Bab 24

744 69 6
                                    

"Menaruh niat menjadi hal termudah yang setiap orang bisa lakukan. Namun, menjalankan niat adalah hal tersulit jika tidak ada kemauan diri yang kuat untuk melakukannya."

***

"Bi, serius kamu masuk gengenya Chocron?" Eko yang baru saja mendengar kabar dan sedikit tidak percaya dengan gosip yang tiga hari lalu sudah menyebar luas, bertanya heran pada teman sebangkunya itu.

Senyum paksa dan anggukan ragu, Abi menjawab pertanyaan dari orang di sampinganya. Eko menepuk jidatnya, "Mampus," ucapnya pelan.

Kenapa bisa Abi, anak yang menjadi kebanggaan sekolah berteman bahkan masuk ke geng Chocron? Anak nakal yang sudah membuat guru-gurunya geleng-geleng kepala, tidak sanggup menangani anak itu.

"Kenapa bisa, Bi?" tanya Eko belum sepenuhnya percaya.

Anak pemalu itu menatap manik hktam pekat mikik Eko. "Aku diancam sama dia."

"Nah terus? Kamu gak ngelawan? Malah iya iya aja gitu?"

Melawan? Apa gunanya? Dari fisik saja Abi sudah kalah telak. Dari teman saja anak itu tidak memiliku satupun orang teman yang selalu bersamanya. Lalu apa gunanya melawan? Itu hanya akan memperburuk masalah. Menyeret keduanya masuk ke ruang BK.

"Tapi, Bi. Kalau kayak gini sama aja. Kamu jadi bahan pembicaraan di raung guru. Nama kamu jadi gak baij juga."

Abi heran, baeu kali ini Eko berbicara panjang lebar padanya. Dia juga menasehari anak itu dan seolah khawatir pada Abi. Padahal mereka sebelumnya jarang berbicara seperti sekarang ini. Apa berbkcara dengan Eko tidak sesulit yang dia bayangkan? Ah, memang tidak sukit bukan? Hanya butuh keberanian, Abi lupa tentang itu.

"Oi, Bi." Seorang anak laki-laki berpakaian tidak rapi dengan rambut yang acak-acakan memasuki kelas Abi dan Eko. Dia membawa buku catatan dan buku LKS nya, kemudian melemparkan buku itu ke atas meja Abi. "Kerjain tugas ini yo. Nanti pas istirshat aku ambil. Oh iya, setelah sepulang sekolah nongkrong seperti biasanya. Situ jangan kabur! Dateng! Paham?"

Kepalanga menggangguk, patuh.

Chocron tersenyum puas. Matanya kemudian mengarah pada Eko yang menatapnya tajam, geram, dan tidak suka. Anak laki-laki itu menyilitkan matanya, memberi rasa takut dan intimidasi. Tapi sayangnya, Ekk tak seperti Abi. Dia terus menatap datar nan menusuk.

"Situ ngapain liat-liat?"

"Lah, salah? Aku kan juga punya mata. Serah aku dong," Eko berkata santai.

"Oh, berani?" Tangannya terkepal, siap menonjok wajah di depannya jika saja seorang guru yang salah satu teman di kelas mereka panggil tidak melerai keduanya.

"Heh, Bi. Inget nanti siang. Jangan kabur!" kata Chocron sebelum meninggalkan kelas mereka.

"Pergi sana, dedemit!" dan hanya Eko yang berani melawan omongan anak nakal itu. "Udah, Bi. Gak perlu situ ikutin apa kata Chocron. Belajar aja yang rajin."

Dia juga ingin melakukan apa yang dikatakan Eko. Tapi nyatanya Abi tidak bisa. Meski tidak senada dengan hatinya, Abi mengangguk dan berterimakasih.

***

Sudah dua semeter Abi masuk ke geng Chocron. Dan semenjak itu pula prestasi Abi di sekolah menurun drastis. Abi lebih sering kelelahan dan tidud di kelas saat jam pelajaran berlangsung. Lingkaran hitam di matanya juga mukai nampak kembali.

Chocron dan teman-teman satu gengnya benar-benar memanfaatkan Abi. Mereka menyerahkan semua tugas pada anak itu, mengajaknya membolos sekolah dengan ancaman yang berbagai macam. Sampai akhirnya prestasi Abi terus turun, turun, dan turun. Hingga dia berakhir di kelas reguler bersama Chocron dan teman-teman nakalnya.

Lastri yang tahu jika Abi turun dari kelas unggulan ke reguler, menerima pasrah. Dia tidak tahu jika anaknya itu mendapatkan ancaman di sekolah yang membuat prestasinya turun. Lastei hanya berpikir Abi lelah, selama hampir lima tahun dia belajar tanpa henti sampai berprestasi.

Wanita itu juga tidak tahu jika Abi mulai mematik rokok saat berteman dengan anak yang salah. Karena paksaan Chocron dan cemoohan, anak itu terhasut dengan kalimat anak nakal itu dan akhirnya mematik rokok untuk pertama kali di kelas tiga SMP.

Semua tentang Abi yang dikenal baik, pandai, ramah dan sopan mulai hilang karena pengaruh dari Chocron. Walaupun anak itu tidak bertindak nakal seperti orang yang menjerumuskannya. Tapi segala gambaran tentang Abi yang dulu sudah hilang.

Dan tepat di suatu malam. Hari di mana mereka dinyatakan lulus. Chocron mengajak anak itu untuk berkumpul bersama gengnya. Bukan di tempat biasa mereka berkumpul, tapi temlat berbeda. Sebuah gang, gelap, lembab, dan sepi. Banyak anak lain berseragam SMP dan SMA di sana.

Tertawa-tawa, berkata kasar, bahkan meracau tidak jelas. Sebuah botol minuman entah apa tergeletak di samping mereka semua. Remaja-remaja itu menegak, tertawa, dan meracau lagi.

Bau menyengat menyapa indra penciuman Abi. Ada yang tidak beres dengan tempat ini. Di sini bukan lah tempat yang anak itu suka. Ada banyak orang tidak baik di sini, dan Abi ingin muntah mencium bau dari minuman-minuman yang tergeletak di sana.

"Bi." Chocron mendekati anak itu, merangkulnya kemudian berbisik, "Kalo situ temen kita. Coba lah minum ini seteguk. Situ cowok kan? Cowok gak minum beginian bukan disebut cowok."

Dan tepat, sejak awal Chocron memang ingin menjerumuskannya pada hal-hal tak baik. Dan minuman ini, adalah minuman yang akan membawanya pada dunia gelap jika menetes di kerongkongannya.

Abi...

Abi harus oergi dari tempat ini. Dia tidak ingin ada di sini. Berada di dekat orang-orang setengah teler yang mercau tak jelas.

Tolong... Siapapun. Tolong saya.

Abiandra: Hujan dan Kenangan di Masa Lalu [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang