Hari-hari telah berlalu. Tak terasa sudah satu bulan lamanya May berada di sekolah barunya. Dulu, May sangat dingin kepada Romy, namun sekarang malah Romy yang sangat dingin kepadanya.
Mungkin Diki dan May masih saling suka satu sama lain. Namun, mereka tidak ingin memutuskan untuk berpacaran. Mereka tidak ingin berpisah suatu saat. Oleh karena itu, mereka lebih suka memutuskan perasaan mereka dengan bersahabat.
“Hai Romy!” sapa May dengan penuh gairah.
Romy hanya membalasnya dengan senyuman datar.
“Kenapa dia?” tanya Diki.
May hanya membalasnya dengan meninggikan bahunya.
“Gue mau nyamperin dia dulu Ki,” kata May.
Diki tersenyum kepadanya, “Lu mulai suka ya sama dia?”
May membuang mukanya, lalu menjawab, “Entahlah.”
Lagi-lagi Diki tersenyum dan menyelidik kepadanay, “Gue tahu jawaban lu yang sesungguhnya. Lu pasti mau bilang…” belum selesai Diki melanjutkan perkataannya, May sudah pergi meninggalkannya.
***
May sedang mencari buku Fisika dan novel di bookstore. Dia mengingat ketika ia dulu hendak membeli buku pembelajaran bahasa Korea. Romy membayar buku tersebut dan berkata bahwa May telah berhutang kepadanya. Sedangkan May belum membayar hutang kepadanya.
Ketika ia sedang memilah-milih buku, ia berpapasan dengan Romy. Yap! Mereka menemukan sebuah buku yang sama. Tangan mereka bersentuhan. May mendongak, dan mata mereka saling bertemu.
“Hai, Rom!”sapanya,
“Em…lu mau beli buku ini? Silahkan!”
“Oh…kayaknya aku mau beli buku yang lain dulu, buku ini silahkan buat kamu aja!”balasnya.
May telah membayar buku tersebut kepada kasir. Begitu juga Romy. Ketika May keluar, ia melihat Romy sedang menunggu taxi. May langsung menghampirinya.
“Ngapain lu?”tanya Romy dengan dingin.
“Nunggu taxi,” jawab May dengan ramah.
Romy hanya mengangguk.
Kemudian, May melanjutkan perkataannya, “Em…aku…em…aku em..”
Tangan Romy melambai. Sebuah taxi telah memberikan tumpangan untuknya. Tak disangka Romy menawarkan naik taxi bersama May. Ternyata, Romy masih sama seperti dulu. Masih sangat peduli dan menyukai May.
“Maaf gue belum membayar utang gue sama lu,” kata May.
“Utang apaan?” tanya Romy pura-pura lupa.
“Waktu gue beli buku pembelajaran bahasa Korea dulu,” balasnya.
“Oh itu. Udah lah nggak usah dipikirin lagi. Gue udah ikhlas.”
“Gue boleh nanya satu hal?”
Romy mengangguk.
“Kenapa lu jadi berubah kayak gini?”
Padahal, May ingin bertanya, “Apakah gue masih boleh membayar utang tersebut?” Namun, lidahnya berkata lain.
“Gue hanya ingin cari ketenangan.”
“Lu nggak berniat untuk jauhin gue kan?” tanya May dengan nada gelisah.
“Lu kenapa sih? Kenapa lu jadi care sama gue? Kenapa lu jadi ramah sama gue? Kenapa lu nggak dingin lagi sama gue? Kenapa?”
May hanya terdiam. Ia belum bisa mengatakannya saat ini. Waktu dan tempatnya belum sesuai.
“Lain kali gue jelasin sama lu.”
“Sepertinya lu suka sama Diki. Diki juga sangat suka sama lu,” kata Romy tiba-tiba.
“Kenapa lu ngomong kayak gitu?” tanya May.
“Kalian sangat serasi.”
***
Percakapan antara Romy dan May waktu di taxi membuat May sakit hati. Ia sudah mulai menyukai Romy. Namun, Romy bersikap dingin kepadanya.
“Sepertinya lu sama Diki. Diki juga suka sama lu.” Tiba-tiba perkataan itu menggema lagi di telinga May. “Kalian sangat serasi.” Lagi-lagi kata-kata itu menggema dan menghantuinya.
May mencoba memberanikan dirinya untuk menelepon Romy. Ia ingin minta maaf kepadanya. Ia tidak ingin Romy selalu bersikap dingin kepadanya. Ia hanya ingin Romy kembali seperti pertama kali ia mengenalnya.
***
Ponsel Romy berdering. Ternyata May telah menghubunginya. Namun, ia mendiamkan ponselnya berdering sampai berhenti. Ia tidak ingin mengangkatnya.
Ponselnya berdering kembali. Ternyata May masih belum menyerah untuk menghubunginya. Romy melakukan hal yang sama. Yap! Dia mendiamkan ponselnya sampai berhenti berdering.
Satu…dua…tiga…sembilan… May masih belum menyerah. Akhirnya, Romy mengangkat telepon dari May pada deringan kesepuluh.
“Halo?” Dengan sigapnya May menjawab sapaannya.
“Ngapain lu telepon gue? Tumben amat,” kata Romy dengan ketus.
“I want to say sorry for you,” kata May dari seberang sana.
Romy tidak menjawab perkataannya. “Aku juga mau tanya…”
Belum selesai May bicara, Romy menyahutnya, “Arrgghh…sepertinya mata gue udah nggak bisa untuk melek lagi nih, gue mau tidur dulu ya!”
“Eh…entar dulu! Gue…gue…”
Tut…tut… Romy telah memutuskan teleponnya. Kemudian Romy merebahkan badannya ke ranjang. Ia memandangi langit-langit rumahnya dengan tatapan kosong. Tidak disadari, saudara kembarnya sedang memperhatikan gerak-geriknya.
“Lu kenapa sih Rom?” tanya Rony.
Pertanyaan Rony telah membuyarkan lamunannya. Namun, Romy tidak menjawab pertanyaannya. Ia hanya menoleh dan tersenyum. Membuat Rony bergidik.
“Tadi si May tumben nelfon lu? Biasanya kan lu dulu yang nelfon dia. Terus sekarang lu kok jadi dingin sama dia? Biasanya kan dia yang dingin sama lu. Sebenarnya ada apa sih?” tanya Rony panjang lebar.
Romy pura-pura tidur. Ia mendengkur begitu kerasnya. Namun, Rony tidak percaya jika kembarannya itu telah tertidur. Ia pun menjitak kepala Romy.
“Auwhh… sakit tahu!” kata Romy sambil memegang kepalanya,
“Lu kenapa sih? Kalau lagi marah nggak usah main jitak-jitak kayak gitu!”
“Seharusnya gue yang nanya lu itu kenapa?” tanya Rony, “Kenapa sih lu kayak gitu? Kayak orang BODOH!”
Awalnya Romy malas memberitahukan masalahnya kepada Rony. Namun, Rony selalu membujuknya agar Romy mau curhat kepadanya.
Akhirnya Romy menyerah juga. Ia mencurahkan semua bebannya kepada kembarannya. Mungkin dengan cara ini ia dapat merasa sedikit lega.
Rony memandang Romy dengan tatapan simpatik. Hal itu dikarenakan ia merasa iba kepada kembarannya yang malang. Jika ia jadi perempuan, pasti ia bakalan nangis darah.
“Jangan natap gue kayak gitu! Gue nggak mau jadi orang yang sangat menyedihkan di depan lu,” kata Romy.
“Gue akan support lu Rom. Lu pasti bisa dapetin May,” kata Rony sambil melempar senyum.
Romy hanya terdiam.
***
Pagi ini, May kelihatan lesu. Ekspresi wajahnya tidak seperti biasanya. Untuk pertama kalinya sejak May pindah ke sekolah itu, Windy menyapanya terlebih dulu, “Hai,May!”
May hanya tersenyum kepadanya.
“Lu kenapa May? Tumben,” tanya Windy.
May hanya menjawab, “Gue nggak papa kok.”
“Lu cerita donk sama gue kalo ada masalah!”
May masih diam saja. Kemudian, ia mengambil buku dan mulai menulis aksara Korea. Windy memperhatikannya dengan tatapan bingung.
“Sekolah kita kan nggak ada pelajaran bahasa Korea. Kok lu nulis dengan aksara Korea? Buat apa?”
“Tumben.,” hanya itu sebuah kata yang keluar dari mulut May.
“Maksud lu?” tanya Windy.
“Lu tumben nyapa gue terlebih dulu, ramah sama gue, dan kepo sama gue,” jawab May dengan ketus.
Windy menarik napas sejenak. Kemudian, ia mulai bicara lagi, “Gue mau minta maaf soal sikap gue yang dulu. Dulu gue kesel sama lu karena lu deket banget sama Diki. Lalu, hampir semua cowok suka sama lu. Gue iri sama lu.”
May hanya mendengarkan.
“Lu mau kan nerima permintamaafan dari gue?” tanya Windy dengan suara memelas.
May menoleh kepadanya dan tersenyum, “Sure. Sebelum lu minta maaf, gue udah maafin lu dulu kok.”
***
May sedang membaca buku di perpustakaan. Melihat May sedang sendirian, Rony menghampirinya. Ia duduk disampingnya dan menyapa, “Sendiri aja neng?”
May terkaget. “Eh...Romy? Lu udah nggak kesel sama gue?” Kemudian, May tersenyum.
Rony juga membalas senyumannya dan berkata, “Gue Rony bukan Romy.”
May membulatkan matanya. Dengan sigapnya ia langsung meminta maaf. Rony hanya bisa tersenyum kepadanya dan mengangguk. Setelah itu, May melanjutkan bacaannya.
“Lu tadi bilang kalo Romy kesel sama lu. Emang kalian berdua sedang ada masalah apa?” tanya Rony.
“Tanya saja sama dia,” balas May tanpa menoleh.
“Gue nggak mau tanya sama si Romy. Dia nggak mau bilang jujur sama gue. Em..gue boleh nanya sesuatu nggak sama lu?”
May hanya mengangguk.
“Lu sama Diki pacaran?”
Kali ini May langsung menoleh kepadanya. Ia membulatkan matanya dan balik bertanya, “Kenapa lu bilang kayak gitu?”
“Lu sama Diki kelihatannya deket banget. Jadi bener, lu pacaran sama dia?”
May menggeleng dan berkata, “Kami nggak pacaran, kami cuma bersahabat saja kok. Lu kenapa tanya kayak gituan?”
Rony menjawab, “Gue cuma pengen tahu aja. Eh…lu suka ya sama si Romy?”
May menundukkan kepalanya. Wajahnya merona. Ia tidak langsung menjawab pertanyaan dari Rony.
“May?”
Lalu May menjawab, “Eh…iya..iya…”
“Iya? Lu beneran suka sama Romy?” tanya Rony.
May hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia belum bisa mengatakan perasaannya yang sebenarnya.
***
May berjalan menelusuri koridor menuju kelasnya. Sambil sesekali, ia melihat kekanan dan kekiri. Ia melihat para siswa yang sedang bercanda tawa bersama, belajar bersama, main kejar-kejaran, dan ada juga yang kelihatan sedang berpacaran.
May merasa betah sekolah disini. Meskipun banyak hal-hal yang membuat May sakit hati. Ia tetap merasakan situasi yang menyenangkan. May memang berbeda dari kebanyakan kaum hawa lainnya.
May terus berjalan menelusuri koridor. Senyum kebahagiaannya mengembang di wajah cantiknya. Mungkin masalah demi masalah selalu menghampirinya. Namun, solusi demi solusi juga tak henti selalu menghampirinya juga. Sekarang, ia harus menyelesaikan masalah antara dirinya dan Romy.
***
“Gue tahu kalau gue banyak melakukan kesalahan sama lu, Rom. I don’t wanna hurt you. Please, pardon me!” May melemparkan kertas tersebut kepada Romy.
Romy menoleh kepadanya dan May tersenyum kepadanya. Namun, Romy tidak membaca isi dari sobekan kertas tersebut.Ia kelihatan tidak ingin membuka isi surat dari May.
Meskipun begitu, May tak gentar untuk melemparan sobekan demi sobekan agar Romy membaca isi suratnya. Isi suratnya sebenarnya mengandung inti yang sama yaitu permintamaafaannya kepada Romy.
Romy yang masih dingin kepada May tetap membiarkannya untuk melempari surat demi surat. “Maafin gue May, gue nggak bermaksud untuk membuat lu merasa bersalah kepada gue. Gue hanya ingin lu bahagia dengan yang lu sukai,” kata Romy dalam hati sambil menatap surat-surat dari May.
“Rom?” kata May dengan lirih. Romy sebenarnya mendengar perkataannya, namun dia berpura-pura untuk tidak mendengarnya. “Rom?” kata May lebih keras lagi. Romy masih terdiam. May geram dan dilemparnya bolpoint ke kepalanya Romy.
“Auw…” Akhirnya Romy menoleh. Dia menatapnya dengan sorotan mata yang dingin.
May tersenyum, “Gue minta maaf,”bisiknya.
Romy masih terdiam.
Romy yang awalnya sangat agresif kepada May, sekarang beralih menjadi dingin kepadanya. May yang dulunya sangat dingin kepada Romy, sekarang malah sebaliknya. Roda kehidupan memang selalu berubah ya? Orang-orang juga terus berubah. Tidak selalu sama.
***
Romy menyendiri di halaman belakang sekolah. Ia teringat pertama kali ia bertemu dengan May di depan kelas. Ia teringat kembali semua kenangan bersama May. Ia masih sangat menyukai May.
“May, kapan kamu akan bayar hutang lu kepada gue? Lu pasti belum bisa ya? Oh iya, cintamu kan hanya untuk Diki. Bagaimana mungkin lu bisa bayar hutang lu itu? Mungkin, gue nggak bisa mengharapkan cinta dari lu.”
Ternyata Romy masih sangat berharap May dapat membayar hutangnya. Bukan hutang uang, tapi hutang cinta dan perasaan. Padahal, May sudah bisa membayar hutangnya. Sayangnya, Romy kurang peka terhadap tindakannya.
***
“Sendirian May?” tanya Rony.
May menoleh dan menjawab, “Nggak. Gimana gue bisa sendiri? Kan ada kamu disini. Kalau gue sendiri, lu siapa?”
“Kamu itu lucu ya? By the way, lu lagi ngapain disini sendirian? Lu mau main basket?” tanya Rony.
“Nggak. Awalnya gue mau liat cowok-cowok yang mau main basket. Tapi, nggak ada satu pun yang bermain basket. Lapangan ini kosong,” jawabnya.
Rony pun menuju ke tengah lapangan dan mengambil bola basket. Lalu, dia memasukkannya ke dalam ring. “Nih liat! Lapangan ini nggak kosong,” katanya.
May tertawa kecil. Melihatnya tertawa, Rony merasa bahagia. Baru pertama kalinya ia membuat teman perempuannya tertawa. “May makin cantik kalau tersenyum. Makanya Romy sangat suka kepadanya.”
Tanpa disadari, Romy melihat aksi Rony yang menghibur May. Ia merasa kesal terhadap aksi saudara kembarnya itu. Rony memainkan bola basket dengan tangkasnya dan May tak berhenti tertawa dengan perkataannya Rony.
Romy sakit hati yang kesekian kalinya. Kali ini, rasa sakitnya begitu mendalam, karena yang membuatnya sakit adalah saudara kembarnya sendiri. Ia sangat kecewa kepada Rony.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perasaan May
RomantikDelima cinta. Mungkin itu adalah kalimat yang pantas diucapkan oleh para remaja yang belum bisa menentukan pilihan cintanya. Bingung memilih si A atau si B lalu ada si C dan si D juga. Itulah yang dirasakan gadis kelas delapan yang bernama May. Ia d...