Part 2

82 10 1
                                    


HAPPY READING💞

--------------------------------------------------

Chelsea dan Tania terlihat ikut berdesak-desakan menuju mading yang berada di gedung kelas X. Tania yang memiliki perawakan yang cukup mungil pun dengan bebas menyusup ke segerombolan orang yang berebut tepat untuk melihat mading. Chelsea hanya menunggu di tepi koridor. Sambil sesekali menatap ponselnya.

Matanya tidak sengaja menangkap Devan yang berlalu di depannya dengan ponsel yang berada di genggamannya. Chelsea kembali merasakan itu. Rasa sesak yang selalu membebaninya. Ia sangat merindukan sosok itu. Sosok yang sekarang sangat berbeda dengan dulu. Dengan keberanian Chelsea memanggil cowok itu.

“Kenny!” panggilnya ke arah Devan.

Devan menghentikan langkahnya menengok ke arah belakang namun kemudian melanjutkan langkahnya. Chelsea yang melihat itu meringis, namun tetap tidak menyerah. Chelsea mengejar Devan dan menarik tangannya. Devan yang terkejutpun refleks menepis tangan Chelsea. Ia mengernyit bingung menatap Chelsea yang sekarang terlihat berkaca-kaca.

“Kenny..” lirih Chelsea sekali lagi.

Namun Devan hanya menaikkan alisnya tanda bingung.

“Aku gak salah lihat kan? Ini beneran kamu. Aku yakin.” Chelsea mulai menitikan air matanya.

Devan masih tidak bergeming. Menatap aneh cewek di depannya ini.”Maksud lo?” tanyanya kemudian.

Chelsea semakin terisak mendengar apa yang dilontarkan Devan tadi. Secepat itu kah ia melupakannya? Apakah semua kenangan yang mereka ukir kala itu tidak sedikitpun membekas di ingatannya.

“Kamu sudah berubah. Semenjak perpisahan itu aku selalu berharap suatu saat bisa melihat kamu lagi. Aku selalu menunggu kamu. Walau mungkin sekarang semua itu gak berarti apa-apa buat kamu.” Chelsea menundukan kepalanya. Tak mau ada orang yang melihat air matanya yang menetes. Chelsea tidak mau orang-orang menganggapnya lemah.

Devan semakin mengernyit. “Gue gak ngerti maksud lo,” sahutnya dengan nada yang dingin menusuk. Kemudian berlalu meninggalkan Chelsea yang masih tertunduk.

Ingin rasanya ia membenamkan wajahnya di boneka yang selalu menemaninya setiap malam. Ia tidak kuasa lagi menahan tangis. Tapi ia tidak mungkin menangis di depan banyak orang yang saat ini berlalu lalang. Sampai sebuah tangan menepuk bahunya dari belakang. Sontak ia membersihkan jejak air matanya dengan tisu yang selalu ada di sakunya itu.

“Chel.. gue tadi nyariin lo ke---“

“Loh kok mata lo merah sih? Lo nangis?” tanya Tania membawa Chelsea duduk di bangku panjang yang berada di setiap koridor sekolah itu.

“Gak kok. Gue tadi iseng baca quotes-quotes di time line. Kata-katanya bikin baper sih. Makanya gue sedikit terharu,” jawab Chelsea sambil tertawa hambar.

Tania sempat mendelik curiga namun segera mencibir setelahnya. “Apaan sih lo kaya kids zaman now aja. Baca quotes doang langsung baper.”

Chelsea tertawa geli. “Lo lama sih tadi.”

“Gue lama juga karna berjuang kali. Untung gue gak kaya cicak yang gepeng habis kejepit pintu,” jawab Tania membuat Chelsea tertawa.

BTW gimana? Lo udah tau kelasnya?” tanya Chelsea.

Tania tersenyum simpul. “Gue ada dua kabar baik.”

“Kabar baik apaan?” tanya Chelsea.

“Pertama, kita akhirnya sekelas di kelas X.4 dan kedua....”

Love DestinyWhere stories live. Discover now