#2. Pemberontak Ulung

945 71 3
                                    

^Pemberontak Ulung^

Be an pineapple: Stand tall, wear crown, and be sweet on the inside

->->->

     Seruni tak sampai hati melihat wajah sahabatnya yang mulai pucat pasi, ia tahu Anne sedang berusaha menormalkan debaran jantungnya. Lengan panjang Ziar lebih dulu menyentuh tangan Seruni membuat perempuan kalem tersebut terhenti langkahnya. Seruni mengerjapkan matanya dan langsung menghempaskan tangan Ziar dan menatap Ziar dengan tatapan membunuh. Seruni serta Chio langsung menyeret Anne dari kantin sebelum gadis itu membuat lapisan kaca pada mata indahnya.

     "Maafin gue ya, Ne?" suara serak Seruni menyadarkan kembali kesadaran Anne yang tadi sempat terbang kemana-mana.

     "Iya, santai." jawab Anne menampilkan deretan gigi rapinya.

     "Serius deh, gue nggak enak sama lo," balas Seruni menyentuh jari-jari lentik Anne.

     "Gue berhak suka sama siapa aja dan Ziar juga berhak ngelakuin hal yang sama." Anne menghembuskan napasnya dalam-dalam, mengontrol jumlah oksigen dalam paru-parunya.

     Pak Hasta guru matematika mereka datang dengan dua buku paket serta penggarisan kayu yang panjangnya hampir satu meter. Guru yang terkenal ganteng abis sekaligus killer. Bisa bikin deg-degan jatuh cinta dan deg-degan takut dimarahi disaat yang bersamaan.

     Anne meminum jus jeruknya, tangan kanannya memainkan ponsel sementara itu tangan kirinya memainkan kunci mobil. Earphone berwarna hitam terpasang rapi di kedua telinga gadis itu, kepalanya sesekali mengangguk ke bawah ke atas mengikuti arus irama, matanya terpejam menikmati lagu tersebut sedangkan mulutnya mulai terbuka ikut bersenandung.

     "Waktunya menjalankan misi, Anne. Kita lihat, seberapa kacau misi kali ini." Anne bangkit dari kursi kayu panjang khas kursi kantin kemudian membayar jus jeruknya. Anne menyalakan mesin mobil kemudian keluar dari parkiran sekolah.

     Anne mulai melantunkan lagu-lagu yang tersetel di tip mobilnya secara acak. Ia mengarahkan laju mobilnya masuk ke tol, dengan santai Anne meraih kartu e-toll lalu menempelkannya di sebuah mesin untuk membuka palang pintu otomatis.

     Malam menyapa Anne, baru saja matahari tenggelam. Rasanya tubuh Anne mulai kacau dan lelah, ia merasa kakinya hampir kram karena terus-terusan menginjak gas dan rem. Anne menambah kecepatan mobilnya gila-gilaan di jalanan tol yang lengang. Ia ingin cepat-cepat sampai di rumah sepupunya.

     Anne memarkirkan mobilnya di pekarangan rumah Mbak Kanaya yang tampak asri dan nyaman, berbagai bunga tumbuh sehat di dekat pagar-pagar kayu. Anne menggendong tas ranselnya dan memencet bel.

     "Anne!" Mbak Kanaya terpekik melihat adik sepupunya yang bandel berdiri di depan pintu.

     "Jangan teriak-teriak dong Mbak, suruh aku masuk dong." Anne melenggang masuk tanpa permisi dan langsung disambut Tante Kinar yang tampak cantik dengan baju rumahnya. Ia tersenyum hangat sambil tangannya mendorong kursi roda Paman Aulion.

     "Loh Anne, tumben kamu kesini? sendiri?" tanya Paman Aulion saat Anne menyalami tangannya dan tangan Tante Kinar.

     "Anne bosan paman, izinin Anne disini sehari ya? Please ... jangan bilang Mas Aras atau Mas Ares." wajah Anne memelas, namun semua kalimat yang dikatakan Anne adalah sebuah kebohongan. Mereka tahu cepat atau lambat Aras maupun Ares akan menemukan Anne yang tengah bersembunyi disini dan menyeretnya pulang. Om Aulion terdiam sebentar lalu mengangguk.

     Anne membawa masuk tas ranselnya ke kamar Mbak Kanaya, kakak sepupunya yang hanya beda beberapa tahun. Kamarnya tertata rapi dengan nuansa warna kuning lemon yang terlihat segar dipandang serta beberapa tempelan dedaunan menambah kesegaran. 

The Guardian [Secret Relationship Series]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang