Waktu berjalan begitu cepat tanpa bisa diperlambat sedetikpun. Salsa memandangi pantulan wajahnya di cermin. Dengan sedikit polesan bedak tipis di wajahnya, dan rambut yang ia biarkan tergerai begitu saja, meski tetap tidak bisa menyembunyikan raut wajahnya yang dipenuhi rasa sebal.
Riak wajahnya jauh dari kata bahagia, karena pergi ke sebuah party bersama Dani, "Oh, itu sama sekali bukan mimpi yang ingin kucapai saat ini." batin Salsa dongkol.
Kalau saja Dani tidak memaksa dan tidak membuat panggilan berkali-kali, Salsa pasti enggan pergi bersamanya.
Salsa melirik arloji hitam di tangannya, waktu sudah menunjukkan pukul 07:30. Salsa melangkah keluar dari kamarnya dan berjalan menuruni tangga. Matanya melirik ke bawah dan mendapati Dani tengah duduk ditemani bunda dan adiknya yang tampak tidak terlalu memperdulikan kehadirannya. Salsa memutar bola matanya malas saat Dani memperhatikannya dengan wajah berbinar.
"Salsa, udah siap sayang? lagian kamu lama banget, kan kasian temannya nungguinnya lama." ujar bunda halus.
"Nggak papa tante, nggak lama banget juga kok." balas Dani tak kalah halus, sementara matanya menatap Salsa lekat-lekat sambil tersenyum.
"Cari muka banget sih." batin Salsa dalam hati.
"Siapa suruh datangnya kecepetan." tukas Salsa judes.
"Ya ampun Salsa, kok kamu judes banget sih? bunda kan nggak pernah ngajarin kamu jadi kasar." tutur bunda sedikit marah.
"Salsa bener kok tante, sebenarnya kita janjiannya jam delapan." ujar Dani membelanya.
"Ya udah, kalian perginya hati-hati ya. Pulangnya jangan malam-malam." ucap bunda lagi.
"Iya bun," jawab Salsa sambil menyalami tangan bunda dan diikuti oleh Dani.
****
Hampir sepuluh menit, suasana diwarnai kesunyian. Salsa mengedarkan pandangan matanya ke luar jendela mobil, memandangi kendaraan yang seliweran di jalanan. Jujur saja, Salsa benci terjebak dalam suasana awkward seperti ini. Dani yang seakan mengerti kemana jalan pikiran gadis itu langsung memecah keheningan.
"Sal, lo nggak keberatan kan ikut hadir ke acaranya Dimas?" tanya Dani sambil menatapnya.
"Kalau gue udah ada disini sih, gue bisa apa? lagian lo-nya maksa banget." jawab Salsa asal membuat tawa Dani pecah tanpa Salsa duga.
"Kok lo ketawa?" Salsa bertanya sebal.
"Habisnya lo lucu," balasnya lagi masih dengan sisa ketawa yang masih terpampang jelas di wajahnya.
"Gue nggak ngerasa lagi ngelucu. Kenapa sih nggak lo, nggak Erick, nganggapnya gue lucu, kan gue nggak lagi ngelawak." tutur Salsa semakin dongkol.
"Erick pernah bilang gitu juga sama lo?" tanya Dani dengan ekspresi yang sudah berubah.
"Iya." jawab Salsa singkat, membuat Dani kini terdiam.
"Jujur, setelah beberapa hari lo ngejauhin gue, gue baru ngerasa nggak enaknya dijauhin sama lo. Apalagi di saat gue nggak tau kesalahan gue apa Sal." ujarnya mulai memelan.
"Udahlah, gue nggak suka lo bahas itu." jawab Salsa sedikit ketus, karena bagaimanapun juga ia benci jika ingatan saat Dani memanfaatkannya terus merasuk ulang dalam pikirannya.
"Sal, gue boleh tau nggak apa alasan lo ngejauhin gue? gue hampir gila Sal, gue frustasi." ujarnya dengan wajah pias tanpa mengalihkan pandangan matanya dari wajah Salsa, walaupun sesekali ia menatap jalanan yang kebetulan sedang tidak begitu ramai.
KAMU SEDANG MEMBACA
ILUSI HATI (REVISI)✔ SudahTerbit
Teen Fiction### Dia adalah alasan mengapa aku bisa terluka dan bahagia setelahnya. Dia bahkan menjadi orang yang paling pertama mengulurkan tangannya saat aku butuh, namun dia juga pergi saat aku mulai rapuh. Apa ada yang lebih egois daripada itu? "Nggak usah n...