Bab 21

804 91 3
                                    

Siswa lain berhamburan keluar dari ruang kelas. Orang tua siswa yang menjemput anaknya sudah siap di luar sekolah maupun di halaman sekolah menunggu anaknya menghampiri.

Berbeda dengan Abi yang masih duduk di kelasnya. Dia menunpuk buku tulis dan buku pake matematikanya, memeluk kemudian berjalan keluar kelas menuju ruangan lain dengan tas merah yang sudah ia sampirkan di punggung.

Begitu sampai di ruangan yang dituju, Abi masuk setelah sebelumnya mengucap salam terlebih dahulu. Tidaj ada yang menjawab salamnya, karena di ruangan itu terlalu ramai. Suara Abi tidak terdengar oleh satu pun orang di dalam sana.

Dia berjalan masuk mencari meja seseorang yang sudah menungguinya.

"Abi," sapa wanita itu ketika melohat muridnya berjalan pelan sambil menunduk sopan.

"Sini, mulai tadi ibu tungguin loh."

Abi lantas duduk di samping kursi Rini, wali kelasnya saat masih duduk di bangku sekolah pertama kalinya. "Maaf agak lama, Bu," ucap Abi.

"Iya gak papa, lagian baru pulang, kan? Materi mana yang belum kamu mengerti? Yuk, ibu jelaskan."

Anak laki-laki itu tersenyum, dia membuka bukunya menuju halaman di materi yang sempat dia tinggalkan beberapa kali. Abi belajar semuanya dari awal, setelah kejadian satu bulan lalu dirinya berjanji akan belajar lebih giat lagi untuk ke depannya.

Ibu Siti yang ternyata adalah Ibu dari wali kelasnya saat masih kelas satu, Rini. Menyuruh Abi untuk tidak sungkan bertanya tentang materi apa saja pada anaknya itu. Siti yang merupakan ibu asuh Abi, sudah menganggap anak itu seperti anak sendiri. Dan Rini yang dari dulu juga membantu ibunya mengurus panti menganggap semua anak yang ada di panti, dan ditolongnya adalah saudaranya sendiri.

"Oh, yang ini. Materi kelas dua dulu gak ngerti tah? Perkalian?"

Abi menggeleng, "Abi gak hafal perkaliannya, Bu. Terlalu banyak."

"Tapi itu harus kamu hafalkan loh, kalau gak mau dihafalin harus sering-sering ngerjain soal perkalian baru bisa inget sendiri. Yaudah ibu kasi tau dulu caranya dulu ya. Nanti ibu kasi Abi soal, nanti malam insyaAllah ibu ke rumah Abi lagi buat belajar sama-sama lagi. Oke?"

Anggukan semangat dan senyuman tampil di wajah Abi. Mereka berdua selalu melakukan kegiatan ini selama hampir satu bulan. Abi akan datang ke ruang guru mencari Rini, belajar materi mana yang belum dimengerti untuk hari ini selama dua jam. Kemudian malam harinya guru muda itu akan berkunjung ke rumah Abi untuk belajar bersama.

Canggung yang awalnya Abi rasakan ketika pertama kali belajar perlahan menghilang. Rini terasa seperti seorang kakak baginya, ramah dan selalu menjawab semua pertanyaan Abi. Untuk wanita itu sendiri, dia senang mengajari anak itu karena Abi tergolong anak yang cepat mengerti.

"Ini, nanti dipelajari lagi di rumah ya. Sudah dua jam lebih, waktunya pulang. Nanti Abi dicariin ibu lagi."

"Iya, Bu." Anak itu lantas mengemasi buku-buku dan alat tulisnya ke dalam tas.

"Jangan pergi ke mana-mana ya. Langsung pulang, Bi." tangan Rini mengacak rambut coklat anak itu.

Abi mengangguk dan bersalaman, "Abi pulang dulu, Bu. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam, hati-hati di jalan."

***

"Eh peringkat satu di kelas kamu dia lagi?"

"Iya, si Abiandra itu."

"Eh, ternyata dia pinter ya."

"Iya, aku juga baru tau kalau dia pinter. Raka jadi punya saingan di kelas."

Bisikan dari siswa di sekolah masih saja sama membahas tentang anak itu. Bedanya kini, tak ada lagi cemoohan atau pun kata-kata kasar yang Abi dengar. Kalimat yang berupa ketidak percayaan jika dirinya mampu dalam hal belajar lebih sering terdengar saat ini.

Gak boleh congkak. Gak boleh berbangga hati. Ini semua juga karena Ibu Siti, Ibu Rani, Ibu dan Irma yang terus kasi semangat dan bantuin Abi belajar. Abi harus tetap rendah hati.

Anak-anak yang suka membully-nya dan melukai Abi saat ini sudah tidak melakukannya lagi. Mereka takut berurusan dengan anak kesayangan guru. Walaupun mereka tetap tidak menyukai Abi, tapi tidak ada satu pun dari mereka yang menggangu anak itu. Abi rasanya sangat bersyukur, dia terbebas dari segala macam siksaan fisik dan batin selama hampir tiga tahun belakangan ini.

Sebentar lagi, tinggal menghitung hari. Ujian nasional akan diadakan di setiap sekolah. Abi yang sudah mempersiapkan segalanya berharap bisa lulus dan meneruskan ke jenjang lebih tinggi, sekolah menengah pertama.

Anak itu lebih giat belajar. Mengisi setiap jam istirahat dengan berdiskusi bersama Rini di ruang guru. Di rumah dia menjadi guru Irma sskaligus mempelajari materi sebelumnya yang kebetulan sama dengan tingkatan kelas Irma saat ini.

Sempat juga dia jatuh sakit beberapa kali karena terlalu bersemangat dalam belajar, Abi harus bisa terus bersekolah. Tapi, dia juga tidak ingin merepotkan Ibu Siti maupun Ibunya. Setidaknya mendapat kelas unggulan dan beasiswa dari sekolah tersebut bisa membuat bangga ibu dan ibu asuhnya itu.

Akhirnya perjuangan Abi terbayar. Dia lulus di MTS negeri di kelas unggulan dengan nilai memuaskan. Abi juga mendapat bantuan beasiswa sehingga setidaknya sedikit membantu Siti dan Lastri.

Saat ujian nasional berlangsung juga, Abi mengerjakan soal-soalnya dengan serius. Berharap lulus dengan nilai terbaij dan menjadi kebanggaan orang tuanya. Semua, apa yang anak itu usahakan dan inginkan terwujud, tentunya dengan usaha yang tidak gampang.

Abi bersyukur Tuhan masih memberikannya kebahagiaan di tiga tahun ini. Shalat dan ibadahnya juga kembali rajin seperti dulu. Kalimat tidak akan ada usaha yang membohongi hasil, ternyata bukan hanya bualan. Abi sudah membuktikan semuanya.

Abiandra: Hujan dan Kenangan di Masa Lalu [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang