30

3.5K 192 12
                                    

Tak seperti biasanya, hari ini Lea masuk lebih siang. Istirahat pertama tinggal beberapa menit saat Lea melintasi koridor menuju kelasnya bersama sang papa.

"Serius nih Lea ngga apa-apa?" Tanya Papa Lea.

"Iya Papaku sayang, Lea serius." Entah sudah berapa kali pertanyaan itu terlontar untuk Lea.

"Ya udah kalo gitu. Papa tunggu di mobil aja, yah."

"Iya Pa, kalo gitu aku masuk dulu."

Lea mengetuk pintu sebelum masuk. Pak Rio, guru Matematika kesayangan Lea sedang sibuk menjelaskan sebuah materi.

"Assalamualaikum, Pak."

"Waalaikumsalam, Lea. Silahkan masuk." Lea mengangguk pada guru kesayangannya sebelum memasuki kelas.

Lea tak langsung menuju tempat duduknya, tetapi berdiri di depan kelas dan menatap teman-temannya seperti hendak menyampaikan sesuatu. Lea kembali melirik ke arah Pak Rio yang sudah duduk di mejanya untuk meminta izin. Pak Rio mengangguk.

"Assalamualaikum temen-temen. Mungkin temen-temen heran liat gue yang baru datang dan sekarang malah bicara di depan kalian." Lea memberi jeda.

"Sebelumnya, terima kasih buat temen-temen atas kenangannya selama satu setengah tahun ini. Kalian bener-bener bikin masa SMA gue penuh warna. Tapi..."

"Tapi, ini mungkin hari terakhir gue di sekolah ini. Gue bakal kangen banget sama kalian setelah gue ninggalin sekolah ini." Pandangan Lea memburam akibat air mata. Sedangkan teman-temannya terpaku.

"Buat Jia, baik-baik disini. Jangan kecentilan, inget sama Dani." Jia? Air matanya sudah jatuh sejak tadi. Tapi kalimat yang Lea tujukan padanya berhasil membuatnya terkekeh meski tk menghentikan air matanya.

"Buat Nina, semangat terus fangirling-annya. Jangan keseringan ganti bias. Gue bakal kangen fangirling-an sama lo."

.
.
.

"Jangan kangen sama gue, yah."

Setelah menyampaikan pesannya yang dipenuhi air mata. Semua siswi kelas XI MIPA 3 menghambur memeluk Lea.

"Kok lo pindah, sih. Trus gue fangirling-an sama siapa dongn Entar gue dibully sendiri sama mereka." Itu suara Nina.

"Kalo gue berantem sama Dani gue curhat sama siapa dong?" Ini suara Jia.

"Ya elah, sosmed bisa kali."

Dan masih banyak lagi keluhan-keluhan yang Lea dengar. Ia tak menyadari bahwa ada dua orang yang tak bergeming dari tempatnya saat Lea 'pamit'.

Kring...kring...

Bel istirahat sudah berbunyi. Pak Rio yang sejak tadi terabaikan berdehem untuk menarik perhatian siswanya yang sedang asyik berpelukan layaknya teletubies.

"Ekhemm."

Lea segera berusaha melepaskan pelukan teman-temannya.

"Makasih ya, Pak. Udah ngajarin saya selama ini. Makasih juga atas kepercayaan bapak nunjuk saya sebagai ketua kelompok." Lea mencium tangan guru kesayangannya.

"Hhh, saya bakal kehilangan satu siswa favorit saya di kelas ini."

"Bapak bisa aja."

***

Flashback on

"Lea, sini sayang. Papa mau bicara sebentar." Lea yang sedang berada di dekapan sang mama berpindah ke dekapan sang papa.

"Bicara apa?" Tanya Lea manja.

"Gimana keadaan kamu selama Papa sama Mama nggak ada?" Tanya sang papa.

"Nggak gimana-gimana, baik-baik aja."

"Kalo misalnya Papa minta kamu ikut Papa ke Singapura, kamu keberatan nggak?"

"Maksud Papa, pindah ke Singapura bareng Papa sama Mama?"

"Iya. Selama ini Papa sama Mama udah terlalu sering ninggalin kamu disini. Papa sama Mama juga udah makin tua, pengen nikmatin masa tua Papa bareng anak kesayangan Papa." Papa Lea menghela nafas. Tak bisa dipungkiri, seringkali dirinya juga khawatir dengan keadaan putrinya saat ia sedang mengurus perusahaannya.

"Papa juga sering kepikiran sama Lea. Apalagi, Lea pernah kena tifus."

Untuk sementara, Lea terdiam. Pikirannya melayang mengingat kejadian yang menimpanya akhir-akhir ini. Kalau dia ikut dengan Papanya, ia tidak harus bertemu dengan 'mereka' lagi. Ia bisa menata ulang hatinya tanpa harus khawatir bertemu dengan 'mereka'. Namun, kalau ia ikut, sama saja dengan ia yang lari dari masalah.

Sabodo amat, yang penting gue ngga harus ketemu mereka lagi. Batin Lea.

"Hmm, ya udah. Lea juga sering kangen sama Mama sama Papa kalo kalian ngga ada." Lea mengeratkan pelukannya pada sang Papa. Lalu menenggelamkan wajahnya di dada Papanya, ia memikirkan kembali keputusannya.

Semoga gue ngga nyesel sama keputusan gue. Batin Lea.

Flashback off

***

Setelah Pak Rio berlalu dan puas berpamitan dengan teman kelasnya. Lea sudah akan menyusul sang papa saat tangan seseorang menarik pergelangan tangannya dan membawanya ke taman belakang.

"Kenapa sih hobi banget nyeret gue?" Tanya Lea.

"Lo kenapa pindah?" Tanya orang itu.

"Terserah gue dong!! Lagian, kalo gue pindah, bukannya itu yang lo mau? Bukannya lo yang pernah nyuruh gue buat ngejauhin lo." Tangis Lea hampir pecah. Berhadapan dengan orang itu benar-benar menguras emosinya.

"Astaga! Lea, plis dengerin gue buat kali ini aja. Oke, gue ngaku salah sama omongan gue waktu itu, tapi gue udah pernah jelasin alasan gue ke elo. Plis, maafin gue." Entah sadar atau tidak, kedua tangan Rafka sudah menggenggam erat tangan Lea.

Lea menghela nafas. Di satu sisi, ia jengah dengan permohonan maaf Rafka. Di sisi lain, ia sedang berusaha menetralkan jantungnya yang berdetak kurang ajar hanya karena genggaman tangan Rafka.

"Kayak yang lo bilang, lo udah pernah jelasin masalah ini sebelumnya. Seharusnya, udah ngga ada lagi yang perlu diperjelas. Gue juga bakal berusaha maafin lo, tapi ngga sekarang. Gue mohon lo bisa sedikit ngerti." Lea berbalik meninggalkan Rafka, tapi kalimat Rafka sangat sukses menghentikan langkah Lea.

"Kalo gue bilang gue suka sama lo, apa lo bisa batalin kepindahan lo?" Tak ada tanda-tanda Lea akan berbalik.

Rafka kembali melanjutkan kalimatnya,
"Entah sejak kapan gue selalu kepikiran sama lo disamping rasa bersalah gue ke elo sejak kejadian itu, tapi gue berani sumpah kalo gue ngga pernah punya niat ngomong sekasar itu sama lo. Gue cuma khawatir kalo Jasmine bakal ngelakuin hal yang lebih nekat lagi ke elo. Gue ngga mau jadi alasan Jasmine buat nyakitin lo."

"Lo kepikiran sama gue karena beneran suka sama gue atau karena rasa bersalah lo?" Tanya Lea dengan tetap membelakangi Rafka.

Bibir Rafka kelu, tak tau harus bagaimana menjawab pertanyaan Lea. Bahkan untuk dirinya sendiri, bukan waktu yang sedikit untuk menyadari dan meyakinkan perasaannya.

"Lebih baik, lo renungin lagi sampe lo bener-bener yakin sama apa yang lo rasain. Gue pamit dulu."

***

Yuhuuuuu...

Maapin Rain yg baru update. Soalnya, Rain lagi sibuk banget akhir-akhir ini. Maklum udah kelas 12, sibuk bimbingan dan les. Ini aja lagi simulasi UNBK sih sebenernya.

Hp Rain juga lagi nge-heng, kadang aplikasinya pada ngga mau kebuka. So, untuk kesekian kalinya Rain mohon pengertian readers sekalian🙏🙏

Jan lupa VOMMENT ya guys...

RainDy_xo😘😘😘😘😘😘😘😘😘😘😘😘😘😘😘😘😘😘😘

Ketua Kelas[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang