1

3 4 0
                                    

Mom, May berangkat ke sekolahnya naik angkutan umum aja ya!” pinta gadis manis kepada ibunya.
“Nggak boleh! Ini kan hari pertama kamu masuk. Pokoknya Daddy yang harus nganter kamu,” sahut ayahnya yang sedang berjalan menuju meja makan.
Hari ini adalah hari pertama May masuk ke SMP barunya. Gadis bertubuh kecil dan berwajah manis itu tidak suka berangkat diantar oleh orang tuanya. Ia merasa sudah pantas berangkat sekolah sendiri mengingat dia sudah menginjak bangku kelas VIII SMP.
“Kenapa sih Daddy nggak percaya sama May? May kan bisa jaga diri. Lagian May juga udah gede.”
Ibunya hanya tersenyum melihat tingkah anak sulungnya itu.
“Daddy bukannya nggak percaya sama May, tapi ini kan hari pertama kamu masuk ke SMP barumu.”
“Iya bener tuh kata Daddy, hari ini kamu harus diantar sama Daddy,” sambung ibunya.
“Kayak anak kecil aja pake acara dianter segala,” gerutu May dalam hati.
***
Suasana kelas VIII A sangat ricuh. Banyak anak yang sibuk ngerumpi, bercanda tawa dan ada juga yang sibuk bermain game. Tapi, kericuhan kelas lenyap seketika saat Bu Dewi, guru Bahasa Inggris sekaligus wali kelas VIII A datang. Anak-anak yang tidak berada di bangkunya bergegas untuk kembali ke tempatnya masing-masing.
“Hari ini akan ada siswa baru yang bakalan jadi teman sekelas kalian,” kata Bu Dewi.
Semua kaum Adam berdoa agar siswa baru itu adalah salah satu dari kaum Hawa. Sedangkan kaum Hawa berdoa sebaliknya. Kemudian, Bu Dewi seperti mengisyaratkan seseorang untuk masuk.
Tap…tap…tap… May memasuki kelas barunya. Hampir semua kaum Adam melihatnya dengan takjub dan nyaris tak berkedip. Sedangkan ada beberapa kaum Hawa yang melihatnya dengan tatapan sinis. Bu Dewi mempersilahkan May untuk memperkenalkan dirinya.
“Nama saya May Harris Ashima, kalian bisa panggil saya May. Saya pindahan dari Jakarta Utara.”
Setelah memperkenalkan dirinya, Bu Dewi mempersilahkan dirinya untuk duduk disebelahnya Windy. May pun melakukan apa yang disuruh Bu Dewi.
Istirahat pertama telah dimulai. Untuk pertama kalinya kaum Adam kelas VIII A tidak pergi ke kantin untuk jajan. Mereka menggoda May dengan mudahnya. May hanya bisa tersenyum untuk menghadapi para kaum Adam yang menggodanya. Padahal dalam hatinya ia berpikir, “Risih banget sih dikerumunin cowok-cowok gila Andai gue bukan murid baru, bisa kutendang semuanya.”
Karena merasa risih akhirnya dia pergi dari kerumunan tersebut. Para kaum Adam dikelasnya merasa kesal akan kepergiannya. “Lu sih duduk disampingnya! Jadi kabur kan bidadariku,” kata seorang pemuda berpostur gemuk.
“Eh…gara-gara lu kali yang menggodanya tanpa henti,” cerocos pemuda berpostur tinggi.
“Eh….udah deh ributnya. Dia itu nggak suka dengan cara kalian yang kayak gini. By the way, udah dua hari si kembar nggak masuk. Nanti kita jenguk mereka yuk!” kata Diki si ketua kelas.
“Oke.”
***
“Kangen sama suasana kelas,” kata pemuda yang sedang berbaring di kamarnya.
“Iya, gue juga Rom,”kata pemuda yang lainnya.
“Ron, kok bisa ya kita sakit bersama?”
“Iya yah. Masuk akal juga sih, kemaren kan kita abis kehujanan bareng. Pantes saja kalo kita juga sakit bareng. Asalkan jangan sakit hati bareng, nanti rapuh semua nggak ada yang nyemangatin.”
Romy tersenyum, lalu beberapa detik kemudian menjitak kepala adiknya. “Aw…sakit! Apaan sih Rom?”
“Kayaknya udah lama gue nggak nakal sama lu.” Kepala Rony yang masih pusing ditambah dengan jitakan Romy, membuatnya tambah berkunang-kunang. Yap! Mereka adalah Romy dan Rony si kembar.
***
May sedang memainkan ponselnya sambil menunggu jemputan dari ayahnya. Sudah lima belas menit lamanya ia duduk di halte. Meskipun ada angkutan yang menawarkan jasanya untuk ia tumpaki, May dengan mudahnya menolak. Selang beberapa menit kemudian, ayahnya menelpon.
“Daddy nggak bisa jemput May? Terus May pulangnya gimana? Sudah nggak ada angkot lewat nih! Kalau May tahu Daddy nggak bakal jemput, May udah sampai di rumah naik angkutan umum.”
Sebenarnya May belum terbiasa jalan kaki menuju rumahnya. Apalagi jarak rumahnya dari sekolah cukup jauh. Dia selalu berhenti sejenak untuk mendinginkan badannya yang kepanasan. Ketika dia sedang berkipas-kipas, ada sebuah motor berhenti di depannya.
Ia mendongak keatas, dan “Kamu May kan?” tanya seorang pemuda berseragam OSIS SMP.
May hanya bisa mengangguk sambil mengernyitkan alisnya.
“Gue Diki ketua kelas VIII A, masa lu nggak tau sih? Kita kan sekelas.”
“Oh…sorry…sorry… gue belum bisa hafalin anak-anak di kelas,”balas May.
“By the way, lu lagi ngapain disini?” tanya Diki sambil menyimpulkan senyumannya yang manis.
“Daddy nggak jemput gue karena ada meeting penting. Terus nunggu angkutan umum udah nggak ada.”
“Gimana kalo gue anter lu?” ajaknya. May terdiam sebentar.
“Tolak nggak ya? Kalo di tolak, gue yang rugi,” katanya dalam hati.
“Apa nggak ngrepotin?” kata May.
“Nggak lah. ayo naik! Kalo nggak mau ya nggak apa-apa.” Akhirnya, May nebeng motornya Diki.
Kalau dilihat-lihat, Diki orangnya berhati lembut dan baik. Pantas saja ia jadi ketua kelas. Selain baik, dia juga tampan, tinggi, atletis dan menawan. Pasti banyak kaum Hawa yang menginginkannya.
Diki sibuk memperhatikan May dari kaca spionnya. Kelihatannya dia seperti kaum Adam lainnya. Dia tertarik kepada May. May tersadar kalau Diki sedang memperhatikannya. “Kalau mengemudi hendaknya fokus lihat ke depan, bukan liatin spion terus.”
“Apes!” kata Diki dalam hati. “Kan biar tahu dibelakang ada yang ngintilin atau ada truk besar yang mau nyalip,” balas Diki.
“Oh…kirain apa.”
Sesampainya dirumah, May berterimakasih kepada Diki. Ia kelihatannya tidak risih kepada Diki. Melihat May tersenyum, Diki ikutan tersenyum. May menawarkan kepada Diki untuk mampir ke rumahnya, tapi Diki menolaknya karena ia hendak mengantarkan Ibu ke rumah Pamannya.
***
Disepanjang perjalanan pulang, Diki tersenyum-senyum sendiri. Dia benar-benar jatuh hati kepada May. Padahal, mereka baru bertemu satu hari. Satu hari juga nggak penuh 24 jam.
“Gue harus bisa dapetin May. Gue nggak boleh kelihatan buruk di depan May. Pokoknya gue harus ngelakuin segala cara buat buka hatinya May untuk gue,” katanya dalam hati.
***
May sedang belajar. Tiba-tiba ibunya datang dan  memberinya jus wortel seperti biasanya. “Daddy ngajak dinner di restoran. Kamu udah selesai belum belajarnya?”
“Udah Mom.”
May bergegas untuk ganti baju. Setelah itu, ia pergi bersama Ibu dan adiknya naik taxi. Entah kenapa hari ini May sedang sangat ingin dinner bersama keluarganya di restoran. Tanpa ia meminta, ayahnya sudah menawarkan duluan.
Sesampai di restoran, May pura-pura marah kepada ayahnya soal kejadian tadi siang. Ia memasang wajah kesal di depan ayahnya.
“Daddy minta maaf. Daddy juga nggak tahu bakal ada meeting penting. Kamu jangan ngambek donk! Nanti kalah cantik lho dari Momy,” kata Pak Harris.
“Ah…Daddy lagi ngejek Momy ya?” kata istrinya.
“Ya nggak lah. Faktanya kamu lebih cantik daripada May.”
May makin memasang muka kesalnya. Kali ini ia benar-benar kesal. “Jadi May itu nggak cantik? Daddy mah jahat!”
“Bukan itu maksud Daddy, kamu sama Momy kamu sama kok cantiknya,” balas ayahnya.
“Bohong!” sahut May.
“Cemburuan amat? Gimana tadi sekolahnya?” tanya Pak Harris.
“Cowok-cowoknya nyebelin banget.”
Lalu, May menceritakan kejadian di sekolahnya. Mulai masuk sampai menunggu ayahnya di halte sekolah. Dia benar-benar tidak suka dengan kelakuan kaum Adam yang bersikap genit kepadanya.
“Tapi nggak semuanya genit kok Dad,” katanya tiba-tiba setelah diam beberapa detik.
“Tadi kamu pulangnya gimana? Katanya kamu nggak dapet angkutan?” tanya ayahnya.
“Kamu jalan kaki?” sambung ibunya.
May gelagapan mau menjawab apa. Ia malu jika menceritakan sosok Diki yang baik memberikan tumpangan untuknya. Tapi, ia tidak bisa membohongi kedua orang tuanya kalau sepanjang perjalanan ia jalan kaki.
“Oh…em…tadi May…em…naik ojek! Oh iya bener May tadi naik ojek Dad,Mom.”
“Kok ngomongnya gugup gitu?” tanya ibunya.
“Mencurigakan. Pasti nggak naik ojek. Sama cowok ya?”sambung ayahnya.
May membulatkan matanya. Sepertinya ayahnya sangat peka dengannya. Tapi May tidak menyerah untuk mengatakan bahwa ia pulang naik ojek.
“Ya iyalah sama cowok. Cowok tua seumuran Daddy maksudnya. Tukang ojeknya kan cowok,” kali ini May membalasnya tanpa gelagapan seperti tadi.
Pak Harris dan istrinya hanya dapat mengucapkan kata ‘Oh’. Setelah itu, mereka makan malam bersama. Suasana keluarga yang harmonis seperti ini pasti sangat diharapkan diantara keluarga manapun.
Tak lama kemudian, Diki dan keluarganya datang dan menempati meja kosong disamping keluarganya Pak Harris. Tak sengaja Diki melihat May dan menyapanya. May balas menyapanya.
“Siapa itu May?”tanya ibunya.
“Temen baru May Mom.”
“Cakep. Kamu tertarik sama dia?” tanya ibunya.
“Momy bisa aja.” Karena acara makan malam sudah selesai, Pak Harris mengajak keluarganya pulang.
Sesaat sebelum May pulang, ia sempat tersenyum kepada Diki. Membuat Diki menarik kesimpulan bahwa May juga tertarik kepadanya.
***
Romy dan Rony bergegas sarapan pagi untuk memulai harinya. “Ini bekal untuk kalian makan di sekolah. Karena kalian baru sembuh, kalian tidak boleh jajan sembarangan,”kata Ibunya.
“Nggak usah lah mah, kita ini udah gede. Masa bawa bekal ke sekolah,” gerutu Romy.
“Bagi Mamah, kalian itu masih kecil. Kalian baru empat belas tahun, masih SMP dan belum SMA. Kalian ini belum gede. Jadi kalian belum berhak mengatakan kalau kalian udah gede,”kata ibunya panjang lebar seperti ceramah pengajian saja.
“Udah lah Rom, kita bawa aja bekalnya. Biar Mamah seneng,” bisk Rony.
“Iya mah, kita akan bawa bekalnya,”kata Romy.
Kemudian mereka berpamitan dengan ibunya. Setelah itu, mereka berangkat dengan diantar sopir pribadinya. Ketika Romy melihat baju yang dikenakan Rony, Romy kaget. “Baju kita ketuker!”
Rony melihat nama yang tertera di bajunya. “Biarin lah malah bagus.”
Romy melihatnya dengan heran setelah mendengar jawaban dari Rony. “Aneh!”
***

Perasaan MayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang