^ Pemberontak Ulung ^
Cut the shit. Be real with me
->->->
"Kamu nurut sama Masmu, Ne!" intonasi suara Aras tidak bisa lembut lagi, ia mencekal pergelangan tangan gadis di depannya. Gadis ini benar-benar menguras kesabaran!
"Sudah kubilang! aku tidak mauuu!" suara gadis itu tidak kalah besar, ia meronta berusaha melepas cekalan Masnya, "Sakit!" ia melihat warna merah di pergelangan tangannya akibat cekalan keras Masnya.
"Sandya Andromeda." Gadis itu tahu sekali siapa pemilik suara berat yang memenuhi kepalanya sekarang. Tatapan matanya tetap mendelik tajam walaupun bahunya sudah melorot dan lututnya sudah lemas sekali. Suara Ares mampu membuat Anne bergidik ngeri sambil membunyikan alarm tanda bahaya.
"Tidak ada bantahan maupun penolakan, Mas berangkat besok ke Jogja. Mas harap kita sudah berbaikan besok pagi." Ares menurunkan intonasi suaranya.
'Jangan harap!'
Sambil mendelik tajam pada dua Mas kembarnya ia berjalan menuju kamar dan membanting keras pintunya, terlihat sekali ia sedang marah.
Besok malam Ares sudah harus ada di Jogja, melanjutkan sekolah perwira akademi militernya. Tidak bisa diganggu lagi, ia sudah menyiapkan perlengkapan serta tiket. Sementara itu Aras dengan berat hati meninggalkan Anne untuk melanjutkan pendidikannya di London yang sudah tertunda tiga tahun lamanya. Ia tidak bisa menunda lebih lama lagi, Aras harus berangkat minggu depan. Sedangkan kedua orangtua mereka pindah ke Jerman dua tahun yang lalu dan memutuskan menetap disana menikmati hari tua mereka berduaan.
Aras serta Ares setuju untuk mengirimkan Anne seorang pengawal, bukannya tidak percaya pada adik satu-satunya, mereka hanya tak ingin Anne lepas kontrol. Selain pelajar, Anne adalah model beberapa brand ambassador tas, sepatu, dan baju merk terkenal. Dengan wajahnya yang blasteran bisa dibayangkan berapa banyak kaum adam yang tergoda oleh kecantikan adiknya, belum lagi Anne adalah seorang yang keras kepala minta ampun dan pemberontak nomor satu.
"Anne, Mas mau bicara sebentar. Tolong buka pintunya, Sayang." Aras mengetuk pelan pintu kamar Audrey sesekali napasnya terdengar frustrasi. Beberapa menit kemudian Anne membuka pintunya sontak saja Aras langsung meraih pinggang gadis itu dan memeluknya.
"Maafin mas ya, tolong ngertiin keadaannya dong," Aras berbisik di telinga Anne.
"Aku nggak suka ditinggal sendiri," suara Anne berdengung di telinga Aras.
"Mas dan Mas Ares itu sayang banget sama kamu, kami nggak mau mengingkari janji kami pada papi mami. Please kamu nurut ya?" Aras tengah membujuk adiknya. Anne diam saja sambil menatap kosong pandangan ke depan.
"Sepupu kita nggak ada yang cowo selain Harris, itupun dia jauh di Batam. Aku nggak bisa ninggalin kamu di rumah Paman Aulion. Apa kamu mau aku kirim ke Batam sekalian?" Aras menawarkan beberapa pilihan yang sukses membuat Anne menggeleng kuat-kuat.
Harris adalah adik Samara anaknya Paman Alan. Beda setahun dengan dirinya. Sedangkan Paman Aulion tinggal di Bandung, jelas itu bukan pilihan yang baik juga. Anne maunya ia di Jakarta.
->->->
Selasa pagi yang suntuk bagi Anne, gadis itu mematikan alarm yang ia setel jam 3 pagi. Anne mengambil jaketnya dan sedikit menyisir rambut kecoklatannya. Ia akan mengantar Ares hingga ke bandara, melepas kepergian Masnya itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Guardian [Secret Relationship Series]
Teen Fiction"Nurut sama Masmu!" Suara Aras meninggi, ia baru saja membentak adik kesayangannya. Bila ada yang bertanya padanya, apa yang ia rasakan saat ini? maka ia akan menjawab: 50% benci Aras 50% benci Ares Gadis itu benci sekali jika ada yang men...