Destructive Blazing Thunder (3)

389 42 10
                                    

.

.

.

Aku menggerutu sambil memegang kepalaku yang sedikit berdenyut. Mendengar derap kaki yang menuju ke arahku, akhirnya membuatku mendongak ke arah sang pelaku dengan marah-marah.

Aku berdiri sambil membersihkan bajuku yang terkena debu serta tanah.

"Hei, kalau lempar bola itu hati-hati!"

"Sorry, aku tidak sengaja!"

Aku menatap tajam ke arah seorang pemuda bertubuh tinggi. Dia bermata merah menyala, rambutnya berambut merah marun dengan sedikit gradasi hitam di ujung helai rambutnya.

Dia menghampiriku setelah mengambil bola basket dan ditaruh di pinggang. Sambil melemparkan tatapan kesal, aku mencercanya.

"Dasar payah, kau tidak bisa lihat ada orang lewat di sini?!"

Dia beralih padaku dan terheran melihatku marah. "Hei, aku sudah minta maaf! Kenapa masih marah juga?"

"Permintaan maaf saja tidak cukup! Dasar payah!!" ujarku kesal.

"Apa katamu?! Jangan panggil aku begitu. Kaulah yang bodoh!!" balasnya juga ngegas.

"Bodo amat! Cepat minta maaf padaku sekarang!!"

Bentakanku ternyata membuatnya tertegun. Pemuda bermata gradasi tersebut hanya menunduk sesaat lalu menghela napas kasar, menggumamkan sesuatu—tapi masih bisa aku dengar.

"Kenapa harus begini... permintaan maaf bukanlah keahlianku, tapi akan kucoba sebisaku..."

Hah?

Dia menghela napas lagi sambil meminta maaf padaku. "Baiklah. Maafkan aku."

"Maaf untuk apa?" tanyaku yang mencoba menahan kesal—setidaknya dia bisa minta maaf akan kesalahannya.

Hei! Setidaknya minta maaf yang benar!

"Maafkan aku karena tak sengaja melemparkan bola padamu. Itu sebuah kecelakaan." Tangannya menyisir rambutnya yang bergradasi sambil menghela napas, melanjutkan perkataannya menatapku.

"Aku tidak bermaksud begitu, tadi aku sedang kesal dan biasanya bermain basket di lapangan ini sendirian dan—ah, kenapa aku harus beritahukan ini, duh..." gumamannya yang memalingkan muka pun terdengar olehku.

Aku sekarang cukup puas dan menghentikannya.

"Tidak apa. Aku mengerti sekarang. Terima kasih karena sudah minta maaf."

"Ya. Tak masalah." Angguknya.

Oke, sepertinya urusan ini sudah selesai. Aku harus kembali untuk menemukan Tetsuya-kun dan yang lainnya.

"Baiklah. Aku pergi dulu. Dah." ucapku sambil berbalik dan berlari kecil, meninggalkan pemuda yang sedari tadi hanya terdiam.

Tapi tunggu, setelah kupikir-pikir lagi...

Sepertinya aku pernah melihat wajahnya.

Tapi dia itu siapa dan dimana?

.

.

.

(Third POV)

Walau yang bersangkutan pergi, pemuda tersebut menatap penuh arti ketika gadis tersebut menjauh.

Lalu dia meringis pelan, melihat ke arah pergelangan tangannya yang ia sembunyikan di punggung sejak tadi.

Tsukichi No Neiro [KNB X READER] HIATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang