6. KEBETULAN ABSURD

204 10 2
                                    

Di tengah situasi mendebarkan itu, seorang pramusaji mendadak menghampiriku untuk menanyakan pesananku. Kubilang saja aku sedang menunggu temanku dan belum akan memesan sesuatu. Dan saat itulah, ketika aku akan mengawasi lebih dekat, kaki canggungku tersandung dekorasi sebuah patung art deco bodoh di tengah ruangan. Aku hampir saja terjatuh, untunglah aku berhasil meraih sebuah kursi untuk pegangan. Tapi sialnya, ponselku tergelincir dan meluncur terus di lantai yang licin ke kaki targetku.

Sialan! Sialaaaaaaaaaan!

Aku tak punya waktu menghindar, karena dalam sedetik Naufal melihat ponselku, memungutnya dan kemudian mencari pemiliknya. Mengerikannya, dua detik berikutnya dia sudah menyadari siapa pemilik iPhone 11 yang casing-nya terpampang print fotoku sedang menjulurkan lidah.

"Ha-ha-ha ... " Itu tawa paling mengerikan yang pernah keluar dari pita suaraku. Aku menghampirinya dengan rasa terbakar malu dalam hatiku.

"Syana?" Dia tampak terkejut. Sementara cewek yang bersamanya menatapku penuh ingin tahu. "Kamu ngapain di sini?"

Aku buru-buru merebut ponselku dari tangannya. "Aku ... aku lagi nunggu orang ...!" cetusku karena panik. Suaraku naik beberapa oktaf dan terdengar sangat tertekan.

"Siapa?" tanya Naufal. "The Bellas?"

"Bukan," jawabku cepat. "Gitulah ... cowok."

"Oh." Mata Naufal tampak sedikit meredup.

"Tapi dia belum dateng, katanya macet," tambahku buru-buru. "Kebetulan banget ya kita bisa ketemu di sini!"

Naufal hanya mengangguk dan tersenyum. Lalu dengan isyarat dia seperti menyuruh cewek yang duduk bersamanya menyapaku duluan. "Ini ...."

"Sasti," cewek itu memperkenalkan diri seraya mengulurkan tangan padaku.

"Hm ... Syana," kataku berwibawa. "Dari tadi kalian?" tambahku kasual, pura-pura tidak tahu.

"Baru, kok. Ini nemenin dia aja," jawab Naufal. "Duduk, Syan." Dengan jantan dia menarikkan satu kursi supaya aku duduk.

Tapi tentu saja, demi harga diriku yang sudah tergerus, aku tidak akan sudi duduk bertiga di situ.

"Nggak usah," tolakku sambil sok sibuk melihat ponselku. "Orangnya bentar lagi dateng, nih."

"Emang siapa? Anak sekolah kita juga?" tanya Naufal penuh selidik. Jujur, aku agak senang menemukan sedikit kecemburuan dalam nada suaranya.

"Mmm ... bukan, sih. Ya ... gitu," jawabku tak jelas.

"Kenalin, ya," ujar Naufal pelan. "Pengen titip pesen sama orangnya."

"Pesen apa emangnya?" tanyaku curiga. Aku juga langsung melirik cewek bernama Sasti tadi--anehnya ia tidak terlihat terganggu baik dengan ucapan Naufal atau kehadiranku di tengah mereka. Sekarang dia sedang sibuk dengan ponsel iPhone 11 yang dilapisi casing Bart Simpson.

"Supaya dia bisa jaga kamu lebih baik dari aku," ujar Naufal jujur. "Masih lama nggak datengnya?"

Idih, apaan sih si Naufal maksa-maksa segala!

"Bentaran lagi."

Menyebalkan. Aku tidak mungkin tiba-tiba kabur sekarang, kan? Apa nanti yang ada di pikiran Naufal? Pasti dia bakalan menyangka aku memang sengaja membuntutinya dan sekarang aku cuma mengarang-ngarang alasan.

Dengan cermat, aku memandangi pintu masuk kafe di ujung sana. Baiklah, aku tak punya pilihan. Aku akan memilih cowok paling keren yang masuk ke kafe dan akan langsung kuhampiri. Naufal harus melihat cowoknya, tapi tak akan kuberikan kesempatan ngomong dengan cowok asing itu. Entahlah gimana nanti caranya, yang jelas aku hanya harus menemukan cowok yang tepat dulu.

Miss Always RightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang