"Pokoknya ikut ke sawah!"
Teriak Diana, mencegat Adam yang terus-terusan menghindarinya.
"Apa lagi sih, Dam?" kata Ibu jengkel, "tinggal ajak aja apa susahnya."
"Iya!" solot Diana merasa didukung, "apa susahnya? Aku jalan sendiri kok, gak minta digendong!"
Ibu tersedak tawa.
"Di rumah, bantu..."
"Kenapa sih gak mau banget ditemani ke sawah?" potong Diana, "mau selingkuh lagi ya?"
Adam mendelik tajam. Diana menyeringai, ooh pertanyaannya pasti mengundang perhatian Bapak dan Ibu lagi. Dia melirik ke meja makan, Bapak yang sedari tadi diam menekuni sarapannya langsung duduk tegak, walaupun tidak mengangkat kepalanya dan menatap Adam tajam, seperti yang dilakukan Ibu.
Yes!! Mati kutu kamu!!
"Jangan rewel kalau panas," desis Adam melewatinya.
Seringai Diana semakin lebar, dia menoleh pada Ibu yang ikut tersenyum lebar. Duh Ibu, mertua idaman banget sih!! Dukung aja apa yang Diana mau!! Hahaha!!
Diana segera meraih kantong keresek berisi rantang dan payung, dia juga tidak lupa membawa kacamata hitam, bekal jika nanti siang panas. Dia mengejar Adam yang sudah berjalan lebih dulu membawa gerobak sorong. Dia berjalan di sebelahnya, memakai payung untuknya sendiri. Diana melongok ke dalam gerobak, selain cangkul, Adam juga membawa dua karung pakan ayam.
"Untuk apa pakan ayam?"
"Untuk ayam."
Diana mendelik, mendesis, "ish."
Adam membawa Diana ke jalan yang lebih ke ujung kampung membawanya ke sebuah rumah yang di pagar agak tinggi dengan banyak ayam berkeliaran. Ew. Diana berjinjit, menghindari kotoran ayam yang tersebar di mana-mana, belum lagi baunya yang menyengat.
"Ngapain sih ke sini?"
Adam tidak menghiraukannya, dia meletakan gerobaknya di dekat kandang ayam, lalu menurunkan dua karung pakan ayam di sana.
"Jang!" Adam berseru seraya masuk ke pintu belakang rumah yang ada di sana, tidak lama dia keluar dengan seseorang lainnya. Laki-laki tinggi kurus yang terlihat bersih jika dibandingkan dengan halaman rumahnya yang kotor dan bau.
"Bu," laki-laki itu mengangguk, mengajak Diana bersalaman, yang tidak langsung Diana balas.
"Jang Agus, OB ruangan Bapak," kata Adam.
Diana menggumamkan oh pelan dan tersenyum tipis, baru membalas ajakan bersalaman Jang Agus.
"Ini semua ayamnya Bapak, Bu."
"Hah?"
"Semua ini ayam milik Pak Broto," ulang Jang Agus lebih jelas.
"Maksud saya, ngapain Papa miara ayam? Iiih," Diana menjengit, menjauh saat ayam betina berkotek di dekatnya.
"Investasi," jawab Jang Agus mantap.
"Sudah, Jang," Adam menepuk pundaknya, "saya ke sawah dulu, titip roda."
"Iya, Kang."
Diana melengos lebih dulu berjinjit menghindari kotoran-kotoran ayam lagi. Adam menyusul di belakangnya dengan membawa cangkul di pundaknya.
"Ngapain Papa investasi ayam?" kata Diana setelah mereka berjalan beriringan lagi.
"Kamu kan anaknya, masa tidak tahu."
Diana mendengus, "tinggal jawab tanpa nyinyir bisa kali."
Mereka berjalan sampai di pinggir jalan tempo hari saat Bapak Adam membawanya turun ke sawah. Adam turun lebih dulu, meletakan cangkulnya untuk menolong Diana turun. Dia mengambil alih kantong keresek berisi makan siang dan botol minum, kembali berjalan lebih dulu.
![](https://img.wattpad.com/cover/134844921-288-k489676.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Diana & Adam
Romance[COMPLETED/REPUBLISH] Dalam waktu singkat, Diana Brotoadiana, kehilangan segalanya. Papa yang menyayanginya dan seluruh harta warisan peninggalan Papa. Dan, hanya satu orang yang menjadi penyebab itu semua. Adam Sastrawan. Tukang kebun kesayangan P...