Adora
Tertatih-tatih kakiku melangkah mengikuti pria yang menuntunku. Sebenarnya aku agak ragu mengikutinya, terlebih lagi dengan keadaanku yang spesial ini membuatku tidak bisa membedakan mana orang asing yang baik terhadapku mana yang tidak.
Dia menuntunku dengan sangat perlahan seakan aku ini adalah benda rapuh, aku menyukai tangan hangatnya yang melingkupi jemariku untuk direngkuhnya.
Rupanya dia menuntunku untuk duduk di bangku yang terletak di tepi sungai. Jemarinya yang lembut membantu diriku meluruskan kakiku yang terasa nyeri.
"Maaf sudah menabrakmu tadi," ucapku menyesal.
Hening, dia tidak menjawab permintaan maafku.
"Harusnya gue marah sama lo, tapi sekarang lihat. Kaki lo memar dan kalo gak segera diobatin bakal bengkak. Gapapa kan kalau gue bantu untuk meringankan memar ini supaya seenggaknya lo bisa pulang buat mengobati memar lo lebih jauh?," tanyanya panjang lebar.
Aku terdiam. Ragu untuk menjawab pertanyaannya. Entah membantu dalam apa yang dia maksud, tapi karena ingin menghargai niatnya aku pun mengangguk.
Jantungku berdegup kencang saat merasakan kulit yang menyentuh pergelangan kakiku. Jemarinya hati-hati memijat bagian kakiku yang terasa nyeri. Sesekali aku meringis saat titik sumber nyeri itu tersentuh.
"Sebelumnya gue minta maaf kalo lo memar kayak gini gara-gara nabrak gue, dan gue juga gak tau kalau lo...... ummm," pria itu bersuara.
Mendengar nada ragunya aku pun mengerti apa yang dia maksud.
Dia menanyakan keadaan aku bukan?
Kemudian aku mengangguk pelan untuk menjawab pertanyaannya.
Suasana disekitar kami berubah menjadi canggung, diantara kami berdua tidak ada yang berniat untuk membuka suara.
Jarinya tetap memijit pelan pergelangkan kakiku. Dan semakin lama aku bisa merasakan bahwa rasa sakit itu berkurang. Aku bisa kembali menggerakkan kakiku dengan perlahan-lahan.
Merasa jengah dengan suasana cangggung yang terasa asing ini aku pun meraih tongkatku yang berada di samping kiriku, berniat pergi dari sini.
"Terima kasih atas bantuannya, kakiku sudah terasaa lebh baik berkat dirimu," ucapku pelan dan melangkah pergi meninggalkannya.
Aku harus lebih berhati-hati, Pikirku.
Zach
Gue membolak-balikkan badan gue di atas tempat tidur. Ini udah jam 3 dan gue belum bisa sedikit pun menutup mata indah gue untuk terlelap. Gue gelisah setiap mata ini menutup.
Berbagai usaha udah gue lakukan supaya gue bisa tertidur. Dari push-up,minum susu hangat hingga mencoba menghitung domba. Minum obat tidur pun juga gak mempan. Otak gue terus bekerja terus menerus gak mau berhenti.
Bayangan mata hijau keemasan yang terlihat kosong itu terngiang-ngiang dipikiran gue. Menari-nari seakan sengaja membuat gue gak akan lupa dengan pemiliknya.
Gue gak pernah seperti ini terhadap perempuan terlebih yang keadaannya spesial seperti itu.
Mereka menurut gue cuman sekedar suatu tanda bukti kesuksesan di dunia, no woman you lose.
Tapi disaat mata gue menatap warna hijau keemasan itu, diri gue seakan terguncang dan hati gue bergemuruh kencang seakan meledak.
Apa gue sakit?
Apa gue harus ke dokter buat konsultasi dengan debaran jantung gue?
Kenapa sih ini jantung berdebar setiap inget itu cewek?
Kayaknya jantung gue sehat-sehat aja tuh setiap cek kesehatan
Terus kenapa bisa seperti ini?
Gue bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE YOURSELF [ON HOLD]
RomansaZachary Nataniel, seorang bintang dan juga kapten basket dari tim ketermuka yang selalu to the point, dan pula selalu hidup dalam kemewahan. Tapi dirinya tidak percaya akan namanya cinta. Bagi Zach, cinta itu hanya sebuah khayalan. Berupa permainan...