3 - Perasaan

200 35 81
                                    

"Apa!!? Jadi dia??! Tidak, ini tidak mungkin!" Lintang berteriak dari seberang sana.

"Aku tidak heran mengapa dia seperti itu,"

"Ke-kenapa? Aku saja-- oh tidak, sepertinya aku terlalu kaget setelah mendengar ceritamu,"

"Tapi sepertinya dari dulu memang begitu," Vanessa mengangguk-ngangguk sendiri.

"APAA!!!???"

Vanessa menjauhkan kepalanya dari smartphone yang ia tempelkan di telinga. Ia juga heran, mengapa sahabatnya itu sebegitu hebat herannya.

"Kau tak pernah bercerita padaku, hiks," suara Lintang mulai bergetar.

"Hei, kau menangis?" Vanessa semakin heran, masalah sesepele ini dapat membuat seorang Lintang menangis.

"Aku juga tidak tahu mengapa kau tak tahu tentang itu. Dia sudah biasa meminta salinan PR dariku, atau mengantarku pulang misalnya," alis Vanessa berkerut mencoba mengingat hal lainnya.

"Tidak Vanessa, aku bisa pingsan saat ini juga!"

Tuuut....

Sambungan terputus.

Vanessa menghembuskan napasnya heran. Jadi? Kedekatannya dengan Gabriel terlihat samar? Bahkan sahabatnya sendiri tak tahu akan hal itu. Padahal ia sendiri merasa sangat nyata akan hal itu. Kedekatan yang dimaksud bukanlah seseorang yang mencintai seseorang, akan tetapi Gabriel memang cuek dengan artian ia mungkin hanya berbicara santai dengan Vanessa.

Ini aneh. Ia juga tak ingat sejak kapan Gabriel mulai berbicara padanya.

Vanessa menggelengkan kepala lalu berkutat pada smartphonenya kembali. Sebenarnya tadi ia ingin mencari resep mie spesial 'yang asli'. Setelah kejadian di sekolah tadi tentunya. Ia berniat menelepon Lintang untuk menanyakan resep, mungkin resep apapun itu.

Lintang sedang sakit. Kasihan dia. Ia tak memberi kabar karena ponselnya mendadak mati, tapi Ibunya sudah menelepon pihak sekolah.

Vanessa mengetahui hal itu setelah Lintang bercerita. Ia bercerita dengan nada yang memelas. Vanessa sudah tahu ada maksud dari tersembunyi dari Lintang. Apa lagi kalau bukan menjenguk dan membawakan segudang makanan?

Setelah Lintang bercerita panjang, Vanessa menanyakan resep makanan dan menceritakan kejadian di sekolah tadi, lantas Lintang terkejut.

Sambungan terputus sepihak. Tidak adil. Padahal Vanessa yang menelepon.

Setelah menemukan resep sederhana dengan gambar yang bagus, Vanessa ingin mempraktekkannya langsung.

"Hmm, ini masih jam tiga sore, mungkin aku lebih baik memasak daripada membeli makanan untuk Lintang,"

Melihat dapur sudah membuatnya mual. Masih terngiang-ngiang di kepalanya rasa mienya tadi pagi.

"Tidak, kali ini aku akan membuatnya sempurna, setidaknya terlihat sempurna," Vanessa kembali mengangguk sendiri.

"Satu porsi mie hanya tiga sendok makan kecap!? Sepertinya resep ini salah! Mana mungkin! Mie ku yang semalam juga mungkin kekurangan kecap!"

Tangan Vanessa menjangkau botol kecap, kecapnya tersisa sedikit, setelah kejadian semalam.

"Mana mungkin! Aku ke minimarket saja!" Vanessa bersungut-sungut.

Jarak rumahnya dan minimarket terlalu dekat jika menggunakan transportasi dan cukup jauh untuk pejalan kaki. Hari ini cukup panas dan Vanessa harus berjalan kaki menuju minimarket.

"Waah..." Vanessa memejamkan matanya dan berdiri di pintu masuk minimarket karena AC yang dipasang di atasnya memang cukup dingin.

"Maaf, Anda dapat mengganggu pelanggan yang lain," penjaga kasir berusaha bersikap ramah walaupun sebenarnya ia jengkel melihat tingkah Vanessa.

Is This Love?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang