Bip!
Aku memutuskan sambungan telfon dari Kinal, yang mengajakku untuk berlibur ke pantai akhir pekan ini, padahal rasanya capek sekali, namun sejatinya juga aku sangat merindukan suasana pantai akhir pekan.
Musim dingin tiba, biasanya aku ke pantai pada saat musim panas. Apakah baik ke pantai saat musim dingin? Entahlah, kita lihat saja.
Dan apakah juga Kinal akan mengajak Naomi nantinya? Teringat, jika aku dan Naomi dulu sangat dekat, namun dia lebih memilih dengan Kinal.
***
Akhir pekan pun tiba. Aku sengaja mengenakan sweater yang sangat tebal, sweater pembelian dari Naomi beberapa tahun lalu, dan juga cuaca Jepang yang menujukkan 0° celcius.
Aku sendirian di halte Bis, menunggu sepasang insan yang tak kunjung tiba, lebih tepatnya terlambat. Aku memasukan kopi kaleng yang sengaja aku beli dari vending machine yang berjarak 50 meter dari halte bus ke saku. Mengusap kedua tangan, dan menghangatkan dunia dari siapapun.
"Maaf, gue sama Naomi terlambat." Ujar Kinal yang menggandeng erat tangan Naomi yang tidak memakai sarung tangan itu. Aku yakin Naomi pasti kedinginan.
"Iya, gapapa kok, barusan sampai juga." Bohongku.
Mataku terfokus pada Naomi yang sudah tak berkontak denganku semenjak ia berpacaran dengan Kinal. Naomi yang saat ini menggigil kedinginan, dan andai saja aku bisa menjadi penghangat untuknya.
"Tuh, bisnya." Aku mengangguk, dan mulai bersiap untuk menyambut kedatangan bis yang akan membawa kami ke pantai hari ini.
Sayang sekali tidak ada tempat kosong yang tersisa untukku. Tadinya sih ada, tinggal dua, namun aku berikan pada Kinal dan Naomi. Sedangkan aku dengan tampang tegarku, berdiri disamping mereka berdua.
"Makasih, Fries." Ujar Naomi padaku, suara yang aku rindukan sejak lima bulan ini.
"Oke." Kataku sambil tersenyum, walaupun didalam hati aku sangat merindukan dia, sungguh.
***
Akhirnya kami sudah sampai di pantai tujuan kami. Suasana pantai sangatlah sepi, tidak seperti biasanya. "Siapa juga yang ke pantai musim dingin begini?" Pikirku.
Kami bertiga berjalan beriringan menuju geladak yang di pinggir pantai. Aku melepaskan sneakers yang aku pakai, lalu mengistirahatkan tubuh penatku, walaupun sejujurnya aku tidak merasa penat sama sekali. Aku lebih tidak ingin menganggu Kinal dan Naomi yang menikmati masa-masa pacaran sekarang.
Aku mengeluarkan kamera polaroid dari tas kecilku. Mulai memotret indahnya pemandangan pantai pada saat musim dingin. Tak luput juga, kamera dengan sengaja membidik Kinal dan Naomi yang tengah berciuman dalam terpaan sang ombak.
Aku mengamati hasil foto yang bagiku naas itu. Memoriku berputar 180°, yang kala itu aku juga memberanikan diri untuk mencium Naomi, dan menghasilkan tamparan keras pada pipi kiriku. Namun kenapa saat ia dicium oleh Kinal, ia sangat berambisi?
Aku menepis memori itu. Segera menyimpan kamera ke dalam tas kembali, tidak ingin lagi kamera sialan itu membidik suatu yang tidak-tidak.
Kini giliran aku mengeluarkan kopi kaleng dari saku ku, meminumnya berharap bisa menghilangkan rasa sakit dalam hati yang tiba-tiba aku rasakan.
"Fries, sini ikut main!" Teriak Kinal dari kejauhan yang masih bisa ku dengar. Dan aku menyinggungkan senyuman, mengangguk pertanda setuju.
Akhirnya kami memutuskan untuk bermain lempar tangkap bola. Disini aku menjadi seekor kucing, yang harus menangkap bola yang dilempar kesana kemari oleh Naomi dan Kinal.
Sengaja aku tidak menangkap bola saat berada di genggaman Naomi, meskipun aku tahu aku bisa, karena badan Naomi yang lebih kecil dariku. Tapi biarlah, dia lebih senang saat aku menjadi kucing diantara dia dan Kinal. Aku tersenyum.
"Capek ah." Gumamku, seraya mengusap peluh yang mulai bercucuran.
"Iya, capek nih." Balas Kinal, dan Naomi pun dengan sigapnya, mengusap peluh Kinal dengan tangan lentiknya yang dulu selalu ada disaat aku butuh.
"Mau ke toilet dulu deh, sekalian nyari makanan. Kamu disini dulu ya, Mi?" Ujar Kinal yang menatap Naomi, dan dijawab anggukan ragu oleh Naomi.
Kinal pun pergi meninggalkan kami berdua yang masih dalam suasana canggung. Aku merebahkan tubuhku di pasir pantai putih bersih, desiran ombak pun menyapu kaki panjangku.
Aku lelapkan mata yang masih silau akan sinar mentari berujung sore. Berharap, Kinal akan segera datang, dan menghancurkan suasana yang sangat tidak aku sukai.
Tidak aku pedulikan apa yang Naomi lakukan, walau sebenarnya aku masih mengintipnya dari sela-sela ujung mataku. Dan ternyata, ia melakukan apa yang aku lakukan. Terjadilah sekarang kami tidur berdua, disinari mentari senja kota Tokyo.
"Frieska." Sapa Naomi padaku, yang tentunya membuatku kaget.
"Eh? Hmm?" Aku mencoba menetralisikan debaran jantung yang mulai tak wajar ini.
"Maaf ya." Katanya.
"Buat apa?" Tanyaku, berpura-pura tidak tahu, tapi sebenarnya tahu.
"Ditempat yang sama, waktu yang berbeda. Maaf." Katanya lagi.
"Oh, gapapa. Udah berlalu." Balasku yang mulai menyibakkan memori masa lalu yang muncul tiba-tiba.
"Aku nyesel nampar kamu, waktu kamu ngungkapin cinta sama aku."
"Eh?" Kenapa dia bahas itu sih?
"Seharusnya aku gak gitu. Toh, sampai kapanpun kita masih bisa jadi sahabat." Ujarnya yang mulai menatap wajah sampingku.
"Iya yah." Jawabku singkat, karena tidak tahu lagi harus menjawab apa.
"Cukup untuk hari ini ya, Fries." Ujarnya lagi.
"Cukup apa?" Tanyaku yang mulai merasa heran dengan sikapnya.
"Jangan ada canggung-canggung lagi diantara kita. Cukup untuk hari ini kita kaya gini, hari-hari selanjutnya, kita akan kembali pada waktu yang lalu." Aku tersikap mendengar penuturannya.
"Oke."
"Peluk mau?" Naomi duduk disampingku yang masih shock dengan perlakuan tiba-tibanya.
"Eh?"
"Mau nggak?" Tanyanya sekali lagi.
Akupun tersenyum. Esok, lusa, kita akan menjadi sepasang sahabat.
"NAOMI?!!"
---
Terpesan untuk yang mau LDR:")