnya tidak ada balasan dari Raka. Vena meletakkan ponselnya di atas meja lalu melanjutkan kegiatannya yang tadi dia tunda. Matanya dengan cermat memandang kolom-kolom nilai sambil sesekali mengecek dengan data yang dia miliki di buku nilai.

"Bu Vena belum pulang?" tanya Bu Anya, guru Biologi di sekolah tempat Vena mengajar sekarang.

"Belum. Ini lagi nangung, Bu," ujar Vena sambil tersenyum simpul.

"Ah, ya sudah ya, Bu, saya pulang dulu. Eh, Bu Vena nanti pulangnya dijemput Pak Raka lagi ya?" tanya Anya.

"Hehehe, iya, Bu. Nanti saya dijemput Mas Raka lagi,"

Bu Anya hanya terkekeh saat melihat pipi Vena memerah karena malu. "Kalian cocok lo, udah lama pacaran kan? Kapan Pak Raka mau ngelamar kamu?"

Vena menggaruk lehernya pelan. Pertanyaan itu lagi. Seharusnya Vena bisa dengan mudah menjawab pertanyaan itu jika saja Raka sudah melamarnya. Namun, lelaki itu entah mengapa tidak kunjung melamarnya hingga saat ini.

"Ditunggu saja ya, Bu, undangannya," akhirnya jawaban itu yang lolos dari bibir Vena.

Masih penasaran, Anya kembali buka suara. "Belum dilamar?"

Vena menggigit bagian bawah bibirnya. Dengan pelan, dia menganggukkan kepala. Matanya kembali menatap Bu Anya yang memandangnya prihatin.

"Ya sudah, mungkin saja Pak Raka sedang mencari tanggal yang tepat. Saya pamit dulu ya, Bu," ujar Anya sambil menenteng tas hitamnya yang terlihat berat itu.

Vena mendesah kasar. Dirinya lalu kembali menyibukkan diri memasukkan nilai meskipun pikirannya berkelana mencari alasan mengapa Raka tak kunjung melamarnya.

Still Waiting For A Reason✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang