Antara Aku, Dirimu dan Dirinya : Cinta Di Sastra Jepang

3.6K 258 18
                                    

Aku Dimas. Pagi ini, setelah Dira pamit pulang ke kosan, aku sangat khawatir dengan keadaannya. Mungkin ketika bersamaku, dia bisa bersikap kalem untuk menenangkanku. Tapi aku tahu, dia bukanlah tipe orang baik yang bisa memaafkan orang lain begitu saja. Apalagi masalah ini.

Kuputuskan, aku menyusul Dira ke kosannya setelah sekitar lima belas menit Dira pulang dari rumahku. Sepanjang perjalanan, yang aku khawatirkan adalah bagaimana kalau dia bertemu dengan Regi? Entah itu Regi yang datang ke kosan Dira ataupun Dira yang datang ke kosan Regi. Keduanya bakal berefek buruk. Setidaknya itu pikiranku saat ini.

Di depan kamar Dira, aku melihat Ferdi. Dia tidak masuk ke kamar atau mencoba mengetuk pintu kamar untuk masuk. Kudekati dia dan kusentuh bahunya.

“Ada apa?”

“Regi, Mas. Regi lagi di kamar Dira. Pas gua mau masuk, gua denger suara orang ribut-ribut!" Kata Ferdi khawatir, “Ehm … dari tadi gua denger nama lu disebut-sebut. Apa karena ini lu berubah beberapa waktu terakhir? Apa bener, Dira sama Regi … pacaran?” Ferdi semakin penasaran.

Sorry, Fer. Apa yang kamu denger semuanya bener. Aku suka Dira, dan … yah, tapinya Dira jadian sama Regi. Dan ribut-ribut ini terjadi mungkin kamu udah denger gimana awalnya,” kataku. Aku jadi mengobrol dengan Ferdi di luar membiarkan ribut-ribut di dalam kamar berlangsung.

“Gu ... gua sih nggak masalah kalau lu … suka sama Dira yang … cowok. Toh, hak lu 'kan? Persahabatan kita nggak bakal berkurang,” kata Ferdi dengan tatapan kosong ke arah pintu kamar Dira.

BRAK!!

Pintu kamar Dira seperti dipukul. Aku berdiri dan kuketuk pintu kamar Dira. Tak berapa lama Dira membukakan pintu. Air wajahnya tidak seperti Dira biasanya. Penuh dengan amarah. Dira pun mengusir Regi keluar kosan dengan ditemani Ferdi.

“Fer, jagain Regi ya!” kataku.

“Awas dateng lagi!!!” Dira masih mengumpat-umpat kepada Regi yang sekarang menjauh dari kosan.

Kutarik Dira masuk ke kamar. Dira berontak. Kupeluk erat Dira agar tenang. Kuusap-usap punggungnya.

“Sst … udah, Dir. Tenang …!” bahuku basah. Dira menangis di bahuku. Dira memelukku sangat erat.

“Kamu jangan marah lagi, Dir. Udah, biarin aja Regi,” kataku.

“Ta ... tapi si brengsek itu udah bikin kamu--”

“Udah, biarin aja. Mungkin ini hukuman buat dia, buatku juga. Aku terlalu mudah dipancing provokasi dia yang pacaran sama kamu, Dir. Perasaanku terlalu sensitif, apalagi soal kamu. Udah aku bilang dulu, kalau kamu satu-satunya yang bisa bikin aku khawatir dan nggak tenang kalau kamu ada apa-apa. Aku terlalu lemah untuk yang satu ini. Apalagi saat aku tahu niatan Regi, aku udah hilang kontrol,” kataku.

“Dia udah mainin perasaanku dan kamu, Mas!”

“Iya. Aku tahu. Aku marah dan semakin benci sama dia. Tapi, udahlah. Dia udah menerima pukulanku, pukulamu, bentakan dan makian juga. Aku rasa itu cukup buatnya untuk berpikir dan mengoreksi diri. Aku yakin, dia akan kapok dan berpikir dua kali untuk melakukannya lagi, baik pada kita ataupun yang lainnya.”

Aku mencoba untuk tenang dan meredakan emosi Dira. Mudah-mudahan apa yang aku katakan tidak salah dan menyulut emosi yang lebih lagi.

Seperti yang aku katakan barusan, aku marah. Marah besar. Ini kedua kalinya Regi mempermainkanku. Dulu, ketika SMA, aku sangat sangat marah padanya karena dia mengolok-olokku yang menyukainya.

Tapi sekarang, justru aku merasa kasihan sama Regi. Regi yang dulu tidak suka dengan laki-laki sudah berubah. Kejadian ini adalah suatu pelajaran buatnya dan pembalasan untuknya atas apa yang telah dia lakukan padaku dulu. Karma mungkin?

Antara Aku, Dirimu dan Dirinya : Cinta Di Sastra JepangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang