7

384 35 5
                                    

RAMA FUSTIAN

Ada getaran––yang tahu tahu apa artinya. Seakan jantung berdebar hebat saat sedang berhadapan. Merindu, padahal sebenarnya baru saja bertemu. Yang paling penting, hati bahagia setengah mati bahwa ketika tersenyum, kita adalah alasanya. Jatuh cinta cuma sesederhana itu, man. Mau tahu apa yang paling sederhana? Ketika ada nama seseorang yang kita cintai, hadir dalam bilah notifikasi, hanya sesederhana itu.

Lalu, apa yang gue rasain ke Mico itu bisa disebut jatuh cinta?

Karena, setiap ketemu sama Mico, enggak pernah hati gue enggak bergetar hebat. Enggak pernah jantung gue enggak berdebar hebat saat sedang bersama Mico. Selalu aja kangen, padahal baru aja nganter dia pulang ke rumah. Dan gue selalu bahagia saat sedang mengusili dia, karena gue adalah alasan kenapa dia bisa tersenyum, bahkan tertawa. Dan untuk kesekian kalinya, jika ada nama: “The Cute Boo” ––nama yang gue save saat gue minta nomor HP Mico––muncul di bilah notifikasi gue.

I guess, the only one reason why I love that cute boy, he able make me always interesting to him. Dia seakan punya magnet tersendiri. Seperti saat pertama kali gue ketemu dia––saat ia sedang duduk di bangku taman sekolah––dan gue merokok di hadapannya, ada satu hal yang menarik gue sangat kuat, seakan berkata dengan lembut: “Kamu ribet-ribet bakar diri kamu sendiri dengan rokok, Kak Ram, mending kamu bakar aja tubuh kamu pake api yang beneran. Hentiin deh, habis itu ubah fokus kamu jadi aku.” Dan gue tidak mau munafik untuk mengakui perasaan ini. Gue jatuh cinta sama lo, Mico.

Dan, rasa cinta gue itulah yang membuat gue sanggup bertahan menunggu dia di area parkir sekolah ini. Dan sudah hampir 30 menit gue nunggu dia.

“Mico,” gue langsung panggil dia sewaktu dia memasuki area parkir. Memang sengaja ketemuan, dia mau kasih jaket gue yang beberapa hari lalu gue pinjamkan, karena dia kedinginan sewaktu jalan––waktu pertama kali gue ketemu dia.

“Oi, Kak,” dia menyahuti sambil menyunggingkan senyum manisnya, lalu menghampiri gue. “Maaf ya, Kak... malah jadi nunggu lama deh,” ucap dia meminta maaf, wajahnya menampakkan rasa tak enak hati.
It,s okay...” ucap gue sambil tersenyum, agar ia enggak merasa tak enak hati lagi.

“Hampir lupa,” kata Mico sambil mengambil tasnya. “Nih, jaket Kakak,” ucapnya setelah mengambil jaket gue itu dari tasnya, lalu memberikannya ke gue. Lantas gue ambil. “Kemaren belom kering, jadi aku kasih sekarang.”

“Lo yang nyuci ini?” tanya gue sedikit terkejut ke arah Mico. Bukan apa-apa, jadi gue yang ngerasa enggak enak hati kalau begini.

Mico menggaruk kepala belakangnya sambil tersenyum. Sial, manis sama imut dalam waktu bersamaan, minta dicium banget ekspresinya. “Hehehe... iya, Kak. Mama lagi sibuk, aku enggak enak sama Kakak kalo jaket Kakak lama-lama di aku,” jawabnya.

Gue terus memperhatikan wajahnya, tak mendengarkan omongannya. Merantau entah kemana fantasi gue gara-gara ekpresi lo, Mico!

Gue belum merespon. Gue sedang asyik menikmati anugerah Tuhan yang indah di hadapan gue ini, benar-benar indah. Sial! gue kepergok sama dia waktu gue sedang menikmatai anugerah Tuhan di hadapan gue ini. “Kak!” dia sedikit mebentak gue sampai akhirnya gue sadar. Sumpah, malu banget gue kepergok sama dia.

“Eh, iya?” sumpah, enggak tahu mau ditaro dimana muka gue ini, salah tingkah gue.

“Ada yang dipikirin, Kak? Bengong aja."

      “Enggak ada. Pulang, yuk?” dengan cepat gue ngajak dia pulang. Sebelum semuanya jadi kacau.

“Yaudah, yuk,” balas Mico sambil tersenyum.

Gue ambil helm, kasih salah satu helm itu ke dia. Kemudian, gue hiidupin motor. Lalu berangkat pulang. Hanya sesederhana itu, tapi cukup bikin hati gue ser-seran, you mean that ... saat lo sedang jatuh cinta terhadap seseorang.

Gue resmi mengejar Mico sekarang!

* * *


Author

“Intinya, apa yang Albert bilang ke elo, lo harus berekspresi sedatar mungkin, lo harus menunjukkan sakit hati lo, kebencian elo,” begitu kata Sam pada Mico pada waktu jam istirahat di kantin Greetel Senior High School, begitu tahu Albert ingin berbicara dengan Mico sehabis pulang sekolah di taman, belakang Greetel Senior High School.

“Kenapa lo yang sibuk?” tanya Mico, menautkan alisnya.

“Gini ya, Co ... gue yakin seratus persen kalo lo masih cinta sama Albert, it’s okay ... tapi yang jadi masalah adalah, hati lo itu masih riskan,” tambah Sam menerangkan.

“Maksudnya?” Mico mengerutkan dahinya, bingung.

“Gampangnya, hati lo itu masih baperan.” Raut wajah Mico berubah dengan drastis, hatinya seperti ditinju karena apa yang dikatakan Sam adalah fakta. “Gue cuma takut lo bakal tersakiti lagi sama itu orang, Co,” Sam berusaha meyakinkan Mico. Pertahanan diri Mico benar-benar luluh lantak. Dirinya seakan dihujam oleh kenyataan bahwa persaannya pada Albert masih belum berubah, sampai sekarang. Bukan, bukan itu... Mico seakan dihujam oleh kenyataan bahwa dia masih Mico yang sama, Mico yang perasa. Atau akronim anak jaman sekarang, ‘baper’, bawa perasaan.

Begitu percakapan Mico dan Sam di kantin Greetel Senior High School, yang terus memburu pikiran Mico. Membuatnya hampir tak memperhatikan keadaan sekitarnya––jika ia telah sampai di depan rumahnya. Baru saat Rama mematikan motornya, Mico tersadar. Dan, percakapan itulah yang membuat Mico bersikap sedatar itu kepada Albert.

“Terima kasih ya, Kak...” ucap Mico berterima kasih pada Rama setelah turun dari motor Rama sambil mengulum senyumnya, manis.

“Oke,” Rama menyahuti sambil tersenyum. “Titip salam gue sama bokap nyokap lo ya,” sambung Rama, masih dengan senyumannya.

“Siap!” ucap Mico sambil memberikan hormat pada Rama, menirukan gaya anak buah kepada komandannya, benar-benar imut dan manis.

“Bisa aja lo...” ucap Rama sambil terkekeh dan mengacak lembut rambut hitam Mico. Mico langsung mengerucutkan bibirnya, sebal dengan perlakuan Rama pada dirinya, ekspresinya sangat imut. “Yaudah, gue pulang,” ucap Rama, lalu menghidupkan motornya.

“Hati-hati, Kak...”

“Oke, bye...” setelah itu, Rama berangkat.

* * *

“Oh iya, satu lagi...” Albert bersuara lagi. Mico menghentikan langkahnya, tapi tak menoleh ke arah Albert. “Nama file-nya udah gue ubah jadi ‘my final purpose is you’ ... siapa tahu lo iseng-iseng buka, masih lengkap kok,” ucap Albert sambil mengulum senyumnya, manis.

Tanpa berkata apa-apa lagi, Mico melangkahkan kakinya, meninggalkan Albert sendirian di taman Greetel Senior High School.

‘Gampangnya, hati lo itu masih baperan.’
Dan, apa yang Sam katakan memang benar. Ia masih menjadi Mico yang sama, masih menjadi Mico yang perasa seperti dulu. Masih menjadi Mico yang tetap mencintai Albert, meski telah tersakiti begitu dalam hanya dengan:

To : Mico Timothy

Suaramu yang khas seakan menjadi nafas kehidupan untukku. Matamu yang teduh seakan memancarkan sinar kepadaku. Tawamu seakan menjadi energi untukku. Sikapmu seakan menjadi irama indah untukku. Dan aku berharap, aku adalah tujuan hidupmu.

From : Axedus Albert

‘Dan aku berharap, aku adalah tujuan hidupmu.’
7 kata yang persis sama yang ingin Mico tulis pada kata Albert waktu itu. 7 kata yang sanggup membuat pertahanan Mico luluh lantak. 7 kata yang membenarkan semua perkataan Sam, isi dari file My Final Purpose Is You.

~* ALMICO *~

Gubrak... lama banget enggak update, sekalinya update satu doang. Sorry ya... aku lagi banyak banget tugas, dan asal mau nulis, selalu muncul sakit musiman, yaitu males... hehehehe... :v

Udahan deh bacotnya... vote dan komen ya, guys... dan tungguin selalu ALMICO di library kalian. See ya...

#Happy Reading
#Typo bertebaran

21.09.2017

***** boy_mn *****

ALMICOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang