Bagian 20

2.9K 243 4
                                    

Gua Regi. Gua nggak banyak, omong suka menyendiri. Bukan karena gua lagi ada masalah, tapi emang gini keseharian gua. Dan, maaf kalau misalnya terganggu atas apa yang telah terjadi sebelumnya.

Kali ini, gua harus angkat bicara soal ini. Gua akuin kalau misalnya apa yang diomongin Dimas soal gua banyak benernya. Gua akuin, kalau gua sendiri yang dulu ngancurin hubungan persahabatan gua sama Dimas pas jaman SMA dulu.

Entah apa yang ada dipikiran gua dulu, ngelakuin hal jahat yang mungkin Dimas nggak bakal pernah maafin gua. Gua udah mempermalukan dia di depan temen-temen SMA dengan bilang ke mereka soal orientasi seksnya dan nyoba buat nembak gua.

Sebenernya, Saat itu gua sendiri sedang bingung soal orientasi gua. Gua akuin gua suka sama Dimas karena kita emang temen deket. Tapi, jujur, gua masih gengsi. Pada waktu itu, kondisinya lain. Siapa sih yang mau ditembak cowok? Gua. Ya, gua mau.

Tapi, tadi. Gua gengsi sama temen-temen deket gua yang emang udah curiga soal Dimas. Gua nggak mau ikut dicurigai dan dijauhin sama mereka. Tapi ternyata, setelah gua bilangin ke temen-temen soal Dimas yang nembak gua, semuanya jadi kacau. Keadaan memburuk. Yang awalnya gua cuma bercanda doang jadi semua orang tau soal ‘penembakan’ ini.

Setelah kejadian itu, akhirnya Dimas pindah sekolah. Gua ngerasa sangat sangat bersalah. Bukan hanya pada waktu itu aja, tapi sampe sekarang. Setelah kepergian Dimas, gua sering kepikiran hampir setiap hari tentang kejadian itu. Gua nyoba mikir, apa yang bisa gua lakuin buat dia? Tapi dia udah ngilangin jejaknya, baik nomor telepon ataupun alamat barunya.

Orang tuanya pun dititipin pesan untuk nggak memberitahukan alamatnya. Sampai gua ketemu dia di perpustakaan kampus semester tiga, dua setengah tahun lalu.

Gua mulai ngobrol lagi sama Dimas setelah satu sama lain saling tahu. Gua pernah bilang soal ini ke Dira. Tapi satu hal yang gua tutupin dari Dira, kalau gua mohon-mohon buat minta maaf ke dia dan pengen kayak dulu sebelum kejadian dulu terjadi.

Dimas nggak mau. Dia lebih memilih buat pura-pura nggak kenal gua dan nyuruh gua lupain pernah kenal dia. Selama semester tiga, gua terus mohon-mohon sama dia buat dimaafin.

Akhirnya, awal semester empat hati Dimas melunak. Dia mau baikan lagi sama gua dengan satu syarat, yaitu nggak pernah mengungkit-ungkit kalau dia pernah nembak gua. Dia juga bilang kalau dia udah suka sama orang lain semenjak semester dua.

Ya. Orang itu Dira. Dimas cerita kalau Dira bantu dia pas ikut pertukaran pelajar ke Jepang untuk yang pertama kalinya. Dari situ, Dira mulai dekat sama Dimas dan yang lainnya, yang waktu itu sama-sama ikut seleksi pertukaran pelajar.

Katanya, Tommy dan Ray ditolak karena kesibukkannya waktu itu. Sedangkan Dira, merelakan nggak ikut seleksi buat Dimas. Akhirnya cuma Dimas dan Ferdi yang lolos buat pergi ke Jepang.

Tahu kalau Dimas suka sama Dira, gua bukannya menyetujui dan relain dengan lapang dada. Tapi ada cemburu di hati gua. Ya. Perasaan yang dulu ragu-ragu kini menjadi menggebu-gebu. Gua udah yakin kalau gua suka Dimas. Akhirnya, gua jadi stalker-nya Dira. Gua cari tahu, siapa sih Dira sebenernya?

Hm … cuma mahasiswa biasa. Nggak ada yang spesial seperti yang Dira sendiri pernah bilang ke gua. Setidaknya, dibanding Ferdi, Ray, dan Tommy. Gua akuin kalau mereka punya kharisma tersendiri di bidangnya.

Tapi, Dira bukan tipe yang menonjolkan kelebihannya seperti yang lain. Memang awalnya biasa-biasa aja, tapi semakin kita bergaul dengannya, kita bakal tahu seberapa menariknya dia, seberapa baiknya dia.

Semakin gua menyadari kemenarikan Dira, cemburu gua semakin besar. Dari situ, sempat terbersit di sisi hati gua yang jahat buat jauhin Dimas dan Dira.

Antara Aku, Dirimu dan Dirinya : Cinta Di Sastra JepangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang