“Saat aku kembali menatap matamu, mengapa jantung ini kembali berdebar untuk yang kedua kalinya?"
Kringgg...
Suara bel menggema diseluruh koridor Sekolah Menengah Atas ini. Semua siswa kelas X berhamburan menuju lapangan utama sekolah yang cukup luas. Menandakan dibukanya acara awal tahun ajaran baru yang lazim dilaksanakan oleh seluruh siswa baru, yaitu Masa Orientasi Siswa.
Senin ini menjadi awal perjuangan kelas X pada masa putih abu-abu yang kebanyakan orang mengatakan masa ini adalah masa yang paling indah dan berkesan. Namun tidak bagi seorang siswi yang saat ini berjalan menuju gerbang yang bertuliskan “SMA Trisatya” dengan sesekali menghentakkan kakinya kesal.
Gadis itu berjalan dengan terburu-buru karna semua siswa baru terlihat sudah berkumpul di lapangan. Langkahnya yang terkesan brutal itu tanpa sengaja menabrak seorang gadis berambut panjang yang tengah menunduk untuk membenarkan tali sepatunya yang terlepas.
Gadis yang ditabraknya itu terpekik. “Aduhh..! lutut gue.” Ia meringis pelan mengusap lututnya yang sudah bersentuhan dengan aspal lapangan yang sedikit kasar.
Gadis itu menolehkan kepalanya ke atas dengan posisinya yang masih terduduk untuk melihat siapa yang menabraknya itu. Sontak ia mengernyit. “Chelsea?!” kagetnya langsung berdiri di depan gadis yang menabraknya tadi.
Chelsea membulatkan matanya terkejut. “Tania?? Lo kok bisa disini?” Ia langsung mendekat ke arah Tania untuk membantunya berdiri.
Tania yang merasakan perih dilututnya itu mendengus. “Pertanyaan lo gak bermanfaat banget. Ya kali gue di sini mau ngepet.” Tania merasa sedikit kesal menjawab pertanyaan Chelsea, sahabat lamanya itu. Mereka pernah satu sekolah bahkan satu kelas ketika masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Namun sudah tiga tahun terakhir ini mereka tidak pernah bertemu walau sesekali masih saling memberi kabar lewat media sosial mereka. Itu semua dikarenakan pada saat itu Chelsea tiba-tiba melanjutkan pendidikannya di Prancis.
Chelsea tertawa kecil melihat sifat cerewet yang masih melekat pada sahabatnya itu. “Hehe.. sorry ya Ta. Gue buru-buru banget tadi.”
Tania mencibir. “Lo apa kabar sekarang Chel? Bukannya lo mau lanjut pendidikan sampai kuliah di Prancis?” lanjut Tania.
“Rencananya sih gitu. Tapi tiba-tiba aja Orangtua gue nerusin bisnisnya di Jakarta lagi. Jadi ya terpaksa gue ngikut ke sini. Lo kan tau gue gak ada kerabat di sana,” jelas Chelsea. Dan hanya dibalas Tania dengan anggukannya.
Chelsea menanyakan hal yang sejak tadi mengganggu pikirannya. “ Lo kok bisa sek---”
“Ngapain kalian masih berdiri di sini?” potong seseorang yang entah sejak kapan berada di belakang mereka. Nada yang dilontarkannya itu terkesan dingin dan mengintimidasi. Sontak Chelsea dan Tania menoleh kebelakang dan mendapati seorang cowok berwajah tampan yang memiliki tatapan tajam namun terdapat sorot kelembutan di matanya itu.
Tania terpaku melihat sosok di depannya ini. Hatinya terasa berdesir hangat merasakan setiap getaran aneh yang saat ini menguasai hatinya. Tanpa Tania sadari, Chelsea tiba-tiba mematung di tempatnya. Potongan memori berkelebatan di dalam pikirannya. Tanpa di sadari Chelsea, matanya mulai memanas siap menjatuhkan kristal bening yang sudah terkumpul di pelupuk matanya. Namun entah mengapa lidahnya terasa kelu barang untuk mengucapkan satu kata yang sejak tadi sudah berada di ujung lidahnya.
“Woyy Devan! Buruan sini. Lo harus pidato dulu di depan siswa-siswa baru,” teriak gadis yang datang dari arah depan mereka. Sepertinya ia salah satu panitia MOS tahun ajaran ini. Di lihat dari id card berlambang OSIS yang menggantung di lehernya itu.
YOU ARE READING
Love Destiny
Teen FictionTakdir, Satu kata singkat yg sering diabaikan banyak orang Namun, Takdir... Satu kata singkat yg tak pernah ku sesali Bertemu denganmu, Adalah suatu takdir yang tak bisa ku hindari. Melupakanmu, Adalah suatu takdir yang tak ingin kujalani. Dan b...