12

8 4 0
                                    


“Romy!” sapa May dengan keras.
Romy yang sedari tadi berjalan, langsung berhenti. Namun, ia tak menengok ke arah sumber suara itu. Seketika, senyum May mengembang. Ia langsung berlari mendekati Romy yang diam berdiri.

“Mau apa lu manggil-manggil gue?” tanya Romy dingin.

“Eng… surat kemaren—“ belum selesai May berbicara, Romy langsung menyerempet begitu saja.

“Maaf. Gue kan kemaren udah bilang maaf. Apakah permintaan maaf gue masih kurang?”

“Eh…bukan gitu! Gue cuma mau bilang makasih sama lu.”

Romy mengernyitkan keningnya bingung.

“Makasih udah jujur sama gue. Makasih udah nolongin gue kemaren.”

Romy hanya berdeham.

“Gue boleh nanya nggak?”

“Nanya apa May?”

“Apa lu masih suka sama gue?”

“Gue juga ngga tahu apa lu masih layak untuk gue sukai.”

“Sepertinya gue emang ngga layak untuk lu sukai,” jawab May lirih.

“Gue cabut dulu ya.”

May hanya bisa mengangguk.

  ***

Perasaan May makin semakin tak jelas. Dalam hatinya, ia ingin kembali seperti dulu. Masa dimana Romy dan dirinya masih dekat. Masa dimana perasaan Romy masih terlihat jelas untuknya.
Kini, May menjadi sering melamun. Pikirannya sering kacau. Perasaannya mudah berubah-ubah. Terkadang, dia merasa bahagia, merasa sedih. Meskipun demikian, ia masih bisa fokus untuk belajar.

  ***

“Pagi, May!” sapa Windy.

“Pagi juga, Win,” balasnya.

“Lu kenapa sih?”

“Kenapa apanya?” tanya May balik.

“Lu jadi sering ngelamun kek gini.”

May terdiam.

“Tuh kan, diem lagi.”

May tersenyum sekilas, lalu berkata, “Lagian gue bingung mau ngomong apa.”

“Apa kabar lu sama Romy?”

May terdiam lagi.

“Oh iya, kalian kan belum resmi pacaran. Ngapain juga gue tanya kek gini.”

  May masih terdiam.

Windy makin geram karena May tidak menjawab apa yang dia katakan. Lalu, dia memukul jidat May. May merasa kesakitan. Ia memegangi jidatnya sambil berkata, “Aw..”

“Lu pikir gue tahan dikacangin sama lu?”

“Win, lu kenapa sih?”

“Gue kesel lu ngacangin gue!”

“Bukan itu maksud gue.”

“Lalu?”

“Kenapa sekarang lu jadi akrab denganku?”

Windy menghela napas sejenak, lalu, “Lu ngga suka ya kalo gue akrab sama lu?”

“Bukan gitu!”

“Lalu?”

“Gue seneng akhirnya bisa berteman sama lu.”

Windy tersenyum. May pun ikut tersenyum.

Hari itu, 8 April 2017 persahabatan baru telah dimulai. May dan Windy. Teman semeja yang awalnya seperti air dan minyak.

  ***

Perasaan MayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang