enam

9.9K 519 7
                                    

Angin berhembus sangat lembut pagi ini, menjatuhkan dedaunan yang tak lagi berwarna hijau. Pikiran Qiya terbang menjelajahi beberapa tahun yang lalu, dimana ia masih berfikir bahwa hidup harus sejalan dengan arus zaman.

Qiya dengan usia 16 tahun masih sangat labil dengan kehidupan. Ia tau bahwa sholat itu wajib dan mengerti keutamaan menghafal Al-Qur'an. Namun tidak menjadi sulit ketika ia mengikuti arus pergaulan. Tentu saja Farhan tidak tau hal itu, dimana ia menjalin sebuah hubungan diantara lawan jenis.

Memang benar, bahwa cinta adalah ujian di masa remaja. Dimana perihal rasa suka antar lawan jenis membuatnya lupa bahwa terdapat batasan diantara keduanya. Hingga kini membuatnya menyesal ia pernah merasakan racun dari sebuah kata "Cinta."

"Bengong aja sih Qi!" Tegur Ayu. "Nih dapet undangan nikahan!"

Qiya terkejut kemudian membuka undangan pernikahan, "Fafa?"

Tertera nama Fafa dan Fajri di dalam undangan. Ia mengerti betul siapa pemilik nama tersebut. "Fafa beneran nikah?"

Ayu menganggukkan kepalanya pelan, "iya Fafa."

"Maasyaallah! Maasyaallah Tabarakallah. Aku seneng banget ay!" Seru Qiya sambil menggoyangkan bahu Ayu dengan gemas. "Nggak nyangka secepat ini loh."

"Ish, seneng sih seneng. Tapi nggak usah nyiksa orang kalik."

Qiya tersenyum lebar melihat sahabatnya kesal. Jantungnya berdegup kencang ketika melihat udangan ditangannya. Entah apa yang terjadi nanti, ia yakini inilah yang terbaik. Qiya berharap, sahabat dan keluarganya senantiasa dalam lindungan Allah subhanahu wa ta'ala.

***

Qiya dan Ayu duduk takzim melihat keberlangsungan akad nikah sahabatnya. Hari ini adalah hari terakhir UAS dimana keduanya sangat tidak mungkin untuk menghadiri akad nikah Fafa. Melihat dari layar ponsel mampu membuat keduanya tegang tidak karuan.

"Ih sebel banget kenapa ga bisa liat langsung..." Ucap Ayu sambil terisak haru. "Aku seneng deh Fafa udah sold out."

Qiya menepuk-nepuk pundak Ayu, "kamu nggak liat langsung aja nangis apalagi liat langsung."

"Aku nggak nangis Qi!"
"Tapi terharu, iya sama aja Ay!"

Qiya mengambil kembali ponselnya yang telah mati setelah saudari Fafa memutuskan panggilan. Ia melihat jam di layar ponselnya, 07.15. Dalam artian lima belas menit mendatang ujian akan dimulai.

"Ay udah mau mulai nih, yuk ke kelas."
"Eh bentar, aku mau cuci muka dulu." Ucapnya sambil memasukkan buku kedalam tas. "Temenin ya?"

"Kan Deket sama kelas toiletnya."
"Ayolah Qi..." Pinta Ayu sambil memelas.

Qiya mendengus kesal dan beranjak berdiri, "iya ayo cepetan!"

Qiya berjalan menyusuri lorong kelas bersama Ayu yang menghafalkan materi. Saat sesampainya di kelas Qiya teringat satu hal yang harus ia kerjakan sepulang dari kampus. Ia membalikkan badannya ke arah Ayu yang duduk dibelakangnya.

"Ay nanti berangkat bareng ya?"

Ayu mengacungkan jempol tanda bahwa ia setuju dengan ucapan Qiya.

***

Malam yang ditunggu Tiba, Qiya dan Ayu datang lebih awal untuk menemui Fafa di ruang rias terlebih dahulu. Saking tidak sabarnya, Qiya meninggalkan Ayu yang sedang mencari ponselnya di tas jinjing yang ia bawa. "Ay cepetan ah nanti keburu rame!"

Assyauq [RE-EDITING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang