7

3 4 0
                                    

Hari demi hari May dengan Diki semakin dekat saja. Mereka selalu belajar bersama setiap hari. Kadang dirumah Diki, dan kadang dirumah May. Orang tua May sangat mengenal Diki dengan baik. Begitu pula orang tua Diki mengenal May dengan sangat baik.
Hari ini, mereka sedang belajar di rumah Diki. Kebetulan, ibunya Diki sedang tidak bekerja. Beliau menyuguhkan jus wortel dan camilan untuk mereka.
"Makasih tante. Maaf May hanya bisa merepotkan tante," katanya.
"Nak May jangan berkata kayak gitu lah. Nak May tidak merepotkan tante kok. Malahan tante sangat senang jika kamu sering-sering belajar disini. Kamu telah membuat semangat belajarnya Diki. Terimakasih," balas Bu Ina.
"Memangnya dulu Diki nggak semangat belajar ya? Aneh. Kok bisa ya Diki naik kelas terus," kata May.
"Dulu Diki belajarnya hanya semaunya sendiri. Tante juga sering banget marahin dia untuk belajar, tapi dia malah sering juga kabur untuk main."
May tertawa kecil mengisyaratkan bahwa dia sedang mengejek Diki.
"Mamah," keluh Diki, "Diki malu."
"Mamah kan cuma bilang yang sejujurnya."
Ibunya Diki pergi meninggalkan mereka berdua untuk melanjutkan belajarnya.
"Lu ternyata nakal juga ya Ki?" ledek May.
Diki hanya membalas kata-kata May dengan tatapan tajam.
"Ternyata lu juga bisa menakutkan juga," sambung May.
Kemudian, May tertawa. Sedangkan Diki memandangnya lekat. May tersadar jika Diki sedang tidak berhenti memandangnya.
"Apa!" bentak May.
"Bisakah hubungan kita lebih dari sebuah persahabatan? Bisakah kita..."
Belum selesai Diki berbicara, May sudah menyahutnya, "Maafkan gue Ki. Gue hanya ingin kalau kita selalu menjadi sahabat. Best friend forever. Hanya itu yang gue mau."
"Tapi kenapa? Tak bisakah gue jadi orang yang special buat lu?" tanya Diki lembut.
"Lu udah jadi orang yang sangat special buat gue. Karena lu adalah..." May menghela napas sesaat, "Lu adalah sahabat yang telah menjadi separuh dari jiwaku."
***
Romy dan Windy bertemu di bookstore sore ini. Mereka terlihat lebih akrab dari sebelumnya. Romy juga membayarkan buku yang dibeli oleh Windy.
"Makasih ya Rom. Gue nggak nyangka kalau lu baik juga," kata Windy sambil menebarkan senyumannya.
"Iya, sama-sama," balas Romy.
Windy melihat Diki yang sedang memboncengkan seseorang perempuan. Dari kejauhan, terlihat sangat jelas bahwa perempuan itu adalah MAY. Windy melihat mereka dengan penuh amarah.
Romy juga menyaksikan Diki dan May berboncengan. Romy semakin geram melihat kedekatan mereka. Terlihat dengan jelas bahwa kedua tangannya mengepal dan tatapannya penuh dengan rasa kebencian.
"Menyebalkan," kata Windy dan Romy bebarengan. Kemudian mereka saling berhadapan.
"Apanya yang menyebalkan?" tanya mereka bebarengan.
"Lu dulu yang jawab," kata Romy.
Windy menggeleng, "Nggak. Lu dulu yang jawab."
Romy menyahut, "Ladies first!"
Windy berkata, "Nggak. Laki-laki dulu lah! perempuan yang baik akan mempersilahkan laki-lakinya dulu dalam segala hal."
"Laki-lakinya? Maksud lu gue itu laki-lakimu?" tanyanya kaget.
Windy membuang mukanya dan kemudian dia menjawab, "Bukan apa-apa kok. Tadi apanya yang menyebalkan?"
Romy hanya menggeleng tanpa berkata apapun.
"Pasti karena Diki boncengan dengan May kan?" tanya Windy dengan nada sedih.
Romy terkaget, "Darimana lu tahu itu?"
Windy tersenyum dan berkata, "Karena gue tahu kalau lu suka sama May."
"Terus yang menyebalkan bagi lu tadi juga hal itu? Lu juga suka sama Diki?" tanya Romy.
"Kenapa kata-katamu berbelit-belit gitu?" tanya Windy balik, "Kita senasib ya?"
***
May membuka pesan-pesan dari Romy di ponselnya. Ternyata, ia merindukan datangnya sms lagi dari Romy. Meski dulu dia sangat kesal jika Romy mengirimkan pesan kepadanya, namun pesan-pesan itu dapat menghibur dirinya.
Namun, sudah hampir satu bulan lamanya Romy tidak mengirimkan pesan, menelpon pada malam hari, bahkan berkomunikasi dengan santai di kelas. Hari demi hari Romy semakin dingin kepadanya. Membuat May merasa serba salah.
May memberanikan diri untuk mengirim pesan dulu kepadanya.
To: Romy
Sampai kapan kamu akan melakukan ini kepadaku?
Baru kali ini May mengetik kata AKU-KAMU untuk Romy. Baru kali ini juga May mengirimkan pesan kepadanya dengan bahasa yang formal. Sangat jelas berbeda dari sebelumnya.
Satu menit, dua menit.....sampai tiga puluh menit belum ada balasan dari Romy. Ternyata, Romy benar-benar tidak menanggapinya lagi. Meskipun begitu, May mengirimkan pesan untuknya lagi dan lagi.
"Maafkan aku!"... "Tolong jangan membenciku!" ..."Aku akan melunasi hutangku kepadamu. Mungkin kamu tidak percaya ini. Aku juga menyukaimu."
Awalnya, May tidak bermaksud akan mengirimkan pesan keempatnya itu. Namun, jari tangan May tak sengaja memencetnya dan pesan tersebut langsung terkirim.
***
Pagi harinya, May berpapasan dengan Romy dan saudara kembarnya. May merasa sangat malu atas pengakuannya tadi malam. Dia tidak sanggup untuk menyapa Romy terlebih dahulu. Dia pun langsung pergi saja dengan menundukkan kepalanya.
Namun, siapa sangka jika Romy menyapanya terlebih dahulu. Setelah satu bulan bersikap dingin, cuek, dan selalu menutup mulutnya untuk berkomunikasi dengan May, akhirnya Romy membuka mulutnya juga. "May!"
May membalikkan badannya dan bertanya dengan kaku, "A--apa?"
"Lu nggak pergi ke kelas sama kita?" tanya Romy dengan dingin namun membuat May bahagia.
May pun tersenyum dan mengangguk.
Mereka bertiga pergi ke kelas bersama. Tetapi, Romy masih dingin seperti biasanya. May masih malu jika dia memulai percakapan terlebih dahulu. Dia memilih untuk menutup mulutnya.
"Tumben lu nggak sama si ketukel itu?" tanya Romy ketus.
"Ketukel? Apa itu ketukel?" tanya May.
"Ketua kelas. Masa lu nggak tahu sih May? Lu lahir pada masa penjajahan Belanda ya?" sahut Rony.
May mencubit lengan Rony dan Rony kesakitan. Meskipun jari tangan May terbilang kecil dan imut, namun jika untuk mencubit orang sakitnya luar biasa. Dulu waktu di sekolah lamanya, dia pernah mencubit seseorang sampai membekas.
"Memangnya gue nenek moyang lu apa? Gue sama lu juga masih muda gue. Memangnya di KBBI ada singkatan KETUKEL? Huh?" jawab May sedikit kesal.
"Jaman makin modern lah May. Nggak papa kali membuat singkatan sendiri. Lagian nggak bakalan dipidana," kata Rony menghibur.
May tersenyum malu. "Lu memang selalu bisa hibur gue. Thanks ya Ron," kata May.
Rony tersenyum manis lalu, "Gue pengen tahu seberapa tangkasnya seorang May. Lu mau nggak nerima tantangan dari gue?"
"Tantangan apa, huh? Pastinya gue yang bakalan menang," tanya May berlagak bahwa dirinya yang akan menjadi pemenangnya.
"Widih...sombong amat."
Ternyata Rony menantang May untuk berlomba lari menuju ke kelas. Siapa yang kalah harus mentraktir yang menang. Namun May menolak tantangan tersebut.
"Tadi sombong, sekarang kok malah nggak berani sih? Kenapa lu?" kata Rony ketus.
May menjawab, "Kalau di Dramkor, anak cewek dan cowok yang saling kejar-kejaran ke kelas hanyalah pasangan. Kita kan bukan pasangan. Kalau ada orang lain selain kita berdua untuk main kejar-kejaran, gue baru mau," jawab May lembut.
"Gue baru tahu kalau lu pecinta Drama Korea juga ya. Oke fine. Gue nggak akan ngajak lu untuk main kejar-kejaran lagi berdua sama gue," kata Rony santai.
"Ternyata lu juga tahu kalau Dramkor itu singkatan dari Drama Korea. Gue pikir lu nggak tahu," sambung May.
Rony tersenyum sinis, lalu berkata, "Gue kan anak hasil Indonesia merdeka, bukan anak jaman penjajahan."
***
Pagi ini adalah jadwal wali kelas VIII A mengajar anak didik kelasnya. Bu Dewi tidak bicara banyak hari ini karena dia sedang batuk. Dia membagi beberapa kelompok di kelas VIII A untuk mengerjakan tugas yang beliau berikan.
Tidak disangka, May satu kelompok dengan Diki, Romy, dan Sheila. Romy dan Diki satu kelompok dengan May, apa yang akan terjadi? Romy kan masih kesal terhadap Diki karena dia dan May mengaku bahwa mereka saling suka.
Bu Dewi memberikan lembaran kertas untuk dikerjakan secara berkelompok.
"Nanti, kalau sudah selesai tinggal ditumpuk. Waktu mengerjakan sampai jam delapan seperempat ya. Do you understand?"
Semua siswa membalas, "Yes Mom!"
Kemudian, Bu Dewi duduk di meja guru sambil menilai lembar ulangan harian kelas VIII C. Sedangkan, para siswa memulai untuk mengerjakan tugas kelompoknya. Kelompoknya May membagi tugas untuk mengerjakannya agar tugas tersebut cepat selesai.
Meskipun dikerjakan secara berkelompok, namun kelompok May seperti mengerjakan tugas secara individu.
Sheila merasa bosan dengan suasana kelompoknya, "Kalian bertiga kenapa sih? Ini kan tugas kelompok, kok ngerjainnya kayak tugas individu sih? I am boring tahu!"
May, Romy dan Diki dengan kompaknya menatap Sheila secara bersamaan. Kemudian, mereka menunduk kembali untuk mengerjakan tugas. Sheila hanya melongo melihat mereka bertiga.
Setelah itu, dia marah-marah lagi, "Kalian bertiga lagi pada sakit gigi apa sariawan sih? Diem mulu dari tadi. Nyebelin tahu!"
Akhirnya, May angkat bicara, "Sorry La, bukannya gue nggak mau ngomong sama lu. Tapi, gue itu lagi fokus ngerjain ini nih." May menyodorkan kertas jawaban ke Sheila.
"May, ini kan tugas kelompok bukan tugas individu. Please deh ngerjainnya bareng-bareng kayak kelompok yang lain. Kalau kayak gini kan nggak ada kebersamaannya," kata Sheila kesal.
"Gue tahu lu pasti sedang kesusahan ngerjain soalnya. Kalau gitu ayo kita kerjain bareng-bareng," ajak Romy tiba-tiba.
May melongo atas apa yang diucapkan oleh Romy.
"Oke. Sepertinya benar juga kata Sheila. Ini kan tugas kelompok, kenapa kita harus ngerjainnya secara individu?" sahut Diki.
Kemudian, kelompok May mengerjakan tugas kelompok secara bersama-sama. Suasana yang santai, akrab, dan harmonis telah berlangsung. May, Romy dan Diki yang awalnya saling diam, kini mereka saling berkomunikasi dengan akrabnya. Seperti tidak ada masalah diantara mereka.
***
Bel istirahat telah berbunyi. Rony dan Diki menghampiri May. Rony mengajaknya untuk makan ke kantin bersama. Sedangkan Diki mengajaknya pergi ke perpustakaan. Karena May tidak ingin membuat keduanya kecewa, May pun menolak ajakan dari Rony maupun Diki. May memilih untuk menyendiri di istirahat pertama ini. May memang adil.
Rony dan Diki masih berada di ruang kelas. Sedangkan May sudah pergi meninggalkan mereka. Diki curiga dengan kelakuan Rony yang berbeda dari hari sebelumnya.
"Lu suka sama May?" tanya Diki cemas.
"Kenapa? Kok muka lu cemas amat?" tanya Rony balik.
"Jadi beneran lu suka sama May?" tanya Diki lagi.
Rony hanya tersenyum kepadanya kemudian pergi.
Ternyata Romy mendengar percakapan mereka. Bagaimana tidak? Romy masih sibuk menyalin catatan di papan tulis yang belum selesai ia tulis. Dia sangat terkejut melihat sikap saudara kembarnya itu. "Rony suka sama May? Apa dia masih belum tahu kalau gue sangat suka sama May?" gumam Romy dalam hati.
***
Romy menyusuri tepi lapangan sepak bola sambil mendengarkan lagu dari earphone-nya. Dia berjalan dan terus berjalan sambil menikmati alunan nada dari lagu yang ia dengar.
Karena ia tidak memandang kearah depan, ia pun menabrak seseorang. GUBRAK.... Mereka pun terjatuh dan mengatakan, "Auww..." secara bersama-sama.
Romy mengangkat sedikit wajahnya dan ternyata orang yang ia tabrak adalah, "May?" Iya, May adalah orang yang tertabrak oleh Romy sampai mereka jatuh ke tanah secara bersamaan.
"Romy? Em... sorry ya? Gara-gara gue jalannya nggak melihat kearah depan," kata May penuh rasa bersalah.
Romy hanya manggut-manggut saja mendengar perkataan May.
"Lu kenapa sih jadi dingin banget ke gue? Kenapa sih lu bisa berubah secepat ini? Jujur, gue pengen lu kayak dulu lagi," kata May sedih.
"Gue bingung dengan lu yang sekarang. Lu bilang kalau gue berubah begitu cepatnya. Tapi, apa lu nggak sadar kalau lu juga berubah drastis. Mana May yang dingin, ceria, pemarah, dan ramah itu? Lu kan benci banget kalau gue deketin lu."
"Gue nggak benci sama lu," sahut May.
"Kalau begitu apa namanya?" tanya Romy ketus.
May menghela napas untuk menenangkan batinnya.
"Gue ngelakuin itu karena gue seneng..." belum selesai ngomong perkataan May sudah disahut oleh Romy.
"Lu seneng buat gue ngerasain sakit hati, kecewa, marah. Gitu lu seneng?"
"Gue belum selesai ngomong!" kata May dengan nada suara lebih keras dari sebelumnya. "Gue seneng digombali, dideketin sama lu. Gue seneng lu mencoba selalu deketin gue meskipun gue dingin sama lu."
Romy tidak dapat berkata apa-apa. Kalau lidahnya orang barat, 'Romy is speechless.' Hanya bisa menatap May dan mencerna perkataan May. Hanya itu yang ia lakukan saat ini.

Perasaan MayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang