Ch. 4

5.5K 705 41
                                    

"Ga mau ketemu Adam..."

Ibunya Adam mengusap lengan Diana yang berselimut hingga keleher, "iya, nanti ibu suruh Adam tidur diluar, di pos ronda kalau perlu, biar ga ganggu neng Diana."

"Bu..." Diana menggeser tidurnya hingga miring, memeluk pinggang ibunya Adam yang duduk didekat kepalanya, "Adam jahat."

"Iya, itu lagi diomongin sama bapak biar ga kasar lagi sama neng Diana."

Diana mengangguk, semakin mengeratkan pelukannya. Menghirup wangi obat gosok aromatheraphy yang dipakai ibunya Adam. Tidak seperti mbok Nah yang kalau pakai obat gosok baunya membuat pernafasan mampet.

Pintu kamar itu mengkriet, Diana mengangkat sedikit kepalanya, melihat Adam masuk tanpa melirik Diana sama sekali. Dia membuka lemari mengambil pakaian ganti dan kain sarung.

"Adam keluar dulu, bu."

"Kemana?"

"Pos Ronda."

Ibunya Adam mendengus geli, mengulurkan tangan untuk dicium Adam, saat itu baru Adam melirik Diana. Lirikan tajam mematikan yang membuat Diana langsung meyembunyikan lagi wajahnya diperut Ibu Adam, merengek seperti anak kecil.

"Adam, kamu ih..."

Adam mendengus, keluar dari sana tanpa menghiraukan teguran geli ibunya.

"Udah, neng, Adam udah keluar."

Diana mengangkat sedikit kepalanya, mengintip, Adam memang sudah tidak ada disana, dan pintu kamar juga tertutup rapat. Saat itu, barulah Diana duduk, menghadap ibunya Adam.

"Ibu temani Diana sampai tidur kan? Diana ga mau sendiri, nanti Adam balik lagi, marahi Diana lagi."

"Ya Adam pasti balik lagi, masa tidur terus di pos ronda?"

"Ih ibu... Bukan gitu maksud Diana..."

"Iya, iya," ibunya Adam tersenyum geli, "Adam ga balik lagi buat marahi neng Diana, barusan juga udah lirik-lirikan lagi kan?"

Diana mencebik, "itu bukan lirik-lirikan, itu mendelik!"

"Emh, ini berarti neng Diananya yang belum ngerti candaan Adam."

Diana menatap ibunya Adam bingung. Si tukang kebun bebal itu bisa bercanda?

"Ya tadi itu mendeliknya bercanda, buat nakutin aja, padahal aslinya ga bener-bener marah."

Diana memiringkan kepalanya, "masa sih, bu? Perasaan dulu di rumah papa, Adam gitu terus sama Diana, kalau Diana ga nurut maunya Adam pasti melotot, udah diturutin maunya juga tetap aja mendelik."

"Lho, itu berarti bagus, Adam ada ekspresinya sama neng Diana, dulu pas sama..." ibunya Adam langsung mengatupkan mulut, seperti orang hampir keceplosan, "maksud ibu, dulu, sebelum ke Jakarta, Adam itu lebih pendiam, ditanya jawab, ga ditanya ya diam aja, kayak patung."

"Masa sih, bu?"

"Iya, perhatiin aja sama neng Diana. Kalau sama orang, Adam musti dipancing-pancing dulu, diusilin biar marah aja dia ga pernah kena, kalau sama neng Diana, sedikit aja langsung kepancing."

"Maksud ibu, sikap aku nyebelin banget sampai gampang bikin Adam marah?"

Ibunya Adam tertawa, membuat Diana semakin mencebik.

"Ibu iih..."

"Iya, iya, ibu temeni sampe neng Diana tidur."

Diana mengangguk puas, tiduran lagi dipangkuan ibunya Adam yang langsung mengusap kepalanya, membuat Diana memejamkan matanya karena nyaman.

Diana & AdamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang