Destructive Blazing Thunder (1)

333 52 2
                                    

DESTRUCTIVE BLAZING THUNDER

.

.

.

(First POV)

"Salam kenal, namaku Kuroko Tetsuya. Aku adalah pewaris dari klan Seirin, penjaga permata suci; Mutiara Salju." ucapnya sopan sambil membungkuk hormat.

Sementara aku hanya bisa diam, terpana dengan pemuda yang berada di hadapanku saat ini.

"Saya mewakili klan Seirin; sembah dan hormat pada anda."

Sedikit tersadar, aku juga melakukan hal yang sama—tetapi sedikit gugup, "I-Iya, salam kenal. Namaku (Full Name). Aku keturunan dari Putri Ainamida."

Pemuda itu berdiri lagi dan tersenyum tipis. "Senang bertemu dengan Anda, (Last Name)-san."

Aku membalas dengan senyum kaku, sedikit terkejut tapi mencoba stay cool dan santai. "I-Iya.. salam kenal, Kuroko-kun. Dan tidak usah terlalu formal, kita 'kan sebaya."

Dia terdiam sejenak dan kemudian tersenyum tipis padaku—benar-benar membuatku tak bisa berkata apa-apa akan senyuman yang menghiasi wajahnya. Dia seperti membekukanku dengan satu senyuman saja.

"...Baiklah, Anda juga boleh memanggil dengan nama kecil saya."

Oh Dewa, aku tidak kuat akan senyumnya. Tampan dan imut sekali.

Aku melambaikan bendera putih dalam imajinasiku.

.

.

.

.

.

(Third POV)

Dingin.

Satu kata itu saja yang bisa ia lontarkan dalam pikiran saat yang dirasakan hanyalah itu jua. Beberapa kali ia kerjapkan dan melihat ke sekeliling, hanya dirinya saja seorang yang berdiri disitu. Di tengah hutan yang tertutup salju di sepanjang mata memandang, apalagi sepi dan sepertinya memang tak pernah terjamah dari jangkauan manusia. Pohon mahogani, jati, serta pinus yang gugurkan daun pun terlihat kokoh dan tak terusik oleh penebangan.

 Pohon mahogani, jati, serta pinus yang gugurkan daun pun terlihat kokoh dan tak terusik oleh penebangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tapi satu hal yang tak dirinya mengerti, kenapa ia berada di tempat seperti ini?

Gadis itu memeluk kedua lengannya—mencoba menenangi badan yang sedikit bergetar. Perasaan aneh dalam diri mencuat perlahan, entah apa itu tapi ia pun tak tahu.

Lalu ia baru tersadar, karena hanya memakai kimono berwarna putih terusan hingga lutut dan bersepatu tradisional dari jerami.

"Tunggu, sejak kapan...!"

"Jangan takut."

Eh? Suara?

Gadis tersebut menoleh ke belakang dan mendapati dua orang telah berdiri tak jauh dari tempatnya berdiri.

Satu laki-laki dan satu perempuan. Dapat dilihat dari sana mengobservasi; sang perempuan memakai kimono mewah mengembang, berwarnakan bak bunga plum yang mekar di musim panas, berambut panjang, dan tengah berbicara dengan sang pemuda yang berada di hadapannya. Gadis itu tak bisa melihat wajahnya karena kabut musim dingin yang sedikit tebal, tapi yakin kalau orang tersebut terlihat familiar baginya.

Selain itu, sang pemuda bertubuh sedikit lebih tinggi darinya menatap dengan pandangan dingin serta menusuk, seperti es yang menancap di batu yang amat keras. Rambutnya putih berwarna antara biru muda langit serta putih pucat—perpaduan dengan awan putih dan langit di bawah ozon. Dan lagi, kulitnya bagaikan seputih salju yang menutupi tanah seluruh hutan ini dengan ditambahkan pakaiannya yang tipis—yukata berwarna putih dan biru.

Gadis tersebut mencoba untuk mendekat perlahan, sekalian mengusik rasa penasaran akan pembicaraan yang mereka lakukan.

"Aku tidak mau melakukan hal yang merepotkan seperti itu."

"Tapi aku memilihmu. Kalau kau tidak melakukannya, maka dunia akan berada dalam bahaya."

Mata biru langitnya menatap tajam pada sang wanita yang berani menghadapinya sekarang. Selama ratusan tahun, bangsa mereka adalah salah satu makhluk halus yang ditakuti dan dihindari. Siapapun yang bertemu dengan mereka, maka manusia tersebut akan menemui ajal saat itu juga. Tetapi untuk gadis satu ini, malah dia yang mendekatinya seakan dia adalah orang biasa.

Manusia memang makhluk yang bodoh dan aneh.

"Sudah aku bilang, kami ini keturunan halus. Kami takkan bisa berdampingan dengan kalian seperti para Dewa yang dipuja. Kami hidup pun karena diri kami sendiri. Aku pun begitu... menikmati kesendirian selama ini."

(Name) tak mengerti. Mereka berdua makhluk yang berbeda?

"Lalu, apakah kau mau kalau Bumi ini musnah tak tersisa?"

Lelaki tersebut menunduk dalam diam, membuat sang wanita tahu apa artinya.

"Kalau begitu,"

Sebuah tangan terjulur di hadapan sang pemuda dingin bak es tersebut, sebuah senyuman melengkung lembut menghiasi wajah sang wanita.

"Aku memilihmu untuk menjadi Penjaga Permata, serta temanku. Yukinojo-san. Mari kita selamatkan Bumi tercinta."

Seperti tersihir oleh nyanyian—suara yang terlantunkan, pemuda tadi melunak pandangannya dan segera menerima tangan sang gadis muda—yang juga tersenyum akan keputusan sang Yukibito.

Sementara yang melihat mereka dari kejauhan pun hanya bisa terkesima melihat pemandangan yang tak biasa dilihat seumur hidupnya.

Ini benarkah mimpi, atau bukan?

Sayang, pemandangan itu hanya bertahan selama beberapa detik karena badai kabut es tiba-tiba menyapu di hadapan, membuatnya otomatis menutup mata.

Dan saat ia membuka mata perlahan, dirinya sudah berada kembali di kamar tidur.

Terbaring dengan menatap langit-langit.

.

.

.

To Be Continued

============================
♥♥♥

I AM SO SORRY BUT ITS THE FIRST PART AND I'M STILL TYPING THE NEXT PART SO I HOPE YOU ENJOY AND NOT GET MAD AT ME QWQ SEE YOU ON THE NEXT DAY AFTER~

regards,
Author

Tsukichi No Neiro [KNB X READER] HIATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang