Lembaran Buku

1.7K 157 44
                                    

Aku menutup koper baju berukuran besar milikku setelah memasukkan beberapa potong baju kepunyaanku yang terakhir.

Mengambil nafas sambil menutup mata untuk sekedar mengendalikkan perasaan sesak yang muncul ketika ingatan-ingatan indah yang pernah terjadi dihidupku muncul bak embun dipagi hari. Kecil tapi tetap terasa indah, bahkan berubah menjadi sesak setiap dikenang.

Mataku mulai membuka dan berseliweran menatap kamar apartement yang sudah mulai kosong dari barang-barang berharga. Tumpukkan kardus telah tertata rapih dilantai seolah bersiap untuk bergegas atau ditinggal begitu saja meninggalkan tempat sejuta kenangan versiku.

Pengelihatanku teralihkan saat melihat sebuah buku yang terletak di meja rias. Aku kenal buku itu. Buku buatanku. Buku temanku. Buku saksi hidupku.

Kakiku menuntunku meraihnya. Dan sekali lagi rasa sesak itu muncul kembali. Rasa sesak hanya karena melihat dan menyentuhnya. Buku yang menarik ingatanku tentang bagaimana aku mencintai seseorang begitu dalam pada waktu kemarin sebelum hati ini membeku dengannya.

Dengan sekuat tenaga menahan rasa ngilu dihati, aku membawa buku itu ke ruang tengah yang juga telah kosong dan hanya meninggalkan tumpukan kardus seperti dikamar. Kududukan tubuhku disofa dan mulai membuka lembar pertama dari buku itu.

Tak ada senyum terukir diwajahku pada halaman pertama yang ternyata mengisahkan tentang bagaimana pertama kali kami bertemu. Mataku menatap kosong seolah deretan kata dan tulisan disana hanyalah sebuah omong kosong dan kesalahan yang selalu ingin kuulang dan berjanji takkan pernah melakukannya.

Aku selalu mencoba untuk melupakan kisah yang berhasil menjungkir balikkan kehidupanku saat pertama kali kami bertemu. Cerita lama yang terlanjur menjadi buku yang sudah kubuka lagi kembali.

Dan bab perkenalan ini, dimana aku menjatuhkan hatiku untuknya saat pertama kali bertemu.

Semua warna yang begitu indah bak pelangi diawal kami bersama dan hidup berdua diapartement ini berubah menjadi ragu. Dan itu semua karena sifatnya yang tiba-tiba berubah 360 derajat tanpa terduga sedikitpun.

Flashback On

"Kamu darimana? Kenapa pulang selarut ini?" Tanyaku khawatir saat melihat dia pulang di jam tak wajar sebagai jam pulang kantor. Jam 2 pagi dini hari.

Raut wajahnya yang biasanya menatapku penuh kehangatan dan cinta kini berganti menjadi tatapan datar, dingin dan bengis. Seolah-olah kehadiranku dihadapannya menjadi sebuah malapetaka baginya.

"Gak usah banyak tanya! Aku capek dan aku mau tidur!" Katanya penuh penekanan dan berlalu begitu saja dari hadapanku tanpa memberikan sebuah alasan yang tepat dari pertanyaanku.

Dan aku masih bertahan untuknya saat itu.

Flashback Off

Aku beralih kehalaman berikutnya. Entah apa isi dari buku ini tapi yang jelas aku lupa, buku inilah tempat aku meluapkan semua perasaan sakit, sesal, emosi dan sebagainya yang tak terungkapkan melalui reaksi tubuhku.

Tak semua halaman merana namun kelam terlalu berarti. Jika setiap pasangan ingin mengabadikan momen yang penuh kebahagiaan bersama pasangannya, berbeda denganku yang justru mendapat kenangan kelam yang sangat melekat. Yang bahagia pun terlupakan karena terselimuti rasa sakit hati dan benci yang terlanjur mendarah daging dalam hidupku.

Flashback On

"Kamu pergi dengannya?" Tanyaku menahan sesak didada saat mengingat dia terlihat begitu mesra bersama seseorang di sebuah mall kemarin malam.

Dia yang sedang sibuk menyantap sarapannya kini menghentikkannya dan menatapku tajam. Genggaman tangan di sendok dan garpu yang menegang membuatku mulai takut dengan sikap temprament darinya yang terkadang mau memukulku.

Flashfic FriesOmiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang