Bagian 14

2.5K 253 4
                                    

Gua Regi. Walaupun sebenarnya ada banyak panggilan buat gua, inti semuanya sama aja. Regi. Cuma ditambahin si aneh, si pendiam, kuper dan sebagainya. Yah, lu bisa liat keseharian gua aja. Gua terima kok, dibilang seperti itu.

Emang gua nggak banyak omong, temen gua dikit dan aneh? Bagian apapun itu yang aneh, gua setuju-setuju aja deh. Gua masih memegang kalimat pendapat orang perlu dihargai, jadi silahkan bebas manggil gua apaan asal gak aneh-aneh dan berdasar.

Belakangan ini, gua lagi happy karena akhirnya Dira jadi pacar gua. Perjuangan jadi stalker Dira nggak sia-sia. Yah, gua bilang stalker karena selama ini gua cuma liat dan merhatiin dia dari jauh, jauh dari temen-temennya. Gua terlalu nggak berani buat deketin dan bergaul sama Dira dan lainnya sampe gua ketemu Dira di bus.

Walaupun misalnya nggak ketemu Dira di bus pun, gua kenal Dira dan yang lainnya. Gua udah kenal sama Dimas duluan, karena kita pernah satu SMA. Kalau kita ketemu, dia sering cerita soal Dira dan yang lainnya kalau misalnya ketemu, sehingga gua sedikit penasaran dan jadi pengen buat temenan sama mereka.

Yah, gua harus terima kasih sama Dimas. Karena dialah gua jadian sama Dira sekarang ini.

Dir, kamu di mana? Nanti kita ketemuan di lobi gedung jurusan ya, jam setengah tiga [14:05]

Sebuah sms gua kirim buat Dira. Gua masih kena sindrom awal pacaran yang bawaannya nggak mau jauh banget sama dia. Setiap waktu gua kirim sms ke dia cuma sekadar nanya lagi apa? udah makan belum? di mana? sama siapa? dan pertanyaan lainnya yang jarang sekali gua tanyain sebelum jadian.

Hahaha … cinta emang gila! Bisa bikin gua yang tak acuh menjadi acuh seperti ini, bahkan sampe hal yang nggak penting sama sekali. Selain itu di keseharian gua, gua jadi lebih suka ngobrol sama temen-temen lainnya juga sama anak-anak tingkat bawah, pedagang sekitaran jurusan sastra, dan banyak lagi. Nggak salah gua jadian sama Dira. Sebuah sms masuk dari Dira.

Aku lagi sama Rere diskusiin soal skripsi. Ok. Nanti aku ke sana. Sampai ketemu jam tiga, Regi sayang [14:08]

Ah, untunglah. Dia lagi sama Rere. Gua nggak perlu khawatir di mana dia dan nggak perlu mikir yang aneh-aneh. Setelah gua rapihin buku dan alat tulis lainnya ke dalam tas, gua ke luar kelas dengan perasaan yang lebih menyenangkan dari sebelum gua pacaran sama Dira.

“Mau kemana, Gi?” Ada yang manggil gua.

“Ah ... lu, Mas?” ternyata Dimas manggil gua dari arah perpustakaan, "oh, hahaha … nggak apa-apa.” gua cuma cengengesan.

“Akhir-akhir ini kamu beda banget. Lebih … cerah dan santai. Nggak kayak biasanya yang pendiem dan susah mengekspresikan diri kamu di depan orang?” kata Dimas terlihat sedikit penasaran.

“Hehehe … nggak kok, Mas. Biasa aja.” Lagi-lagi gua cuma bisa cengengesan,“eh, gua buru-buru. Sampe ketemu nanti, ya?” gua turun tangga menuju lantai satu.

“Ah!” gua berhenti di anak tangga ke tiga dari atas, “Mas, makasih ya!” kata gua singkat dan melanjutkan menuruni tangga.

“Makasih buat apa, Gi?” tanya Dimas.

Gua hanya mengkat tangan dan mengacungkan telunjuk dan jari tengah membentuk huruf V.

Ehm … apa yang perlu gua siapin sekarang? Gua sedikit grogi. Aneh, padahal udah pacaran beberapa hari sama Dira. Biasanya kita lebih sering ketemu dan berduaan di kosan Dira atau kosan gua. Ini kali pertama gua janjian ketemu sama Dira. Bukan, bukan ketemu biasa. Tapi gua pengen berduaan aja sama Dira di kampus.

Antara Aku, Dirimu dan Dirinya : Cinta Di Sastra JepangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang