Mereka janjian di kafe ini jam 10. Tadi malam, Raka menambahkan akun LINE nya. Mereka mengobrol ria entah masalah soal-soal atau gosip terkini di sekolah. Yap, sereceh itu Raka ternyata, suka dengan gosip-gosip.
Vena pasti mengira Raka adalah cowok yang labil. Perkiraan itu tidaklah tak berdasar. Raka berulang kali membuat Vena bingung dengan segala sikapnya. Kemarin dia bisa sangat ramah, besoknya dingin, besoknya lagi jadi orang yang berbeda. Nama panggilan Raka juga beragam. Vena tak habis pikir bagaimana cowok yang lebih tua setahun darinya ini menjalani hidup.
Mengapa dia bersikap seperti itu? Apakah dia selalu seperti itu?
Lemon tea yang dipesan Vena sudah mulai habis. Raka mengajaknya ke kafe karena ingin mengatakan sesuatu. Beberapa pikiran berkecamuk dalam benak Vena perihal apa yang ingin dikatakan Raka.
Vena beranjak dari duduknya untuk memesan minunan lagi sampai sebuah suara menghentikannya.
"Ven, maaf telat,"
Vena menoleh dan tersenyum riang. Dia kembali duduk diikuti Raka yang duduk di depannya. Raka menggunakan kaos dengan bawahan jeans. Tampilan yang kasual, ditmbah dengan rambutnya yang masih terlihat acak-acakan.
"Lo nggak sisiran, Kak?" tanya Vena membuka obrolan.
"Ah, iya, lupa gue. Tadi bangun kesiangan soalnya. Eh, lo udah pesen?"
"See? Gue udah ngehabisin satu minuman karena nungguin lo. Ngaret banget deh, Kak," ujar Vena dengan nada merajuk.
Wajah bersalah langsung menyergap Raka. "Eh, maaf Ven, gue minta maaf,"
Vena terkikik geli. Ternyata kakak kelasnya orang yang mudah digoda. Vena baru tahu itu.
"Oke deh, gue pesen dulu ya. Lo nggak mau nitip?" tawar Raka.
Awalnya Vena akan menolak. Namun, tiba-tiba perutnya tak bisa diajak berkompromi. Para cacing nakal bergumul dan menyuarakan rasa lapar mereka yang menimbulkan suara dari perut Vena. Raka yang menyadarinya hanya berdeham kecil disambut dengan cengiran Vena.
"Red velvet satu, Kak," ujar Vena.
Raka mengangguk lalu pergi untuk memesan makanan. Selang beberapa lama, Raka kembali dan menarik kursi di depan Vena. Duduk dengan tenang sambil mengecek benda pipih keramat itu.
"Kakak ngajak ketemu mau ngobrolin apa ya?" tanya Vena. Sebenranya sedari tadi Vena sudah gatal untuk bertanya. Namun, objek yang menjadi pihak penjawab lebih asyik mengamati iphone nya tanpa memandang Vena sama sekali.
"Ah iya, gue mau ngomong sesuatu," Raka menjawab lalu meletakkan iphonenya di atas meja.
"Gini, sebenarnya gue..."
"Red velvet satu dan americano," suara pelayan menghentikkan ucapan Raka. Pelayan itu dengan perlahan meletakkan pesanan mereka lalu pergi untuk melayani pesanan lain.
"Sebenarnya apa?"
Ingatkan Vena untuk tidak terlihat seperti ibu-ibu rumpi yang haus akan gosip. Entah kenapa saat ini rasa penasaran mendominasi Vena. Padahal biasanya Vena bisa bersikap kalem jika dia penasaran akan sesuatu.
"Gue suka sama lo," tembak Raka langsung.
Respon Vena? Dia dengan muka bodohnya hanya bisa menjawab 'hah?' dengan rahangnya yang sudah tertarik gravitasi bumi.
"Maksud lo? Kakak nembak gue, gitu?" ujar Vena.
"Yup, bener. Gue nembak lo. Sekarang, detik ini juga," Raka berkata santai. Padahal, degup jantungnya sudah berirama tak pada temponya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still Waiting For A Reason✔
Teen FictionAdalah empat insan yang mencari sebuah alasan sebagai cara untuk bertahan. Adalah empat insan yang ingin bersama, namun semesta terlalu kejam untuk tak mewujudkannya. Adalah empat insan yang saling menyalahkan, terjebak dalam kubangan yang sama, me...