Perbuatan Angin Malam

1.4K 131 34
                                    

Dentingan jam cafe menemaniku malam ini. Pukul sepuluh malam tepatnya, dan aku masih setia menunggunya disini. Sembari tanganku memegang erat sebuah kotak beludru merah itu, yang berisi sebuah kado dariku untuk hari jadi ke lima tahun hubungan kami. Tak lupa kue yang aku beli diperjalanan tadi, dengan lilin yang belum aku nyalakan diatasnya, lilin dengan angka lima.

Bahkan pelayan yang tadinya berlarian kesana kemari untuk mengantarkan pesanan para pengunjung cafe, sudah tak terlihat lagi, bahkan sekarang sudah ada lima pelayan yang sudah menegurku, menyuruhku untuk pulang lebih tepatnya.

"Iya, Mas. Sebentar lagi, saya lagi nunggu orang." Dan sudah lima kali kalimat itu keluar dari mulutku untuk menjawab teguran dari pelayan tersebut.

Hei. Tidakkah kamu bisa menepati janjimu? Tidakkah kamu bisa meninggalkan pekerjaanmu itu untuk sekedar merayakan hari jadi kita?

Sudah puluhan pesan yang aku kirim padamu lebih dari satu jam yang lalu pun tak kunjung dibalas olehmu. Jangankan untuk membalasnya, bahkan untuk membacanya pun tidak.

Lebih pentingkah pekerjaanmu itu daripada aku yang kamu janjikan akan merayakan hari jadi ke lima ini? Setidaknya kamu bisa memberi tahu aku bahwa mungkin ada pekerjaan yang mendadak dan tak bisa kamu selesaikan malam ini. Seperti sebuah notif pesan, "Maaf aku terlambat, klien ku ingin meeting denganku." atau "Tunggu dulu, jangan pulang, aku masih harus menandatangi berkas-berkas penting."

Jangan harapkan ada semua pesan yang aku harapkan. Sudah biasa aku terduakan oleh pekerjaannya.

Setengah jam berlalu, dan kali ini aku tak bisa menolak teguran lembut dari pelayan yang menyuruh untuk pulang karena cafe akan benar-benar akan tutup.

Aku menyalakan lilin berangka lima itu, dan mulai menautkan tangan, memanjatkan doa kepada Tuhan.

"Tuhan, semoga hubungan kita akan tetap berlangsung selamanya, sampai maut yang memisahkan kita."

Fyuh~

Air mataku menetes seketika, bahkan hanya aku sendirian yang mengucapkan doa serta harapan untuk hubungan kami, sedangkan dia lebih memilih membaca berkas-berkas yang lebih penting dariku.

Aku meninggalkan cafe serta kue, tak lupa kotak beludru merah tadi diatas meja nomor empat belas.

Angin malam menusuk persendian ku. Langkah kakiku terasa sepi, bahkan rasanya aku ingin sekali menendang kaleng kosong yang terceceran dijalanan ini.

Langkah kakiku membawa aku ke sebuah taman. Aku duduk pada ayunan, ditemani suara jangkrik yang bersahutan, serta sinar si rembulan sabit berwarna orange dilangit sana.

Aku mengingat-ingat kejadian konyol yang membuatku mengenalnya, membuatku jatuh cinta padanya pada lima tahun lalu saat kita bertemu.

Flashback On

Pada saat itu, aku berada dikamar mandi perempuan. Aku memang sengaja kabur dari pelajaran Bu Melody, pelajaran matematika yang sangat tak aku sukai.

Aku lebih memilih menghabiskan waktu bolosku dikamar mandi perempuan dengan novel ditanganku, serta headset yang menyumpal kedua telingaku.

Tiba-tiba saja suara gemuruh langkah kaki mengagetkanku. Seperti orang sedang berlari tergesa-gesa waktu itu, sampai-sampai aku mencopot headset dan menutup novelku, lalu membuka knop pintu kamar mandi.

"Aaaaaa!!!!" Teriakku kencang. Bagaimana bisa aku tidak teriak? Karena saat aku membuka pintu, dan yang pertama kali aku lihat adalah seorang laki-laki yang wajahnya penuh dengan keringat, dan sekarang dia mencopot dua kancing baju seragamnya.

Flashfic FriesOmiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang