13

273 19 0
                                    

KARENA kelas mereka satu arah, jadilah Mico dan Sam kembali ke kelas bersama setelah selesai makan siang di kantin Greetel Senior High School.

Sampai di koridor kelas lantai dua Greetel Senior High School yang tidak begitu ramai, Sam mengantungi kedua tangannya ke dalam saku celananya. Kemudian ia membuka obrolan, "Gue penasaran." Ia kemudian menoleh ke Mico, yang beberapa senti lebih pendek dari dirinya.

Mico menoleh ke Sam, ia mengernyit penasaran. "Penasaran tentang?"

"Apa Albert bener-bener kehilangan lo?" sesaat kemudian, setelah bertanya, Sam kembali menoleh ke depan untuk memperhatikan jalan.

Jantung Mico seperti ditumbuk, sepertinya Mico belum bersiap dengan pertanyaan ini. Ia terkejut.

Mico tersenyum kecut, ia mengalihkan pandangannya ke depan untuk memperhatikan jalan. "Satu hal yang nggak mungkin, Sam." Mico kembali melihat Sam. Sam balik melihatya.

"Seandainya," Sam menekankan. "Apa yang bakal lo lakuin?" sambil menunggu jawaban Mico, ia melihat lagi ke depan. Sam mengeluarkan tangannya dari dalam saku celananya, sebentar lagi mereka akan menaiki tangga untuk menuju lantai tiga Greetel Senior High School.

Mico bungkam, ia diam seribu bahasa, tidak tahu harus menjawab apa. Luka di hatinya yang digoreskan oleh Albert begitu dalam dan pedih, sakit sekali. Mico sungguh-sungguh terluka! Sampai-sampai ia tidak diizinkan sekedar berandai-andai untuk berkata, "Ya, gue mau dimiliki oleh Kak Albert.". Sungguh parah luka yang ditorehkan Albert pada Mico!

Mico tersenyum kecut, sambil terus menatap lurus ke depan. Sam melihat Mico, masih menunggu jawaban Mico. Dapat dilihatnya kepedihan yang teramat dalam dari raut wajah Mico, terlebih senyumannya. Sampai-sampai sebuah senyum dapat menggambarkan kepedihan, itu sudah teramat parah kepedihan yang dimiliknya.

"Sekali lagi, Sam." Mico melihat Sam. "Seorang Axedus Albert kehilangan gue, itu satu hal yang nggak mungkin." Mico ber-cih, seolah menggambarkan bahwa ia bukanlah siapa pun bagi Albert yang pantas untuk dirasai kehilangan. Mico bukan siapa pun bagi Albert.

Mico melihat ke depan kembali, memperhatikan jalan. Begitu pun Sam. Mereka menaiki anak tangga menuju lantai tiga sekolah mereka.

"Gue nggak merasa begitu," kata Sam masih lurus pandanganya ke depan.

Mico diam, menghentikan langkah kakinya yang terpaut delapan anak tangga dari lantai tiga sekolah.

Terpaut dua anak tangga dari posisi Mico, Sam ikut menghentikan langkahnya. Kemudian ia berbalik, dan menemukan Mico menyipitkan matanya, menatapnya dengan tatapan antara tidak percaya dan kecewa.

"Apa yang sebenernya lo harapin, Sam?"

"Ada ketulusan yang bisa gue lihat dari diri Albert, itu doang. Apa lo nggak bisa ngerasain itu?" Sam menjelaskan. "Ketulusan hanya buat lo, meminta lo kembali untuk mengisi hidupnya."

"Gue kira lo tahu gimana perasaan gue, Sam!" Mico berjalan menaiki tangga. Namun tangan Mico langsung disambar oleh Sam, dicengramnya dengan kuat.

"Lo denger dulu!" kata Sam tegas, rahang Sam mengeras sama tegasnya.

Mico menghentakkan tangan Sam, ia merasa kesakitan di pergelangan tangannya. Ia bersedia mendengarkan. Mico memijat pergelangan tangannya yang sakit. Sam merasa bersalah pada Mico, melihat Mico memijat pergelangan tangannya.

"Pertama, Albert enggak mungkin setidak-berdaya itu sampai berkelahi sama gue hanya untuk meminta maaf sama lo. Dia datang sendiri ke kantin hanya untuk meminta maaf sama lo, karena dia tahu lo nggak akan pernah mau ketemu dia lagi kapan dan dimana pun juga, itu kenapa dia langsung dateng ke kantin dan secara langsung meminta maaf ke lo. Dan Albert bukan tipikal cowok yang seperti itu, dia tidak akan meminta maaf duluan. Kedua, kalau emang dia mau mempermalukan lo seantero sekolah, dia nggak mugkin belain lo di depan Pak Yuzo yang bener-bener keras kepala. Terlebih, dia mengamankan lo dari Nyokap gue dan Nyokapnya, terutama Nyokap lo, mengamankan lo kalo lo itu suka sama Albert. Ketiga, buat apa di capek-capek balikin flesdis lo itu lengkap dengan isi dan tulisan yang ajaibnya sama dengan apa yang lo mau tulis. Dia bener-bener tulus sama lo, Mico!" Sam menerangkan panjang lebar, sampai ia terengah-engah. Demi meyakinkan Mico.

ALMICOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang