What If?

27 1 0
                                    

    "Sushi ini benar-benar lezat," ujarku kepada Leeteuk. Aku makan dengan sangat lahap. "Sejak kapan kamu bisa membuat sushi?"
    "Sejak tadi," Leeteuk tertawa dan melirik kecil ke arahku yang sedang makan. "Aku hanya mencoba-coba untuk membuatnya," kata Leeteuk yang sedari tadi menyilangkan kedua tangannya di atas meja.
    Setelah selesai mandi 15 menit yang lalu, aku langsung cepat-cepat turun ke lantai bawah untuk makan siang bersama Leeteuk. Tapi ternyata, Leeteuk sudah selesai menyantap semua makanannya—hingga aku harus makan sendirian sambil melihat Leeteuk yang tidak membuang pandangannya sedetikpun dariku yang sedang makan.
    "Sejak tadi?" Tanyaku. "Mencoba-coba?" Lanjutku lagi sambil menekankan nada dan menatap Leeteuk dengan alis yang terangkat sebelah. Leeteuk masih mengenakan setelan kemeja kerjanya yang berwarna putih lengkap dengan dasi dan celana jeansnya yang hitam.
Aku mendengus kecil.
    "Aku kadang berpikir, darimana kamu belajar untuk membuat semua masakan terasa menjadi lebih enak," kataku dengan sedikit tidak jelas karena mengunyah sushi yang berhinggap padat di mulutku.
    "Kamu ini memang pintar sekali menyenangkan hati ya," kata Leeteuk sambil tersenyum. "Aku juga sudah menyiapkan beberapa porsi lagi untukmu makan malam di apartement nanti—hanya jika kamu masih menginginkannya," ujarnya sambil mengucapkan kalimat terakhir dengan nada yang menggoda dan tersenyum.
    "Tentu saja aku ingin! Terimakasih banyak Teukie-ah! Aku sangat menghargainya! Aku ini memang benar-benar beruntung mempunyai teman sepertimu," ucapku dengan nada yang membanggakan.
    Leeteuk tersenyum lebar dengan lesung pipinya yang manis. Memandang ke arahku yang sudah rapih dengan pakaian pergiku yang berlengan panjang berwarna merah tua, dipadu dengan celana jeans berwarna abu muda yang panjangnya melewati setengah betisku. "Semoga hari-harimu akan jauh lebih membaik setelah pulang dari apartement ya," Leeteuk mengelus rambut di kepalaku dengan halus.
    "Ya, semoga," aku menganggukan kepalaku. "Sepertinya, aku hanya butuh waktu untuk mengembalikan semua aktivitasku." Kataku muram. Aku menundukan kepalaku dan melihat sisa-sisa sushiku yang masih terpampang jelas di atas piring. "Doakan saja," lanjutku lagi.
    "Pasti, Lamberty. Aku pasti akan selalu ada disini untuk mendukungmu," Ia tersenyum lebar kepadaku. "Semangat!" Katanya lagi sambil mengangkat dan mengepalkan tangan semangatnya di depan wajahku.
Aku membalas kepalan semangat Leeteuk dengan senyuman.
Oh.
Kepalan semangat.

    Kepalan semangat SHINee yang tiba-tiba membuatku teringat akan Jonghyun yang sedari tadi masih berada di kamarku. Sedang apa dia sekarang? Mengapa dia lama sekali? Kenapa dia tidak turun makan?
Aku cepat-cepat menghabiskan sisa makananku dan mulai pergi ke dapur untuk mencuci piring.
    "Mengapa terburu-buru sekali? Bukankah kau akan berangkat jam 4 sore nanti?" Tanya Leeteuk bingung. "Ini masih jam setengah 3," Leeteuk melirikku sambil menghentikan tegukan minuman nya.
    Aku tidak menjawab apa yang baru saja dikatakan dirinya kepadaku dan tetap terfokus dengan membersihkan semua piring-piring kotor dari hinggapan nasi sushi yang menempel. Sebenarnya, aku sendiri juga tidak sepenuhnya mendengar—tentang apa yang baru saja dikatakan oleh Leeteuk. Butuh waktu sekitar enam sampai tujuh menit untuk mencuci semua piring kotorku—sebelum akhirnya kuputuskan untuk segera kembali ke kamar untuk melihat Jonghyun yang masih berada disana. Tapi sebelumnya, aku beranjak kembali ke meja makan untuk minum. "Uh, Jonghyun," aku menyapu bersih bibirku yang basah terkena air putih dengan tisu kering yang kuambil dari tengah meja. "Sebentar, aku ke kamar dulu,"
    "Jonghyun kenapa lagi?" Tanya Leeteuk.
    Aku tidak menjawab pertanyaan Leeteuk dan langsung bergegas menuju ke arah tangga. Kubuka lebar-lebar langkah kakiku agar bisa menaiki dua anak tangga sekaligus. Kemudian, ketika sampai, aku langsung membuka pintu kamarku.

A Little GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang