"Aku lelah."
Hujan semakin deras mengguyur. Sudah satu jam Vannesa berteduh di depan sebuah ruko kosong. Hari semakin gelap. Ia mengulurkan tangannya ke depan untuk merasakan tetesan-tetesan air di tangannya. Biasanya ia berjalan kaki menuju halte bus setelah pulang dari tempat lesnya. Itu membutuhkan waktu lima belas menit.
Hujan begitu lebat hingga Vannesa lebih memilih mematung di depan ruko ini. Siapa yang peduli padanya? Tidak ada. Tiba-tiba ponselnya bergetar.
Aku pulang malam ini
07.10 p.m.
Vannesa mengerjapkan matanya, "aku harus pulang sekarang," matanya berbinar-binar. Ia bergegas berlari menerobos guyuran hujan yang lebat itu sambil menutup kepalanya dengan jaketnya yang tipis.
Napasnya sudah hampir habis. Baru saja tiga menit ia berlari.
"Hey!"
Vannesa menoleh, "Gabriel!!"
"Cepat naik!"
Tanpa basa-basi Vannesa langsung menaiki mobil Gabriel. "Apa yang kau lakukan disini?"
"Kau ini. Harusnya aku yang bertanya," Gabriel berbicara tanpa menatap Vannesa. Pandangannya fokus ke depan. Seperti biasa, lelaki ini begitu datar.
"Karena tidak ada yang mempedulikanku."
"Ck."
Vannesa meniup poninya. Memang benar, kan? Tidak ada yang peduli padanya.
Hening.
Gabriel mencoba mengusir keheningan dengan memutar lagu di radio mobil. Namun tetap saja hening. Dalam arti hanya radionya yang bersuara.
Setelah lima lagu selesai, rumah Vannesa sudah di depan mata. Vannesa turun dari mobil dan mengucapkan terimakasih. Tidak lupa ia mengingatkan Gabriel PR bahasa inggris yang sudah pasti tidak akan dikerjakan oleh Gabriel. Vannesa segera masuk ke dalam rumah.
"HEY GABRIEL!! AKU TIDAK AKAN MEMBERIKANMU CONTEKAN PR BESOK!!" teriak Vannesa dari dalam kamar. Gabriel tersenyum sendiri sambil menggelengkan kepalanya sebelum akhirnya ia memutar mobilnya untuk pulang.
"Aku akan menyiapkan makan malam yang spesial," Vannesa menuju dapur setelah mengganti bajunya yang basah.
"Tapi aku hanya bisa memasak mie," Vannesa berjalan kesana kemari mencari ide. Setelah memutari dapur ia tersenyum lebar, "bagaimana kalau mie spesial?"
Ia hanya mencoba menambahkan kecap pada mienya.
Dengan hiasan tomat utuh diatasnya.
TOMAT.
UTUH.
Vannesa sangat senang melihat hasil kerjanya. Ia memotret mie itu dengan handphonenya. Tak lupa ia memasukkan hasil kerja kerasnya ke Instagram.
Sudah jam 09.31.
'Satu setengah jam lagi,' batin Vannesa. Ia begitu bersemangat. Jantungnya berdegup kencang. Ia tidak sabar bertemu dengan Ibunya lagi setelah ditinggal empat bulan ke Jepang. Entah apa yang dikerjakan oleh wanita itu.
Sekalipun Ibunya dingin, Vanessa tetap berusaha memberikan kehangatan padanya. Sekalipun Ibunya tak mengurusnya, Vanessa tetap berusaha untuk membuat wanita itu menoleh sedikit saja padanya.
Vanessa membuka kembali catatan lesnya tadi. Bahasa Jepang. Demi Papanya.
Setelah dipikir kembali, hanya menginginkan keluarga harmonis saja ia harus bekerja keras seperti ini. Perlu diketahui Ibunya bekerja di sebuah perusahaan ternama. Setiap bulan mendapat gaji puluhan juta bahkan sampai ratusan juta.
Lamunan Vanessa buyar saat handphonenya bergetar.
"Ah?"
'APA-APAAN TOMAT UTUH ITU!?'
'Lintang?' Vanessa tersenyum sendiri membaca pesan dari sahabatnya itu. Yah, setidaknya ia sudah berusaha mempercantik mie spesialnya itu.
'APA-APAAN WARNA MIE ITU!?'
Vanessa melongo. Warna apa? Itu hal yang normal baginya. Ia hanya menambahkan satu botol kecap sedang ke dalam mienya. Apa itu terlalu banyak?
"Bahasa Jepang sangat susah," ia lebih memilih untuk membaca catatannya dibanding membalas pesan Lintang.
Tetapi Vanessa mempertimbangkan pesan Lintang, ia lalu berjalan menuju dapur dari kamarnya yang luas untuk mencicipi mie itu. Setelah menguyah satu sendok mie, ekspresinya berubah seketika, "ini merupakan mie paling tidak enak yang pernah aku makan, ueek."
Benar kata Lintang. Mie ini sepertinya kelebihan kecap. Vanessa mengambil garam dan menaburinya di atas mie tersebut. "Mungkin akan lebih baik."
Ia berjalan kembali ke kamar tanpa mencicipi lagi mienya, lalu terlelap setelah beberapa menit merebahkan dirinya ke kasur.
00.14
Tiiin!! tiiin!!
Vanessa seketika melompat dari kasur, berlari ke bawah untuk membuka pintu rumah.
Cklek.
Terlihat seorang wanita muda dengan rambut bob dan baju kantornya. Bau alkohol menyeruak, tubuhnya sempoyongan.
"Ah? Ma--,"
"Sudahlah, jangan menatapku dengan pandangan kasihan itu," wanita itu masuk rumah tanpa mempedulikan putrinya itu.
Vanessa menahan tangis. Tak bisakah ia bahagia seperti anak-anak lainnya?
Ibunya bekerja keras untuknya, ia tahu itu. Ia hanya pulang ke rumah sebulan sekali, dengan keadaan yang sama. Mabuk.
Ia tahu ia harus tabah. Vanessa berjalan menuju dapur, bermaksud untuk memberikan karyanya pada Ibunya.
PRANG!!!
Vanessa terkejut. Ia segera berlari ke kamar Ibunya yang lumayan jauh dari dapur. Baru saja ia ingin memasuki kamar ibunya, suara kunci terdengar dari dalam. Vanessa jatuh terduduk di depan pintu kamar Ibunya, menangis tertahan. Mengapa? Mengapa harus ada rahasia di antara mereka?
TBC~
Haii lumayan lama ya updatenya? Dikit pula, heheh.
Lagi sibuk sih :')
Untuk update yang selanjutnya bakal lebih cepet kok XD

KAMU SEDANG MEMBACA
Is This Love?
أدب المراهقينVanessa, gadis remaja yang rapuh jiwanya. Terjerat dalam pedihnya kenyataan dunia. Ia hanya bisa menangis dalam diam. Hingga ia menemukan seseorang yang mampu mengubah hidupnya, mampu membuatnya merasakan kehangatan yang sudah lama tak dirasakannya...