Part 8

100 26 3
                                    

Setelah selesai mengucapkan itu, By bangkit dari duduknya. Tak lama kemudian,

"Plaakkk."

Suara keras itu membuat semua orang kaget, termasuk diriku.

"Apa kamu bilang? Jalang? Siapa yang kamu sebut jalang? Aku? Dan perempuan hina? Aku perempuan hina? Nyadar diri dong mas, siapa yang hina di sini? Dia!!" sergah Lolita sambil mengacungkan jarinya ke depanku.

Aku telah benar-benar dipermalukan di sini.

"Kamu yang nggak nyadar Lol, apa maksud kamu mengatakan Nadin hina? Cih, dasar!"

"Dia udah ngerebut kamu dari aku, Abyan! Lihat, sekarang dia yang jadi kekasihmu, bukan aku. Seharusnya aku yang jadi kekasihmu, bukan dia! Kita ini udah dijodohin, jadi kamu gak bisa dong kaya gitu ke aku. Jahat banget sih kamu. Pokoknya sampai kapan pun aku gamau ngelepas kamu buat dia, titik. Aku ga ikhlas."

"Bodo amat, emang gue pikirin. Serah lu dah mau ikhlas mau kagak, sabodo teuing." Kata By yang membuat ku ingin tertawa. Sumpah dia terlihat lucu saat mengucapkan itu. Lain halnya dengan Lolita yang wajahnya mulai menebal mendengar perkataan By.

"Ingat ya, Abyan... Sampai kapanpun aku akan membuat hidupmu menderita karena telah menduakan aku."

"Siapa yang menduakan kamu? Kita dari dulu nggak ada hubungan apa-"

"Berhenti Abyan!" teriak Ayah By penuh amarah.

"Kenapa, Yah? Ayah mau ngebelain Lolita? Ayah mau aku menikah dengan dia? Aku nggak sudi, Yah. Dulu Ayah mau menjodohkan aku dengan Lolita karena alasan aku belum juga punya pasangan. Sekarang aku udah punya pasangan, Yah. Mau pake alasan apa lagi agar aku bisa menikah dengan Lolita? Mau bilang ini cuma sandiwara? Mau bilang ini cuma drama? Aku cuma pura-pura pacaran sama Nadin? Silakan, Yah. Aku nggak keberatan Ayah ngomong kaya gitu, tapi jangan coba-coba menghina Nadin sebagi perempuan murahan. Dan lagi, sampai kapan pun aku nggak akan pernah mau dijodohin dengan Lolita."

"Kali ini, Ayah biarkan kamu lakukan apa yang kamu mau. Ayah menyetujui hubungan kalian."

"Lho?! Kok gitu, Om? Gabisa gabisa gabisa, Abyan gabisa sama perempuan kaya gitu, Om. Dia itu gapantes buat dia, Om.." rengek Lolita menjijikan.

"Keputusan saya sudah bulat, Lolita. Saya harap kamu bisa menerimanya."

"Huuuh, ini semua gara-gara kamu perempuan jalang gak tahu diri!" hardiknya ke arahku, lalu pergi meninggalkan rumah gedongan ini.

"Terimakasih, Yah."ucap By gembira seraya memeluk erat pria di depan nya itu, aku tidak tahu ia gembira karena apa. Karena hubungan kita yang mendapat restu dari Ayah By, atau karena perjodohan yang dibatalkan?

Semua mata di tempat itu menatap anak dan ayah yang seolah sedang diselimuti rindu. Pelukan dalam dan penuh cinta. Aku belum mengerti, hubungan seperti apa yang ada dalam diri By dengan ayahnya. Pelukannya menggambaran, seberapa besar rindunya kepada sang ayah.

"Ehem, udah dong udah, tuh kakak iparnya mau dianggurin gitu aja? Kasihan dong," kali ini Raka yang berbicara.

"Eh?" aku hanya bisa menggaruk kepalaku yang tak gatal. Tadi pagi sebutan 'mantu' sudah diberikan kepadaku, dan sekarang sebutan 'kakak ipar' juga ikut disematkan ke diriku. Aku harus malu atau jutru bangga? Entahlah, yang pasti entah kenapa aku merasa bahagia.

***

Kali ini, aku sudah berada di dalam mobil mewah milik By. Dugaanku salah, ternyata aku tidak pulang dengan mobilku sendiri. By yang akan mengantarku sampai ke apartemen. Sedangkan mobilku, Pak Aris sudah berada tepat di belakang mobil By. Yup, ia yang akan membawa mobilku dengan selamat ke apartemen.

"Maafin Ayahku tadi ya, Nad."kata By dengan suara beratnya

"Gapapa kali, By. Lagian, tadi kan Ayah kamu juga sudah merestui hubungan kita. Omong-omong sampai kapan kita mau begini terus?"

"Maksud kamu 'begini terus' itu gimana, Nad?"

"Yaa, maksud saya.... Yasudahlah abaikan saja, By."

15 menit kemudian kita sampai di depan apartemen ku. Yah, aku tak mau ia berlama-lama di sini. Tak bermaksud mengusir, aku menyuruhnya agar segera pulang bersama Pak Aris.

Sesampainya di dalam kamarku, aku langsung merebahkan tubuh lelahku ke kasur kesayangan ini. Rasanya, seperti 10 tahun aku tidak menikmati kasur. Lelah...

Ah, aku melihat buku diary ku masih tergeletak begitu saja di atas laci ku. Aku ingin membacanya lebih jauh, cukup beberapa halaman saja untuk malam ini, lantas halaman berikutnya akan aku baca di malam selanjutnya.

Tanganku mulai membuka buku itu perlahan, tepat di halaman yang ada lipatannya, halaman lanjutan dari yang telah aku baca semalam.

Minggu, 21 Januari 2018

Dear my life...

Ketika ku melihat seorang murid lelaki berdiri di depan tempat dudukku, aku kaget. Siapa dia? Aku tak mengenalnya. Dan, tak ada name tag di seragam putih abu-abu nya.

Dengan kata "hai" dia berusaha menyapaku yang hanya aku balas dengan anggukan kecil. Sungguh, aku tak tahu siapa dia dan untuk apa dia kemari. Hal itu berlanjut sampai satu minggu ini. Tiap jam istirahat, ia selalu datang ke kelasku. Berdiri di depan tempat dudukku dan menyapaku, "hai!" Selalu seperti itu kau tahu. Setelah ia mengatakan hai, tak ada kata lain lagi yang terucap darinya. Ia hanya sibuk memandang ku yang tengah asik membaca. Memandangku? Apakah mungkin? Aku tak tahu, karena setiap ia kesini, aku hanya menunduk dan membaca. Sebenarnya aku ingin bertanya, mengapa ia selalu di sini? Tapi selalu kuurungkan, karena mungkin ia hanya seorang murid yang mengagumiku. Tapi, apa yang harus di kagumi dariku? Anak seorang koruptor seperti ku tak pantas untuk dikagumi, bukan? Aku mulai terbiasa dengan rutinitas setiap jam istirahat. Seorang pria tampan seperti dia datang hanya untuk menemuiku. Suatu waktu, aku beranikan untuk bertanya kepadanya, mengapa setiap jam istirahat ia selalu menemuiku. Lantas ia menjawab, ia datang bukan untukku. Gila, aku merasa tertampar. Lalu untuk apa ia yang selalu menyapa ku? Untuk apa ia selalu menghabiskan waktu istirahatnya hanya untuk berdiri di depan tempat dudukku? "Untuk dia yang di sana,"katanya kemudian sambil menunjuk seorang wanita yang duduk di pojokan. Ah, ternyata aku hanya dijadikan umpan. Asem. Ia bukannya datang untukku, namun untuk wanita yang ada di sana bukan, Dira namanya. Aduh, ternyata aku ter-php kan. Tapi aku cukup tenang, setelah mengetahui maksud ia selalu datang ke sini. Hingga kemudian kami akrab. Aku tak menyalahkan diriku sendiri, dia, maupun Tuhan dalam hal ini. Karena, dengan aku mengenalnya, aku bisa lebih jauh bahagia. Kau tahu? Semenjak dia yang selalu ke sini, kami menjadi dekat. Aku pun mulai jatuh cinta padanya. Sunguh, tapi aku tak yakin ini akan terbalas. Akankah ia juga jatuh cinta padaku? Rasanya tak mungkin, karena aku tahu walau ia berada di depanku, hatinya jauh dariku. Walau ia menatapku, tapi wajah orang lain yang tergambar di matanya. Yah, aku sih tak terlalu memikirkannya, toh aku masih seumur jagung. Tak pantas memikirkan cinta. Tak pantas pula memikirkan kekasih. Tapi apakah aku juga tak pantas untuk mencintainya? Pria bermata biru laut itu?

Aku tersenyum miris membaca setiap kata yang tertulis di buku ini. Buku yang selama SMA selalu kugenggam erat. Selalu kutorehkan isi hatiku yang berliku. Menjadi teman curhat setia. Akankah kejadian 7 tahun silam kembali terulang di masa depan? Apakah kepahitan akan sebuah kebohongan dan pengkhianatan akan kembali aku rasakan? Atau malah ceritaku kali ini berbanding terbalik dengan kepahitan itu, bahkan berujung manis? Masih belum kuketahui akhirnya. 

*XXX* 

Ululululu w comeback again nih, bawa kisahnya Mas Byan sama Mbak Nadin lagi, hehe.. Jan lupa vomment ya :)) 

Serpihan Masa LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang