Dalam kesehariannya, hidup Bapak itu merakyat dan memang beliau hidup untuk rakyat. Segala yang beliau punya ia bagi dengan rakyat sekitar. Ibu terkadang makan hati dengan sifat Bapak yang menurutnya terlalu berlebihan itu. "Membantu orang lain maupun keluarga itu baik, tapi apa salahnya kalau sedikit dari uang penghasilanmu itu disimpan untuk berjaga-jaga? Atau dipakai untuk memperbaiki rumah atau mengganti mobil jeep bututmu itu dengan mobil yang lebih bagus?" Begitu protes Ibu ke Bapak.
Terkadang perdebatan seputar masalah penggunaan uang terjadi antara Bapak dan Ibu. Raut muka Ibu berubah menjadi asam kalau sedang sedih, terkadang ia juga menangis tapi tidak pernah di hadapan Bapak. Ibu menujukkan rasa kecewanya dengan aksi tutup mulut berhari-hari lamanya terhadap Bapak. Kalau sudah begitu, Bapaklah yang harus berusaha setengah mati untuk menceriakan hati Ibu kembali. Bapak lalu melucu sampai Ibu mau tersenyum lagi. Pernah ia sengaja memakai kebaya dan jarik Ibu lengkap dengan kipas di tangan dan berjalan melenggak-lenggok kekenesan seperti wedok jadi-jadian. Setelah itu ia mencoba berbicara dengan logat agak keperempuan-perempuanan kepada Ibu dan aku. Itu semua dia lakukan untuk mencairkan hati Ibu. Aku yang melihat aksi nyeleneh Bapak ini tidak bisa menahan tawa. Tapi Ibu sebaliknya, ... ia tetap berdiam diri dan tetap tidak mau tersenyum sedikitpun.
Bagaimanapun Ibu mendesak Bapak agar mau membatasi sifat memberinya, tetap saja Bapak tidak pernah bisa berhenti memberi. Sebagian besar gajinya ia sumbangkan untuk kepentingan partai, sebagian untuk menyekolahkan anak-anak asuhnya, sebagian lagi diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan. Dan aku rasa hanya sebagian kecil saja yang ia berikan untuk Ibu dan untuk kebutuhan kami semua. Untungnya kami tidak harus selalu belanja kebutuhan pokok, karena semuanya mengalir hampir setiap hari dari tamu-tamu yang sudah ditolong Bapak. Ada saja orang yang datang mengantarkan sesuatu. Para petani biasanya membawa bahan makanan dalam jumlah yang sangat banyak seperti: beras, ikan, jagung, gula, sayur-sayuran, berbagai jenis daging dan apapun yang bisa dimakan dan diminum, diberikan mereka kepada kami. Karena itu keluarga kami bisa dibilang juga menjadi saluran berkat untuk tetangga dan keluarga sekitar, karena semua makanan itu pasti dibagi rata kepada keluarga dan tetangga sekitar. Semakin banyak kami memberi, semakin banyak pula kami menerima, begitulah yang kami alami.
Rumah kami biasanya hiruk-pikuk dengan keluar-masuknya tetangga atau keluarga yang mengambil jatah makanan. Segala sesuatu yang kami miliki dan dapatkan selalu dibagikan keseluruh kampung. Sifat berbagi Bapakku ini sangat berkesan buatku.
Terlepas dari didikan Jawa yang menganjurkan kepada setiap keluarga untuk saling membantu; aku merasa sangat yakin bahwa pemikiran-pemikiran Karl Marx merupakan faktor terbesar yang membentuk Bapak menjadi seorang yang memiliki sifat memberi yang sangat menonjol. Pengetahuan Bapak tentang ideologi Marxisme sedikit banyak telah mendominasi cara berfikir dan mempengaruhi keputusan yang ia ambil dalam mengatur uang yang ia miliki.
Pada dasarnya, menurut Tuan Marx, tidak masalah bentuk pemerintahan apapun yang mengatur negara, selama golongan kaya masih mendominasi harta kekayaan negara, maka kesamarataan itu tidak akan pernah terwujud. Karena itu, Karl Marx menganjurkan gerakan revolusi yang didukung bersama-sama dengan pembentukan suatu sistem sosial, di mana manusia--terutama golongan kaya lebih diajak untuk mengembangkan kualitas kemanusian mereka beberapa tingkat lebih tinggi lagi; terutama dalam sisi kebaikan dan kemurahan hati. Dengan ini Marx menantang sisi kemanusian golongan kaya untuk mengubah "karakter" mereka dari kikir menjadi murah hati alias welas asih . Marx percaya, bila kaum buruh mendapatkan gaji yang layak, maka kemiskinan itu akan teratasi dengan sendirinya. Intinya, perubahan karakter dari pihak golongan kaya untuk membagikan kekayaannya secara sukarela kepada golongan miskin, dapat menurunkan angka kemiskinan dengan drastis. Pemikiran radikal inilah yang pada akhirnya banyak mempengaruhi cara Bapak menjalani hidupnya. Ia selalu menaruh kepentingannya di belakang, dan mendahulukan kepentingan rakyat jelata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perempuan Berstempel Merah
Ficción históricaLalu mereka bertiga mendekatiku dan dari dekat memeriksa tubuhku yang telanjang, sementara tangan mereka mulai meraba-raba, mencari-cari di mana bekas stempel itu. Dengan kasar tangan-tangan itu menggerayangiku, sampai aku pun terjatuh. Mereka lalu...