Ch. 1

7.7K 740 23
                                    

"Apa yang kamu lakukan disini?"

Lipatan dalam di kening Adam, dan matanya yang memicing curiga, membuat Diana menyeringai senang. Dia pikir, hanya dia yang bisa membuat hidup seseorang mendadak menderita? Ayolah! Yang dibuatnya sengsara adalah Diana Brotoadiana! Wanita cerdas dengan segudang kelakar!

Diana mengerdikan bahunya, "kemana lagi aku bisa pergi? Jika bukan ke rumah suaminya?"

"Suami?"

"Suami?!"

Diana terperanjat sendiri dengan teguran serempak dibelakang si pemeras. Adam menoleh kebelakang, Diana ikut melongokan kepalanya ke balik pundak laki-laki itu. Ada sepasang suami istri berderap menghampiri mereka. Ekspresi mereka bingung dan kentara kaget. Menatap Diana dari atas hingga bawah, lalu beralih pada si pemeras yang mendelik tajam pada Diana.

"Istri, Dam?"

"Bu..."

"Oh! Ibu?" pekik Diana senang, huek, "saya Diana, bu, pak," Diana menyodorkan tangannya, mengambil tangan sepasang suami istri paruh baya itu untuk diciumnya, "saya istri mas Adam."

Kebingungan orang tua itu terlihat semakin bertambah, mereka bertukar pandang, lalu menatap Diana lagi.

"Masuk dulu, bicara di dalam," kata bapaknya Adam bijaksana.

Dengan senang hati, Diana mengangguk, mengangkat ransel, menekankannya didada Adam, "makasih, mas," katanya dengan penuh penekanan dan seringai licik. Lihat saja pembalasanku dasar tukang kebun tidak tahu diuntung!

Diana mengikuti ibu dan bapaknya Adam keruang tamu, duduk disalah satu kursi berbahan rotan yang dianyam. Khas kampung sekali. Diana mengedarkan pandangannya keseluruh penjuru ruangan itu, tidak ada hiasan dinding, atau meja mahal seperti diruang tamunya yang besar di rumah.

"Eneng ini..."

"Diana, pak," jawab Diana dengan senyum lebar, "putri satu-satunya pak Broto, atasannya mas Adam."

Kedua paruh baya itu saling lempar tatapan lagi. Diana melipat tangannya dipangkuan, tersenyum manis, menikmati suasana kebingungan yang ada diruangan itu.

"Adam ga bicara kalau sudah menikah dengan putri atasannya," kata bapaknya Adam, melirik si tukang kebun yang masih berdiri ditempatnya, menatap Diana tajam.

"Pak," kata Adam menyela, "sepertinya kami harus bicara dulu berdua," ibu dan bapaknya Adam tampak ragu, "saya akan jelaskan kalau sudah meluruskan semuanya."

Bapaknya mengangguk, "ayo, bu, kita tunggu dibelakang."

"Tapi, pa..."

"Ayo, bu."

Ibunya Adam menatap Diana lagi, 100% tidak percaya dengan kibulan Diana. Yah, Diana juga tidak percaya dirinya akan nekat seperti itu, mau bagaimana lagi, dorongan tersakiti dan ingin balas dendam juga demi merebut kembali sertifikat rumah dan properti yang ternyata dibawa si pemeras itu pulang ke kampungnya, kampung antah berantah yang diapit dua gunung besar dan jalan yang belum diaspal.

Diana menghela nafas dalam mengingat sulitnya menempuh perjalanan dari Jakarta ke rumah si pemeras itu. Naik transjakarta, bayangkan, seorang Diana Brotoadiana yang biasa naik benz kemana-mana tiba-tiba harus naik TJ, lalu naik kereta kelas ekonomi, karena harus hemat, lalu naik angkutan umum dari stasiun dan terakhir naik delman, iyuh. Diana bergidik jijik, tidak akan pernah naik kendaraan dengan hewan yang seenaknya buang air besar sambil berjalan.

"Ayo!"

Diana tersentak, meringis dengan tarikan Adam dilengannya. Diana berdecak, menepis tangan itu.

Diana & AdamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang