"Allâh Azza wa Jalla berfirman:
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
"Jadilah engkau pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh." [al-A’Râf/7:199]
"Bahkan ini termasuk sifat mulia para hamba Allâh Azza wa Jalla yang bertakwa, sebagaimana dalam firman-Nya:
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
"(Orang-orang yang bertakwa yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang (selalu) menahan amarahnya, serta (mudah) memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." [Ali ‘Imrân/3:134]. "
Qiya mencatat setiap point penting yang ia dapatkan dalam kajian hari ini. Sesekali ia menerawang jauh di kisahnya yang lalu. Tentang bagaimana ia menjalani hubungan yang menyenangkan namun salah di mata agama. Hingga sekarang ia masih saja merasa bersalah dengan apa yang ia lakukan dulu. Penyesalan memang akan sangat menyakitkan di akhir cerita.
Istighfar selalu Qiya lantunkan, dengan harapan bahwa dosanya akan senantiasa berkurang. Ia merapikan kembali alat tulisnya kedalam ransel dengan segera. Sore ini sangat mendung, ia khawatir akan turun hujan lebat di perjalanan pulang."Qiya kayaknya nggak jadi ke kelas deh," ucap Nisa yang berada di sebelahnya. "Mendung banget, aku takut nggak bisa pulang."
Qiya melihat langit di balik jendela yang mulai menggelap, "iya kalau gitu kamu pulang duluan aja nis. Motor kamu di depan kan?"
"Iya, maaf ya Qiya nggak bisa nemenin...."
"Iya Santai aja."Qiya berjalan menuju halaman parkir sepeda motor yang berada di belakang masjid. Ia beruntung bisa menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Bagaimana tidak? Banyak dari temannya tidak bisa meneruskan pendidikan karena kendala biaya. Meskipun ada program pemerintah yang bisa membebaskan biaya bagi siswa/siswi yang berprestasi, tetap saja tidak semua kebutuhan gratis.
"Enak juga ya kalau disini, setiap pekan ada kajian," gumam Qiya sambil menggeledah isi tas mencari kunci motornya. "Nah ini!"
"Syauqiyya Al-Husni," ucap salah seorang laki laki yang membuat degup jantung Qiya berhenti sejenak. "Kamu apa kabar?"
Qiya mematung ditempat mendengar suara bariton seorang laki-laki yang memanggilnya. Baru beberapa menit yang lalu ia membayangkan kejadian ini. Baru saja ia berandai-andai jika memang hal ini terjadi. Dan Kini telah terjadi.
Lidah Qiya kelu ketika melihat seorang laki-laki dengan Hoodie di depannya. Ia tau betul siapa yang berdiri di depannya. "Qiya kamu lupa sama aku?"
Laki-laki itu mendekat ke arah Qiya yang masih menatapnya dengan heran. Ia mencoba lebih dekat namun Qiya berjalan beberapa langkah kebelakang. "Berhenti disitu, jangan bergerak."
"Kamu udah beda banget ya," ucapnya sambil meneliti Qiya dari ujung kepala hingga kaki. "Qiya aku bener-bener kangen sama kamu."
"Nggak usah ngawur kamu ardhan."
"Aku nggak bohong Qi..." Ucapnya sambil melihat Qiya dengan tatapan haru. "Aku bener-bener rindu dimana kita bersama dulu. Kayak nama kamu, Syauq."
Qiya menghela nafas kasar dan menggelengkan kepalanya kuat. "Aku sama kamu udah lama berakhir Ardhan. Dan aku nggak mau lagi terjebak di hubungan yang sama sekali nggak Allah ridhoi."
Qiya menyambar cepat helmnya dan bersiap untuk pergi meninggalkan Ardhan yang masih berdiri tak jauh darinya. "Lagi pula, kau yang membuatku mengakhirinya."
Ardhan tersenyum singkat mendengar perkataan Qiya, "apa kamu belum bisa maafin aku Qi?"
Qiya merutuki dirinya yang berbicara seakan ia masih mengingat bagaimana dirinya dan Ardhan berakhir. "Itu nggak penting. Aku mau pulang, minggir!"
Qiya menyalakan motornya dan berusaha menghindari Ardhan yang berada di depannya. Namun, Ardhan malah memegang lengan Qiya yang membuat Qiya marah. Seketika Qiya menepis tangan Ardhan dan melayangkan Tinju di depan mukanya, "lihat? Kamu belum pernah aku pukul kan?"
"Atau kamu mau tau rasanya dipukul?" Ujar Qiya tak segan-segan masih dengan tangan mengepal di depan wajah Ardhan. "Minggir sebelum aku kehilangan kendali."
Ardhan melangkah mundur, memberikan ruang untuk Qiya berlalu. "Jujur aja Qi, kamu masih sayang kan sama aku?"
Qiya semakin meradang mendengar ucapan Ardhan, ia segera melajukan motornya untuk pulang. Hampir saja ia kelepasan untuk melayangkan pukulan. Jika saja Ardhan tidak mengungkit masa lalu dan membuatnya mengingat bagaimana ia dulu, mungkin Qiya tidak akan semarah ini.
Sepanjang perjalanan Qiya beristighfar pelan meredam amarahnya. Ia berusaha memfokuskan pandangannya yang mulai kabur terkena rintik hujan. "Ah ayolah, jangan lebat dulu. Nanti saja!"
***
Qiya memasuki rumah dengan baju setengah basah. Sepatu dan jas hujannya sudah ia tanggalkan di teras rumah. Ia melihat Farhan yang sedang serius berbincang melalui telepon, terbesit ide jahil di kepalanya. Ia mengambil mukena di dalam tas kemudian menutupi seluruh tubuhnya dengan itu, lalu berdiri di belakang Farhan yang menghadap jendela.
"Iya, nanti saya minta sekretaris saya buat reschedule jadwal saya," ucap Farhan berbincang melalui telepon. "Iya baik pak. Terimakasih."
"Ba!"
Saat Farhan berbalik ia terkejut bukan main hingga tak sengaja membenturkan kepala ke jendela di belakangnya. "Aduh!"
"Kena deh! Ahahahaaa..."
"Qiyaaaa!!!"Ibu yang berada di dapur mendatangi Farhan yang berteriak, "Farhan jangan teriak-teriak! Kayak di hutan aja!"
"Qiya Bun!" Ucap Farhan dengan sebal.
"Lagian kamu ini, bukannya ngasih bunda mantu malah diam dirumah aja."
"Iya iya, Farhan salah."
Qiya berlari kecil sambil tertawa menuju kamarnya. Moodnya kembali baik setelah berhasil mengerjai abangnya. Sejenak ia melupakan masalahnya dengan Ardhan. Ia kembali merenung, mungkin jika dulu Ardhan tidak mengganti cinta Qiya, ia tidak akan memutuskan untuk berhijrah. Jika ia dan Ardhan tidak putus, mungkin sekarang Qiya tidak mendapatkan nikmatnya datang ke taman surga.
Namun sekali lagi Qiya berfikir, bagiamana jika ia masih menyimpan dendam dengan Ardhan? Bagaimana jika hatinya belum ikhlas untuk memaafkan kesalahan Ardhan yang jugalah kesalahannya?
Qiya menepis semua kemungkinan-kemungkinan yang muncul di benaknya dan segera menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Hujan ini membuat kepalanya pusing, juga mendatangkan seseorang yang bahkan tak ingin ia temui.
"Ah sudahlah! Aku mau mandi!"
***
Salam, saran, dan kritik dapat disampaikan melalui Komentar di setiap part.
Saran dari pembaca akan saya pertimbangkan dan akan di jadikan acuan dalam pengembangan cerita.Jazakumullah Khairan 💕
KAMU SEDANG MEMBACA
Assyauq [RE-EDITING]
SpiritualSyauqiya Al-Husni Tentang seorang wanita yang ingin menjadi lebih baik dan menjadikan pertemanan Adalah salah satu jalan terkuat yang membuatnya ingin lebih dekat dengan Sang Pencipta. Ia juga berusaha sekuat mungkin tidak lemah dalam menghadapi se...