Seketika aku menyadari bahwa hari sudah mulai terang, sinar matahari sudah berlomba-lomba untuk masuk memenuhi ruang kamarku. Aku melihat sisi kanan ranjangku. Kosong. Kemana Jonghyun?
Aku mencarinya ke ruang tamu, tetapi ia tidak ada disana. Lalu, aku berjalan menuju ke dapur, tetapi dia juga tidak disana. Sial, kemana perginya dia? Aku pergi mencarinya ke ruang musik, tidak ada, ruangan itu kosong. Kemudian, aku menyusuri ke setiap sudut ruangan di dalam rumah, tetapi aku juga tidak dapat menemukannya dimana-mana. Dia benar-benar menghilang. Ya Tuhan, kuharap dia tidak bertindak bodoh. Aku cepat-cepat menelepon temanku.
Nada sambungan telepon terasa berjalan dengan sangat panjang. Pasti temanku sedang berada di kantor. Ayolah, kumohon, cepat angkat. Aku tidak sabar menunggu jawaban telepon. Sambil terus menunggu, aku mencari lagi ke seluruh bagian ruangan di dalam rumah.
"Halo?"Terdengar suara temanku dari seberang sana.
"Hai Leeteuk, syukurlah kau mengangkat telepon," jawabku sambil menjepit telepon genggamku diantara bahu dan telinga.
"Ada apa?"Tanya Leeteuk.
"Teukkie, dimana Jonghyun?" Tanyaku sembari berjalan menyusuri rumah. Lalu, aku melihat Jonghyun yang sedang duduk di pinggir ranjang tempat kami tidur.
"Jonghyun?"
"Ah tidak jadi, aku sudah menemukannya. Sampai jumpa nanti." Aku menutup sambungan teleponku dan berjalan cepat menghampiri Jonghyun yang sedang duduk diam sambil memandang lurus ke depan.
"Hai, selamat pagi," sapanya. Ternyata ia menyadari kedatanganku.
"Kau tadi pergi kemana?" Tanyaku gusar.
"Pergi?" Jonghyun mengkerutkan keningnya. "Aku tidak pergi kemana-mana," katanya bingung.
Aku mengangkat sebelah alisku.
"Kau tadi pergi," kataku dengan nada setengah tinggi. "Hampir sepuluh menit aku berjalan menyusuri rumah ini untuk mencarimu, tetapi aku tidak dapat menemukanmu dimana-mana," mataku mengecil sambil menatap Jonghyun dengan curiga, "Katakan sejujurnya padaku, bagaimana kau bisa tiba-tiba berada disini?" Tanyaku kesal.
"Aku tidak pergi kemana-mana, Lamberty." Jawab Jonghyun dengan tenang. Ia menatap dalam mataku dengan lama.Kosong.
Matanya benar-benar terlihat kosong seperti kata kebanyakan orang—kosong dalam artian layaknya seseorang yang tidak mempunyai arti atau tujuan di dalam hidupnya.
Aku terdiam menatapnya selama beberapa detik sebelum akhirnya aku berpikir, jangan-jangan dia berbohong padaku.
"Jangan berbohong padaku," hentakku. Aku menatap tajam matanya.
"Aku tidak berbohong kepadamu," Jonghyun menghelakan nafasnya. "Kupikir kita berdua sudah pernah berjanji untuk tidak saling berbohong?" Kata Jonghyun sambil menatapku dengan tatapan polos—namun aku merasa tatapan itu tetap kosong.
"Tapi tadi aku benar-benar tidak dapat menemukanmu!" Nadaku mulai meninggi dan menggema ke seluruh bagian ruangan. "Tadi kau tidak ada disini!"
Jonghyun hanya duduk terdiam sambil menatapku dengan wajahnya yang setengah terangkat.
"Kau pikir aku ini gila?" Tanyaku padanya. "Hei, aku ini tidak gila tahu!" Kali ini aku benar-benar seperti berteriak tepat di depan wajahnya.
Jonghyun sempat mengalihkan pandangannya dariku selama beberapa saat—sebelum akhirnya ia kembali menatap diriku dengan diam. Tidak ada sepatah katapun pembicaraan yang keluar dari mulut kami.Seketika dunia terasa hening kembali.
"Kau hanya lelah, Lamberty." Kali ini Jonghyun yang memulai segelintir kata pemecah keheningan. Lalu, ia mengangkat tubuhnya dan berdiri tepat di depan tubuhku. Dekat sekali. Dapat kutebak jarak kami hanya dipisahkan sebatas 10 centimeter oleh udara. Aku bahkan dapat merasakan hangatnya hembusan nafas yang keluar dari hidungnya.
Jonghyun menatap mataku dalam. "Kau butuh istirahat." Katanya kemudian sambil menarik tanganku. Aku menurutinya saja tanpa alasan—seperti kucing yang berharap akan diberikan makanan. Tatapannya, tatapan tulus dari matanya yang selalu membuatku ingin menurutinya apapun alasannya.
Memang, kadang Jonghyun suka membuat ku gusar.
Jonghyun juga suka membuatku marah.
Tapi perlu diketahui, Jonghyun jugalah satu-satunya orang yang dapat membuatku tetap tertawa sekalipun aku sedang berada di dalam kondisiku yang paling buruk.
Kemudian Jonghyun menyuruhku untuk berbaring di sebelah kirinya. Ia benar-benar menenangkan ku.
Jonghyun yang selalu tenang,
Jonghyun yang selalu mengalah,
Jonghyun yang selalu berpikir dengan dewasa,
Jonghyun yang selalu membuatku tertawa dengan tindakan bodohnya yang seperti anak kecil,
Jonghyun yang sensitif,
Jonghyun yang sedang menjalani hidupnya dengan berjuang mati-matian melawan penyakit,
Jonghyun yang selalu berusaha tersenyum untuk terlihat baik-baik saja di depan semua orang,
Jonghyun yang peduli,
Jonghyun yang tatapannya terlihat kosong,
Jonghyun yang suka menangis,
Jonghyun yang cerdas,
Jonghyun, Jonghyun, dan Jonghyun.Aku tidak peduli seberapa buruk dan sempurnanya Kim Jonghyun di hadapan orang-orang. Faktanya, Jonghyun seperti inilah yang menjadikanku satu-satunya alasan—mengapa aku sangat takut untuk kehilangan dirinya—membuatku sulit menerima kenyataan bahwa suatu saat nanti dia pasti akan pergi meninggalkanku.
"Tidurlah, aku akan selalu menjagamu," ia merapikan selimutku. Kemudian ia berbaring di sisi kananku sambil menatap lama wajahku. Sesaat, aku dapat merasakan hembusan nafasnya yang mengenai bagian atas pipi kananku. Aku mencoba mengatur nafas dan emosiku yang tak stabil secara beraturan.Aku tidak pernah marah kepadamu, Jonghyun, tidak akan pernah.
Percayalah, bahwa aku tidak pernah sekalipun berpikir untuk memarahimu meskipun aku sedang berada di dalam kondisiku yang paling marah.
Itu semua karena aku sayang padamu.
Sangat sayang, sampai pada akhirnya aku tak sadar, bahwa sebenarnya aku ini mencintaimu.
Lupa—kalau seharusnya aku tidak boleh mencintaimu.
Tak peduli—jika sesungguhnya kau ini sama sekali bukan milikku.Mungkin aku teralu egois.
Dan memang, aku selalu bertindak egois.
Karena sejujurnya, aku sangat takut untuk kehilangan dirimu.
Sangat takut untuk melihat lagi kepergianmu.Aku tidak mau kehilangan mu, Jonghyun.
Tidak lagi untuk saat ini.Aku mencoba untuk menenangkan diri dan menutup kelopak mataku
Dan akupun mulai tertidur.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
A Little Goodbye
Fanfiction1/3 of lamberty stories Seorang penggemar diberikan kesempatan merayakan natal dengan sang idolanya. Banyak hal misterius dan mengejutkan yang ditemukan dalam kehidupan sang idola. Salah satunya adalah penyakit mental yang dialami oleh Kim Jonghyun...