Hari ini siyeon dan mama nya pindah dari rumah mereka. Mama park entah mendapat informasi dari mana, dia mendapat lokasi kota yang sangatlah jauh ini.
Sekarang mereka sedang turun dari bus, lalu mengangkat barang bawaan.
Sesampainya di kota itu, gadis remaja itu menghirup udara segar setelah berjam jam didalam bus. Sesungguhnya, sejak di dalam bus, dia sudah merasa tidak enak.
Sejak dua jam sebelum mereka sampai, penumpang yang ada didalam bus hanyalah dia dan mama nya. Sopir bus itu juga tampak tak nyaman saat mengetahui mereka berdua hendak ke kota yang entahlah, tidak jelas.
"Mah, mama yakin kita mau tinggal disini?" tanya siyeon pada mama park yang masih menurunkan koper.
"Udah deh, siyeon. Dulu, waktu mama masih kecil, kakek sama nenek pernah bawa mama kemari, kok." ujar mama park sambil tersenyum.
"Nenek dan kakek? Mama yakin ini ngga apa apa?" tanyanya ragu, lalu mulai berjalan sambil menyeret kopernya.
Mendengar pertanyaan putrinya, mama park tersenyum lalu berkata, "Percaya deh, siyeon. Tempat ini beneran aman dan damai" sambil tersenyum lebar.
Mau tak mau, gadis itu hanya mengiyakan. Sambil berjalan menuju rumah barunya, dia melihat skeliling kota ini.
kota ini sangat damai. Para penduduknya selalu tersenyum dan ceria. Yah, memamg tak dipungkiri, nama kota ini sendiri adalah peaceful land. Memang menggelikan.
Sesampainya di rumah baru, siyeon melihat lihat isi rumahnya. Tidak terlalu luas, juga tidak terlalu sempit. Tempat ini cukup sederhana.
"Siyeon, cepat rapikan semua pakaian kamu. Mama mau belanja untuk makan malam" ujar sang mama dari luar pintu kamar.
"Iya ma," sahut nya, lalu mulai bergegas membuka kopernya.
Tepat seperti yang mama park katakan, gadis itu merapikan isi kopernya. Merapikan semua itu cukup melelahkan dan membuatnya berkeringat. Karena itu, ia mandi dan kembali berpakain.
Setelahnya, ia berbaring dan menunggu mamanya pulang.
Tak lama kemudian, mama park pulang tentunya dengan tas belanja yang penuh dengan sayuran untuk bahan makan malam ini.
Saat mama nya hendak memasak, dia tertegun.
"Kenapa ma?" tanya siyeon pelan, menduga ibunya melupakam sesuatu. Memang, diusianya yang sudah cukup tua, itu cukup wajar.
Dengan perlahan, mama park menoleh kearah putri semata wayangnya itu dan berkata "yaampun, siyeon. Mama lupa bawa pisau dari rumah, terus tadi mama ngga keinget mau beli,"
"Yaudah, biar aku yang beli aja," tawar siyeon pada mamanya.
"Maaf ngerepotin kamu ya, siyeon. Mama lupa," ujar mama park dengan wajah bersalah sambil menyodorkan sejumlah uang.
Lalu, siyeon pergi ke luar rumah untuk membeli pisau. Saat ditengah jalan, ia baru teringat sesuatu.
"Eh yaampun, gua baru ingat kalau masi belom hapal jalan disini," gumam gadis itu sambil menepuk dahinya.
'Sekarang gua kudu gimana? Gua ngga tau arah pulang ato ke pasar. Hari sudah hampir malam, dan gua kesasar lagi' berbagai pikiran mulai bermunculan di dalam benak gadia itu.
Setelah sekian lama berjalan tanpa tau arah, akhirnya siyeon menemukan suatu gang sempit dengan seorang gadis kecil yang terlihat sedikit kumal sedang duduk disana.
"Kakak cantik, kakak ngapain kok disini?" tanya gadis kecil itu dengan nada lembut.
"Ah, ini dek, Kakak kesasar tadi, terus ga ingat jalan pulang deh" ujar siyeon pada anak itu, berharap ia akan membantu.
"Yah, sayang banget. Aku ngga yakin bisa bantu, tapi emang alamat kakak dimana? Kakak pasti orang baru disini" ujarnya lagi.
"Oh iya, rumahnya ada di... Deret 4, tingkat... Euhm... 8.....mungkin?" ujarnya ragu.
Mungkin terdengar aneh, tapi kota ini memang menggolongkan setiap perumahan. Karena itu bentuk dan tataan rumah di kota ini begitu simetris.
"Kalau begitu, rumah kakak ngga begitu jauh dari sini. Kakak liat jalan besar disana? Lurus aja sampe ketemu papan deret 4. Mungkin dari sana kakak bisa nemuin rumah kakak" jelas gadis itu dengan sabar.
"Yang bener? Makasih ya dek" siyeon, lalu hendak pergi. Namun panggilan anak itu menghentikan langkah gadis itu.
"Kakak!" panggilnya.
Mendengar panggilam itu, siyeon pun menoleh dan melihat kearahnya lagi.
"Kakak ngga mau membeli barang dagangan aku? Aku butuh uang" ujar gadis itu dengan nada lemah dan memohon.
Dengan sedikit enggan, aku pun menuju kearahnya dan bertanya, "barang apa saja yang kamu jual, sayang?" tanya siyeon lembut.
"Pisau, garpu, sendok, sama beberapa peralatan dapur lainnya" ujar dia dengan semangat.
Lalu, siyeon teringat bahwa ia belum membeli pisau yang diminta mama nya. Hari sudah hampir gelap, dan mama park pasti sudah khawatir menunggu nya.
"Oh, pas banget. Kakak mau membeli pisau. Harganya berapa?" tanya siyeon dengan semangat.
Lalu, gadis kecil itu mengeluarkan semua pisau dapur yang ia punya.
"Ayo dipilih"
Siyeon memperhatikan satu per satu pisau yang anak itu sodorkan. Setelah berpikir keras, akhirnya ja memilh salah satu pisau dan mengambilnya.
"Dek, kakak mau membeli yang in-" belum lagi selesai siyeon mengatakan kalimatnya, apa yang ia lihat saat ini benar benar tak masuk akal.
Gadis kecil tadi,
Dia sudah tergeletak dengan perut yang mengeluarkan banyak darah.
Dan, ujung bilah pisau yang di pegang siyeon saat ini penuh dengan darah.
'LOH?, KOK BISA GINI?'
"Ad-"
"KYAAAAAAA PEMBUNUH!! TOLOOOOONG! ADA PEMBUNUH!!" Teriak seseorang dari ujung gang itu.
Orang orang mulai berdatangan, lalu menghampiri Siyeon.
Tak butuh waktu lama, mereka berhasil menarik tangannya dan memborgol tangan siyeon. Siyeon yang sedang melamun kala itu tak sadar bahwa dirinya sendiri dalam bahaya.
"Bawa dia ke pengadilan! Cepat!! Katakan pada yang mulia agar bersiap. Kita punya penghuni baru untuk tempat itu" ucap salah seorang yang menahan tangan siyeon.
"Apa? Pengadilan!? Apa apaan?! Salah gue apa?!" teriak siyeon memberotak.
Namun tentu saja mereka takkan membiarkan gadis itu lolos.
"Diamlah, dasar pendosa!"
Apa?
Pendosa?
Maksud mereka apaan sih?
>~~~~<TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Sinner paradise | 00 line [END]
Fanfiction"Kami Pendosa? Sampah? KALIAN GA NYADAR, KALO KALIAN SENDIRI SAMPAH?" ©2018, Cleovandeel Genre: Mistery/Thriller Was #2 in hastag 00line Start: 15/5/18 End: 17/9/19