Tujuh

9.1K 402 2
                                    

Qiya meregangkan otot-ototnya yang mulai kaku. Sudah hampir tiga jam ia hanya terpaku dengan buku-buku tebal berbahasa asing didepannya. Menjadi mahasiswi tingkat akhir membuatnya mau tak mau memiliki banyak refrensi untuk Syarat kelulusan nanti. Ia memandang jenuh coretan tinta di depan mata. Sudah lebih dari dua puluh buku yang dipindai, namun hanya enam yang cocok.

Hujan turun saling bersahutan di luar sana, membuatnya tetap berdiam di perpustakaan. Sudah sepekan sejak ia menyelesaikan ujian akhir semester dan kini ia mulai menyusun sedikit demi sedikit materi yang akan ia gunakan untuk pengajuan judul skripsi.

Ia melihat notifikasi di layar ponsel, banyak panggilan tak terjawab dari nomer tak dikenal. Qiya mengerutkan keningnya melihat satu pesan yang muncul di bar notifikasi ponsel.

"Aku ada di gazebo taman, menunggumu disana."

Ia tak mengetahui siapa pengirimnya. Nama akun nya saja tidak ada. Qiya tak memperdulikan pesan tersebut dan mulai mengemasi barang-barang untuk kembali ke rumah.

Jejak hujan terlihat jelas membentuk kolam-kolam  kecil di pinggiran jalan. Aroma khas musim hujan membuat pikirannya tenang. Bangku taman yang basah membuat ia berdiri untuk menunggu seseorang yang akan menjemput pulang.

"Qiya!" Pandangan Qiya tertuju kepada salah seorang laki-laki tak jauh darinya. "Aku nunggu kamu dari tadi."

Si pemilik nama terkejut ketika seorang lelaki memanggilnya. Laki-laki itu turun dari mobil dan menghampiri Qiya yang berdiri mengalihkan pandangan. "Aku udah lama nungguin kamu."

"Kamu ngapain kesini?" Tanya Qiya dengan nada Datar. "Aku nggak minta kamu kesini."

"To take you home, apa lagi?"
"Aku udah dijemput orang lain," Qiya melangkahkan kakinya meninggalkan Ardhan.

Farhan datang dengan motor matic melihat Qiya bersama seorang laki-laki yang tak asing. Tanpa aba-aba Farhan menarik bahu Ardhan yang membuat lelaki itu tidak bisa meraih lengan Qiya.

"Jangan sembarangan pegang wanita yang bukan mahram!"

Qiya berbalik melihat Farhan sudah berhadapan dengan Ardhan.

"Bang..." lirih Qiya yang berdiri di balik punggung Farhan. "Kita pulang aja."

Farhan menatap tajam laki-laki didepannya, "kamu mau apa?"

"Saya mau melamar Qiya,"

Qiya terdiam mendengar perkataan Ardhan yang terang-terangan. Ia tau betul bagaimana perangai Ardhan, saat menginginkan sesuatu maka ia akan berjuang sekeras mungkin untuk mendapatkannya. Qiya menggeleng pelan ketika Farhan—dengan helm yang masih terpasang—melirik ke arahnya.

"Datang saja kerumah dan temui Abi," ucap Farhan dengan nada yang tak berubah.

Qiya menatap Farhan tak percaya. "Bang Farhan...."

"Kenapa diam?" Tantang Farhan. "Takut bertemu Abi?"

Ardhan menghembuskan nafas pelan. Ia tau betul bagaimana sifat Keras Orangtua Qiya. "Saya akan datang."

"Bagus. Assalamualaikum," pamit Farhan beserta Qiya meninggalkan Ardhan yang masih diam mematung.

"Waalaikumsalam...."

***

Sesampainya didepan rumah Qiya menatap Farhan dengan sebal. Bermaksud memberikan kode bahwa ia marah dan Farhan melewatinya masuk ke rumah.

"Loh loh, harusnya aku yang marah. Kok dia sih," gumam Qiya sebal. "Bang Farhan!"

Farhan menghentikan langkahnya tanpa berbalik menjawab panggilan Qiya dengan gumaman.

Assyauq [RE-EDITING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang