30 - end

347 13 2
                                    

Axedus Albert

One thing that I remember when the last time I see the light is Mico Timothy. The one and only thing that I want to see when I come back to see the light is Mico Timothy. Mico Timothy has truly ruin my life so damn much, ruin my life in a beautiful way called love.

Saya menyayangi Mico, dari sejak lama, mungkin sejak saya bertemu dia di reat-reat Greetel Senior High School. Saya hanya terlalu pengecut mengakuinya. Saya terlalu pengecut sehingga saya mengorbankan Mico Timothy dan menghadirkan luka yang sangat dalam di sana, luka di mana sebenarnya dia sendiri tidak dapat menahannya, namun mencoba tersenyum seolah tidak terjadi apa-apa. Itu sakit sekali.

Semua terjadi begitu cepat, seperti pencuri yang hadir di malam hari. Semua hal kejam yang saya lakukan berlalu dengan sangat cepat. Namun, setelah saya menyadari semuanya, saya sudah terlambat. Mico Timothy telah hilang dari kehidupan saya, hilang sepenuhnya.

Mico Timothy hilang sepenuhnya dari hidup saya, namun yang lebih menyakitkan adalah saya tidak ada lagi di hidupnya. Saya hilang sepenuhnya sampai kegelapan menelan saya. Sehancur itu saya tanpa Mico Timothy, selemah itu saya tidak melihat kehadirannya, sampai raga saya benar-benar mati.

Saya tidak mendengar apapun, saya tidak melihat apapun, saya tidak merasakan apapun, kecuali kegalapan dan kesunyian. Kegelapan di sini benar-benar menusuk setiap persendian saya hingga mati dan kesunyian ini sangat-sangat memekakan telingga hingga saya tuli sepenuhnya. Saya mati. Saya tenggelam dalam keputusasaan saya.

Entah bagimana, muncul seberkas sinar di tengah kegelapan yang menikam diri saya. Seakan melepas setiap belenggu yang merantai saya. Saya mendengar harapan, seakan seperti gong yang menghentikan suara kesunyian yang memekakan telinga saya. Dia memanggil saya, menarik saya dari kegelapan menyedihkan ini, manusia yang paling saya sayangi dan cintai, Mico Timothy.

Saya sadar setelah 2 bulan tenggelam bersama gelapnya malam. Saya kembali dapat melihat cahaya, saya kembali dapat mendengar suara, entah bagaimana saya kembali merasakan hidup.

"Di mana Mico?" pertanyaan pertama yang keluar dari mulut saya sebab saya tidak melihatnya di sekitar saya.

"Dia menuju ke sini, segera," Mama sudah berlinang air mata mengatakan ini.

Saya diam.

Tidak sampai satu jam, saya mendengar pintu dibuka. Saya terbangun. Saya melihatnya, setelah sekian lama, cahaya paling terang bagi hidup saya, Mico Timothy. Dia menangis, dia memeluk Mama. Apa tujuannya ke sini jika hanya bertemu Mama?

"Mico," kata saya lemah. Dia melihat saya, penuh dengan air mata. "Apa kamu ke sini hanya memeluk calon mertuamu?" Saya melanjutkan. Tangisnya semakin menjadi-jadi. Dia memeluk saya. Saya dapat merasakan kerinduan yang selaras yang saya rasakan terhadapnya. Ini benar-benar hangat.

Sam dan Levi datang menyusul, katanya setelah pulang sekolah. Saya jadi tahu kenapa Mico tidak ada di sini saat saya bangun, dia sekolah. Saya sempat sangat kecewa, namun setelah saya mengetahuinya, saya mengakui diri saya kekanak-kanakan.

Saya diperbolehkan pulang 2 minggu setelah saya sadar. Saya jadi lebih banyak menghabiskan waktu bersama Mico. Saya selalu suka melihat rona merah di pipinya ketika saya menggoda dia atau wajah cemberutnya ketika saya menjahili dia, tingkah imut dia ketika saya merayu dia, dan bahkan wajah cemburunya yang tidak bisa dia sembunyikan. Dia selalu membuat saya tersenyum, mewarnai hidup saya dengan banyak warna yang sangat indah.

***

8 Desember.

Hari ini saya menjadi MC di Pemilihan Putera Puteri Greetel Senior High School. Sam benar-benar tahu cara membuat perhelatan yang ciamik; dekorasinya dipenuhi dengan warna merah maroon yang indah, namun juga dipadukan dengan warna putih gading, dan hitam. Perpaduan yang sungguh luar biasa.

ALMICOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang