"Aku memang bukan seseorang yang kamu harapkan. Namun percayalah, aku bisa menjadi orang yang kamu andalkan"
__
Setelah memoleskan sedikit lipstik di bibir tipisnya, Maody segera menyambar tas sekolahnya dan turun menuju meja makan. Setelah sampai Maody segera duduk dan mengambil roti tawar dan menambahkannya dengan selai keju kesukaannya. Belum selesai menaruh selai keju di atas roti tawar, Manda mencegah kegiatannya itu."Eh sayang, jangan pake roti ya. Ini udah mama siapin sarapan nasi goreng buat kamu" cegah Manda sembari memberikan sepiring nasi goreng dengan tambahan irisan tomat dan timun diatasnya.
"Tapi ma, Mao mau sarapan pake roti"
"Roti gak akan buat perut kamu kenyang sayang"
"Ini perut Maody mah. Jadi Maody dong yang tau kenyang apa gak nya" ucap Maody mempertahankan keinginannya.
"Yaudah gak apa-apa. Tapi, nasi goreng ini bakal kamu makan pas istirahat sekolah. Mama akan siapkan bekal buat kamu. Dan jangan sampai ada acara lupa ataupun ketinggalan lagi kaya kemaren" ucap Maody yang lagi-lagi dengan gk hawatirkan putri kesayangannya.
"Iya ma, Maody janji". Maody tersenyum manis. Ia menuruti permintaan mamanya.
"Kak Dito mana ma?" Tanya Maody yang sedari tadi tidak melihat keberadaan Dito. Biasanya ia akan banyak bicara jika sedang makan bersama, tapi kali ini? Batang hidungnya pun tak kelihatan.
"Dito tadi malam pergi ke rumah temennya. Katanya ada tugas yang harus ia selesaikan" jawab Manda sambil menyiapkan kotak makan untuk putrinya.
Maody hanya mengangguk paham. Dito memang sibuk. Ia sedang menyelesaikan skripsinya.
"Trus Maody berangkat sama siapa?" Tanya Maody karena Dito tidak ada dirumah.
"Mang Ujang juga masih pulang kampung" lanjut Maody dengan memikirkan hukuman yang akan ia dapatkan. Terlebih guru di pelajaran pertamanya itu terkenal galak. Maody menghembuskan napasnya.
"Gimna kalo sama mama?"
Mendengar hal itu mata Maody langsung melotot pertanda ia menolak usulan mamanya itu.
Bukan karena tak mau, tapi Maody takut mamanya akan mengalami trauma seperti dua tahun lalu yang mengakibatkan mamanya dirawat di rumah sakit akibat kecelakaan yang menimpa dirinya. Maody tau sejak saat itu mamanya tidak pernah lagi menyetir mobil.
"Gak. Mao gak mau berangkat sama mama" tolak Maody secepatnya.
"Loh kenapa?"
"Gak ya ma, jangan deh ma. Hari ini Maody akan naik taksi aja" final Maody sebelum Manda mengomel lebih lama.
__
Nina melihat barisan belakang mencari Maody, dan terlihat Nada yang sedang menahan kantuknya."Nad, Maody mana? Kok belum keliahatan?"
Pertanyaan Nina barusan langsung menyadarkannya bahwa sahabatnya saat ini belum datang. Pelajaran pertama akan segera dimulai.
"Lo gak liat Maody kan? Ya tandanya dia belum datenglah" jawab Nada dengan sedikit kesal. Pasalnya tadi malam ia begadang demi menyelesaikan drama korea yang sejak SMP ia sukai. Terlebih pemerannya adalah aktor favoritnya. Ia akan rela menatap laptop sampai pagi buta.
"Udah lo tenang aja, nanti juga dateng. Kalo gak, berati dia telat. Oh iya, sebelum pa gendut itu dateng lo jangan bangunin gue oke?" Lanjut Nada dan bersiap untuk menidurkan dirinya dengan beralasan tas gendong miliknya.
Nina hanya menghela napasnya. Ia sedikit khawatir dengan Maody. Apakah ia sudah sembuh atau belum.
Tak lama, datanglah Ibu Ani yang memberikan selembar kertas berisikan tugas di jam Mata pelajaran pertama.Mahesa menerima tugas dari ibu Ani dan segera memindahkan tulisan tersebut dipapan tulis. Mahesa sempat melirik tempat duduk Maody. Namun ia hanya melihat Nada yang sudah terlelap di mejanya.
Mahesa khawatir, tentu saja. Terlebih kejadian kemaren saat upacara ia melihat wajah cantik Maody yang pucat dan pingsan di sampingnya. Dengan sigap Mahesa menggendong dan membawanya ke Uks. Jika ada yang melihat raut wajahnya saat itu, mungkin akan mengira Mahesa ini seperti orang yang takut akan kehilangan sebab raut wajahnya yang begitu amat khawatir.
_______
Maody menatap nanar gerbang sekolahnya Yang sudah tertutup rapat. Ada sekitar tujuh siswa yang berjejer di depan pintu gerbang. Salah satunya Maody. Benar seperti dugaannya ia akan terlambat."Pa satpam, buka gerbangnya!" Seru Pak Dodo. Satpam yang bertugas pun segera membuka gerbang dan menutup. Iya kembali setelah membiarkan siswa yang terlambat itu masuk.
Maody menurut saja, ia pasrah dengan hukuman yang akan ia dapatkan.
"Baris yang rapih" perintah Pak Dodo dengan tegas.
Semua siswa itu segera merapatkan barisannya. Namun salah satu cowok diantara mereka berjalan dengan menenteng tas gendongnya asal.
Pak Dodo lagi-lagi geram melihat masih banyak siswanya yang terlambat. Apalagi dengan kehadiran Bara di dalamnya. Rasanya ia seperti naik darah jika melihat Bara yang terkesan selalu melanggar aturan.
"Kalian keliling lapangan sebanyak 7 kali putaran dan kembali ketempat semula dengan membawa sampah".
"Maksudnya pak?" Tanya salah seorang siswi disamping Maody.
"Maksudnya itu, kalian harus berkeliling lapangan sebanyak 7 kali dengan memunguti sampah yang ada di sekitar lapangan" jelas pak Dodo. Tidak seerti biasanya. Biasanya pak Dodo akan menasehati siswanya yang terlambat sampai semua kaki siswa kesemutan. Namun kali ini ia langsung memberikan hukuman kepada mereka.
"Saya akan mengawasi kalian semua" final Pak Dodo kemudian terdengar keluhan para siswa yang enggan untuk melakukan hal itu.
Semua siswa berjalan ke lapangan utama yang terbilang cukup besar. Mereka semua menjalankan hukumannya sampai ada perintah kembali dari Pak Dodo."Akhirnya selesai juga" gumam Maody setelah mencuci tangannya di wastafel sekitar pinggir lapangan. Hampir setengah jam mereka dihukum.
Maody melirik jam tangannya. Pukul 08:25.
Setelah mendapatkan hukuman akibat keterlambatannya, Maody berjalan menuju kelasnya. Untuk laripun ia sudah merasa lelah. Jika ia mendapatka hukuman lagipun tidak apa-apa. Ini memang kesalahannya.
"Aw! " jerit Maody yang sudah tersungkur di lantai. Lututnya terasa nyeri. Maody meringis kesakitan.
Untung masih jam pelajaran sehingga lapangan sekolahpun masih sepi.Maody geram. Sial sekali nasibnya hari ini. Sudah kena hukuman, jatuh pula.
"Kenapa lo?" Tanya seseorang yang berdiri tepat di depan Maody.
Maody mendongakkan kepalanya. Seketika ia merasa ingin mencakar wajah tersebut. Namun ia urungkan karena lututnya yang sudah berdarah.Maody berusaha untuk berdiri. "Awas, minggir lo dari jalan gue!"
Bara hanya menatap gadis itu. Ia merasa aneh. Lututnya yang sudah berdarahpun ia masih bisa bersikap galak. Bahkan ia tidak menangis seperti cewek pada umumnya."Ogah!" Tolak Bara. Mendengar penolakan Bara, Moady sangat geram.
"Mau lo apa sih, ha?!"
Sekali lagi Bara menatap lutut Maody yang darahnya kian mengalir."Obati luka lo" ucap Bara dengan suara yang terdengar seperti bisikan.
"Apa? Lo bilang apa? " teriak Maody tepat di depan Bara.
"Budek lo!" Teriak Bara dan berlalu pergi."Dasar cowok gak waras!" Teriak Maody dan berjalan dengan susah payah mencari tempat duduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
About you
Teen Fiction"Karenamu dan darimu aku paham bagaimana rasanyanya bahagia dan rasa sakit itu ada"