Farhan dan Qiya memutuskan untuk mampir menjenguk Rizky. Sepanjang perjalanan, Qiya hanya terdiam. Entah karena Dzikri yang berada semobil dengannya atau kesal karena Farhan berbincang masalah bisnis yang tidak ia mengerti.
"Kalau boleh tau, kenapa milih jurusan Teknik sipil bang?" Tanya Dzikri. "Bukannya sulit ya?"
"Sulit sih, tapi seru. Yakin deh!"
"Dulu sempet sih bang, gue mau milih arsi," ujar Dzikri. "Tapi pusing gambar-gambar."
"Loh seru dong, bisa bikin rumah."Keduanya saling tertawa dan bertukar pikiran, tentu saja hanya Farhan dan Dzikri. Berbeda dengan Qiya yang hanya menatap keduanya jengah dan memilih melihat jalanan.
Qiya menghela nafas pelan, "Bang masih jauh nggak?"
Dzikri melihat Qiya dari spion depan tersenyum kecil. Terlihat wajah bosan Qiya terpantul disana. Sebenarnya ingin sekali ia bertanya banyak hal mengenai Qiya, tapi ia tak tau harus mulai dari mana.
"Enggak kok dek, pertigaan depan udah sampai."
Qiya bersandar dan mengarahkan pandangannya ke luar jendela. Ia kesal karena Farhan tak mengajaknya bicara jika ia tak bertanya.
***
"Assalamualaikum..." Ucap Dzikri. "Udah sehat belum sob?"
"Eh dzik!" Rizky menegakkan badannya menyambut kedatangan Dzikri. "Waalaikumsalam, udah mendingan Dzik.""Assalamualaikum," ucap Farhan dengan Qiya yang berada di balik punggung Farhan.
"Oh iya," Dzikri memperkenalkan Farhan dan Qiya. "Ky ini kak Farhan yang dulu bawa Lo ke sini."
Rizky tersenyum dan bersalaman dengan Farhan. "Dan ini adeknya, Qiya."
Rizky menatap Qiya tak berkedip. Sedangkan yang ditatap melihat Rizky heran dan salah tingkah. Tanpa sadar Rizky tersenyum dan bergumam, "Assalamualaikum calon makmum."
"Waalaikumsalam warrahmatullah wabarakatuh calon jenazah," jawab Dzikri kesal sambil melemparkan bantal ke arah Rizky. "Haram liat setelah tiga detik."
"Astagfirullah..." Gumam Rizky pelan kemudian tersenyum jahil kepada Dzikri.
Farhan tersenyum simpul melihat kedekatan kedua sahabat tersebut. Ia merasakan bahwa mereka berdua bukan hanya sahabat, namun adalah saudara. Terlihat jelas raut kecemasan Dzikri saat pertama kali mendengar kabar kecelakaan.
Farhan menyampaikan tujuan kedatangannya sekaligus berpamitan untuk kembali ke solo. Farhan memimpin doa untuk mendoakan kesehatan Rizky dan keluarga. Kemudian diikuti oleh Dzikri, Qiya dan Rizky yang juga ikut mengadahkan telapak tangan untuk berdoa.
Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda:
إِذَا عَادَ الرَّجُلُ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ مَشَى فِيْ خِرَافَةِ الْجَنَّةِ حَتَّى يَجْلِسَ فَإِذَا جَلَسَ غَمَرَتْهُ الرَّحْمَةُ، فَإِنْ كَانَ غُدْوَةً صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعُوْنَ أَلْفَ مَلَكٍ حَتَّى يُمْسِيَ، وَإِنْ كَانَ مَسَاءً صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعُوْنَ أَلْفَ مَلَكٍ حَتَّى يُصْبِحَ
“Apabila seseorang menjenguk saudaranya yang muslim (yang sedang sakit), maka (seakan-akan) dia berjalan sambil memetik buah-buahan Surga sehingga dia duduk, apabila sudah duduk maka diturunkan kepadanya rahmat dengan deras. Apabila menjenguknya di pagi hari maka tujuh puluh ribu malaikat mendo’akannya agar mendapat rahmat hingga waktu sore tiba. Apabila menjenguknya di sore hari, maka tujuh puluh ribu malaikat mendo’akannya agar diberi rahmat hingga waktu pagi tiba.” (HR. at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Imam Ahmad dengan sanad shahih).
"Kami pamit pulang ya Dzik, Riz," ucap Farhan sambil menyalami mereka. "...لاَ بَأْسَ طَهُورٌ اِ نْ شَآ ءَ اللّهُ"
"Tidak mengapa kak, semoga sakit mu ini bisa membersihkan mu dari dosa-dosa. Insyaallah," sambung Qiya ikut berpamitan.
Dzikri dan Rizky tersenyum kagum, saling berebutan untuk bisa berjabat tangan dengan Qiya. Sedangkan Qiya tidak beralih dari tempatnya dan hanya menangkupkan kedua tangannya di depan dada.
"Qiya sama bang Farhan pamit ya kak, assalamualaikum..." Qiya dan Farhan berpamitan meninggalkan Dzikri dan Rizky yang tersenyum dengan tangan menggantung di udara.
"Haram Dzik!" Ketus Rizky sambil menepis tangan Dzikri yang masih menggantung. "Nggak boleh liat lebih dari tiga detik!"
"Lo juga kali!"
Flashback off
***
Dzikri duduk termenung di meja kerjanya, menatap langit yang kian menggelap dari balik jendela ruangan. Sudah sejak lama ketika ia memutuskan untuk tidak menjalin hubungan dengan wanita yang selalu ia nantikan hadirnya. Tekadnya sudah bulat, ia tidak akan menyia-nyiakan wanita impiannya dalam hubungan yang tidak diridhoi Allah.
Berbeda dengan dirinya, justru wanitanya menjadi sangat membenci Dzikri yang memutuskan hubungan sepihak. Ia mengira bahwa dengan hubungan yang mereka jalin, keduanya akan bahagia. Dan kini sudah lebih dari tiga tahun mereka tak saling berkomunikasi. Tidak bisa disangkal bahwa Dzikri masih menginginkan hadirnya wanita itu.
"Assalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh sahabat dunia akhiratku," sahut Rizky yang memasuki ruangan Dzikri dengan heboh. "Sedang apakah dirimu disana?"
"Ngitung gedung pencakar langit,"
"Wah Anda kurang kerjaan?" Ujar Rizky kemudian duduk di meja Dzikri. "Ngomong-ngomong Dzik, gue ada kabar heboh."Dzikri masih melihat keluar jendela dan membelakangi Rizky. "Sepenting apa sih kabar Lo selain kabar pernikahan Lo ky?"
"Ini beneran penting," ucap Rizky serius. "Cewek Lo balik ke indo Dzik!"
"Halu, gausah sok hibur gue deh."
"Gue serius," sungut Rizky kesal. "Nih fotonya!"Dzikri berbalik arah berhadapan dengan Rizky dan melihat sebuah foto wanita yang berada di layar ponselnya. Terlihat seorang wanita dengan hijab duduk menunggu taksi di salah satu pusat perbelanjaan di Bekasi. Ia tau benar siapa wanita itu, yang berbeda hanya hijab yang kini menutupi kepalanya.
"Sabeera?" Ucap Dzikri ragu-ragu. "Dia udah balik?"
"Iya, mungkin dia bakalan Dateng nanti di acara Abang Lo," ucap Rizky kemudian mengambil kembali ponselnya. "Dan Lo harus persiapin diri bertemu sama dia secepatnya.""Gue nggak tau Riz," lirih Dzikri kemudian beralih menatap jendela. "Gue aja nggak yakin, perasaan gue sama atau udah beda."
"Jangan bilang Lo suka sama adeknya bang Farhan?"
Dzikri menaikkan sebelah alisnya. "Siapa?""Pura pura lupa ah!"
"Qiya?" Tebak Dzikri. Rizky mengangguk yakin sambil memainkan ponselnya. "Nggak mungkinlah gue suka sama Qiya. Jelas beda banget."
"Iya ya, kan cocoknya sama aku."
"Halu aja terus!"
Dzikri menerawang jauh banyak pertanyaan yang memenuhi benaknya. Tentang Sabeera yang pergi, tentang ia yang memutuskan kontak dan semua tentang Sabeera yang belum ia ketahui. Mereka memang berteman baik, tapi Dzikri seperti hanya mengenal Sabeera dari luar.
"Bagaimana mungkin aku bisa bersama dengan Qiya, jika hatiku saja masih terpaut padamu. Jatuh cinta padanya saja aku tak berani, aku sangat jika di banding dengannya Riz."
Allahu'alam....
***
Salam, saran, dan kritik dapat disampaikan melalui Komentar di setiap part.
Saran dari pembaca akan saya pertimbangkan dan akan di jadikan acuan dalam pengembangan cerita.Jazakumullah Khairan 💕
KAMU SEDANG MEMBACA
Assyauq [RE-EDITING]
SpiritualSyauqiya Al-Husni Tentang seorang wanita yang ingin menjadi lebih baik dan menjadikan pertemanan Adalah salah satu jalan terkuat yang membuatnya ingin lebih dekat dengan Sang Pencipta. Ia juga berusaha sekuat mungkin tidak lemah dalam menghadapi se...